Quantcast
Channel: FROM ACEH WITH LOVE
Viewing all 268 articles
Browse latest View live

Sekolah Termiskin Di Aceh #BantuAceh

$
0
0
Ini bukan sekolah laskar pelangi, Ini adalah Sekolah Termiskin Di Aceh
SEKOLAH KAMI;
POHON, GUNUNG, SUNGAI DAN AWAN.
Di Sekolah ini kami bisa bersekolah di hari Minggu dan bisa libur di hari Senin atau Selasa. Di sekolah ini siswa Kelas 1, Kelas 2 dan Kelas 3 bisa saja ada di satu ruang dengan 1 guru.
Di Sekolah ini kami belajar dengan buku bacaan yang sama sejak beberapa tahun lalu. Di sekolah kami tidak ada Pustaka dan kantin.
Di Sekolah kami juga tidak ada upacara Bendera. Katanya, tiang Bendera kami sedang di-install ulang.

Sekolah kami berlantaikan tanah dengan sarang 'kurök-kurök' di semua sudut. Pak Riski dan Pak Sabirin, guru yang kami cintai, (tepatnya) pahlawan kami juga membebaskan kami untuk bersekolah dengan bertelanjang kaki.
Kata pak Riski, "anak-anak! yang penting kalian bisa bersekolah, jika belum punya sepatu tidak masalah".Sungguh! Beliau guru yang sangat baik. Teramat baik malah.
Asiknyaaaa, di sini kami bisa bersekolah dengan pakaian dan seragam apapun lho! Oh ya, Di sini tidak ada sinyal Handphonedan Listrik. Jadi, jangan Tanya apakabar kami di sini. Teman-teman juga tidak akan pernah menemukan jalan aspal disini.
Bukan perpus, tapi rak buku di Sekolah Termiskin Di Aceh
Kawan-kawan,
Kami tidak sedang berbicara tentang DIPA Aceh tahun 2016 yang kabarnya mencapai 47 Trilyun. Kami juga tidak sedang membahas tentang dana otonomi khusus yang katanya sudah puluhan Trilyun. Apalagi Anggaran Pengeluaran  Belanja Aceh tahun 2015 untuk pendidikan di Provinsi Aceh yang mencapai 2 Triliyun Rupiah.
Sejujurnya kami tidak begitu peduli dengan angka tersebut. Kami bahkan tidak begitu peduli berapa buah angka 'nol' di angka tersebut.
Maaf jika kami juga sedang malas bahas Pilkada.
Yang kami mau tahu pasti apakah besok kami masih akan bersekolah?
lantai tanah lengkap dengan kurok-kuroknya di Sekolah Termiskin Di Aceh
Apakah besok guru masih datang mengajar? Sehat kah ia? Sudikah Ia selalu mengajar kami di sini? Apakah kami akan membaca buku lusuh yang sama tiap tahun?
Kawan, tidak ada SMA disini!
Apakah kami akan langsung menikah segera setelah tamat SMP? Padahal fisik kami belum siap untuk melahirkan terlalu dini. Apakah kami sudah siap menggendong anak di usia kami yang masih anak-anak? Apakah kami akan menuju hutan mencari kayu alinpesanan para toke atau menjala ikan jurong untuk konsumsi sehari-hari?
Apakah kami akan mengikuti para cukong kayu dan ikut menebang hutan? Apakah…
jauh sekali rasanya rasa kelayakan sekolah 
Kawan-kawan,
Tolong Kabari Dunia!
Tolong Kabari dunia bahwa kami ingin bersekolah seperti anak-anak lain. Kabari dunia bahwa kami juga punya cita-cita seperti halnya teman-teman.
Kabari dunia bahwa kami ingin buku yang bagus. Kabari dunia bahwa kami ingin berkirim surat dan berkenalan denganmu, semua.
Kabari dunia bahwa di delapan desa di satu Kecamatan ini kami hanya punya satuDayah tempat kami belajar agama dan mengaji yang hanya bisa di jangkau oleh 3 desa.
Kabari dunia bahwa kami masih punya semangat!!
Iya, semangat itu yang membuat kami masih bertahan untuk terus bersekolah.
Teman-teman,
Kunjungi kami.
Kami menantimu disini.
Dan kita akan bisa belajar bersama.
Belajar di sekolah kami,
Belajar bersama Gunung, Pohon, Sungai dan Awan.
-------------
SMP Merdeka, Gampong Tampur Paloh Kecamatan Simpang Jernih Kabupaten Aceh Timur.
29 Desember 2015.
*****
Guest post by  : Edi Fadhil, adalah salah satu pemuda Aceh yang bergerak dalam bidang kemanusiaan dan pendidikan di provinsi Aceh. hebatnya, beliau bekerja secara manual dan sendiri. Tanpa embel-embel lembaga, tanpa embel-embel politik. Semuanya, dilakukan sepenuh hati dan oleh dirinya sendiri.
Saya bersyukur, Bang Edi, begitu sapaan saya ke beliau, mengijinkan saya memposting tulisan ini di blog sederhana saya. Tujuannya hanya satu, mengetuk hati kalian yang tiba-tiba terbakar membaca uratan tangannya. Mengetuk hati kalian yang matanya tiba-tiba panas lalu berair mata karena menahan pilu.
Saya masih tercenung tak percaya. Ini Aceh! ini tanah rencong yang anggarannya triliyunan rupiah. Emosi saya muntaz seketika. Dan, saya sangat berharap, bagi sahabat-sahabat yang terketuk hatinya sudi kiranya membantu. Saya sudah bosan mengutuki pemerintah, karena inilah tugas kita bersama. Bagi Sahabat Blogger, ataupun pembaca yang ingin membantu, jangan Ragu untuk menghubungi bang Edi atau saya sendiri.
Ragu? Tak mengapa. Saya menjadi jaminannya. Apa hebatnya saya? Paling tidak kalian bisa mencecar saya di semua media social saya hehehe #serasaArtis
Contact Person Edi Fadhil : 081360024719 / Yudi Randa 082160247799


bang Edi Fadhil, pemuda "Pungoe" ini berhasil touch down ke daerah pedalaman aceh untuk mengunjungi Sekolah Termiskin Di Aceh

ingin menjadi petani. betapa mulianya cita-cita itu


jangan tanya alamat FB nya karena mereka tak tahu apa itu FB 
hanya ingin menjadi guru ngaji :)
Kurok kurok dan rak buku kosong di Sekolah Termiskin Di Aceh

potret ruang kelas di Sekolah Termiskin Di Aceh


kelas beberapapun itu tak penting, yang penting belajar


All Picture by Edi Fadhil
info terbaru;  Pembangunan ruang kelas sudah ada yang menyumbang.




5 Waktu Yang Tepat Berkunjung Ke Aceh

$
0
0
Sunset pantai Lampuuk aceh besar
Aceh, adalah salah satu provinsi “tua” di Negara Indonesia ini. Letaknya yang berada di ujung utara pulau Sumatra, membuatnya menjadi semakin special.  Banyak orang yang merasa begitu kenal dengan daerah yang berjuluk sebagai  Serambi Mekkah ini. Akan tetapi, tahukah kalian, kalau untuk berkunjung ke Aceh dibutuhkan waktu-waktu khusus? Salah pilih waktu, maka bisa dipastikan apa yang anda harapkan dari keindahan alam, kota, dan suasana Aceh, semuanya akan membawa kekecewaan.

Percaya tidak percaya, selepas tsunami 2004 lalu, keadaan topoghrafi Aceh berubah pesat. Hal ini sedikit tidak juga telah mempengaruhi siklus cuaca atau musim di Aceh. Saya sendiri, beberapa waktu yang lalu, ketika hendak membawa keluarga menjelajah Pulau Nasiharus menelan kecewa. Pasalnya, sedari pergi, angin musim timur bertiup kencang. Jadilah saya dan keluarga terguncang-guncang hebat di tengah lautan dengan kapal boat kayu nelayan. Belum berhenti sampai di situ, sesampai saya di pulau Nasi, keadaan selalu gerimis dan mendung. Alih-alih ingin menikmati alam, kami hanya bisa menghabiskan waktu di rumah sewa saja.

Jadi, kapan sih waktu yang tepat untuk mengunjungi Aceh?

1.    Ikuti bulan Arab

Dalam budaya Aceh, ada sebuah perhitungan tradisional yang mendasarkan pada bulan-bulan Arab. Sebagian masyarakat Aceh menyebutnya, Keunenong (peng-kenaan/penambalan). Penanggalan ini dibagi tetap dua belas bulan. Hanya saja semuanya ganjil.

Beginilah bila musim tanam padi tiba di aceh
Misalnya, anda ingin menyaksikan tradisi panen padi di Aceh, atau tradisi Permainan Layang tradisional Aceh, maka anda harus menunggu keunong dua ploh sa-kena dua puluh satu- (21 Ra’jab). Ada juga Keunong Tujoh  yang jatuh pada tanggal 7 bulan Safar. Nah, di bulan ini, jangan berharap akan pesta ataupun khanduri di Aceh. karena, masyarakat Aceh menganggap ini adalah bulan naas.


Bila anda non muslim, ada baiknya anda menghindari bulan ramadhan bila ingin travellilng ke Aceh. Karena di bulan ini, semua warung makan akan tutup total. Buka sesaat menjelang buka puasa, lalu tutup lagi, dan baru buka selepas shalat tarawih.

Begitulah, beberapa bulan arab dari kalender hijriah bisa menjadi patokan anda untuk berkunjung ke Aceh.

2.    Musim Timur Dan Musim Barat

Ada sebuah idiom Aceh yang menjelaskan kedua musim tersebut; Musém timu jak tarék pukat, musém barat jak meuniaga.Yang artinya musim timur (angin timur) lebih baik pergi melaut, musim barat (angin barat) lebih baik untuk berdagang.

Langitnya sedang sendu kalau musim barat di aceh
Lalu, apa sih, artinya musem timur dan musem barat tersebut? Musim Timur adalah musim di mana angin bertiup dari arah Timur (darat) ke arah laut. Di musim ini, angin bertiup tidak terlalu kencang. Dan sedikit aman bagi anda yang mencintai island hoping, diving dan snorkeling. Tempat yang paling menarik dikunjungi bila musim angin timur ini adalah Aceh bagian barat. Yaitu mulai dari Banda Aceh sampai Aceh singkil.

Musim barat adalah kebalikan dari musim timur sendiri. Angin yang bertiup dari arah barat (laut) ke arah daratan. Bisa dipastikan angin ini tidak akan bersahabat bagi anda yang mencintai pemandangan laut yang identik dengan hijau toska dan berair tenang. Tapi tunggu dulu, di musim ini, akan menjadi musim yang cocok bagi anda pencinta olahraga surfing. Di musim ini, ombak laut di pesisir barat Aceh akan menunjukkan kekuatannya.

Bahkan di musim angin barat, beberapa pantai yang terletak di sebelah timur akan menjadi andalan para wisatawan. Di musim ini juga, akan sedikit sulit ditemukan ikan segar. Sebagai gantinya, kenapa tidak mencicipi gulai kambing khas ala Aceh?

Musim Timur biasanya berhembus pada bulan April  sampai Juli. Sedangkan Musim Barat biasanya berhembus dari  oktober sampai Januari. Masing-masing per-empat bulan. Jadwal ini memang bisa berubah kapan saja. Terlebih lagi, efek terjangan tsunami begitu mempengaruhi transisi musim angin di Aceh.

3.  Musim Puncak Kemenangan

Musim Puncak kemenangan atau lebih dikenal sebagai“ulee meunang” adalah musim peralihan dari dua musim angin yang sudah disebutkan sebelumnya. Dua bulan peralihan dari musim barat ke musim timur dan dua bulan peralihan dari musim timur ke musim barat. “Ulee meunang Timue dan ulee meunang barat”.

ini senja yang bisa anda dapatkan kala musim Puncak Kemenangan. Senja di Pulau Nasi
Lantas mengapa disebutkan sebagai ulee meunang atau puncak kemenangan? Karena Pada periode ini, laut teduh tidak bergelombang, angin bertiup dengan tidak kencang dan arah bertiupnya bergantian dari darat ke laut atau sebaliknya dalam satu hari.

Jadi, ini adalah waktu terbaik untuk anda menikmati lau dan ber-island hoping serta melakukan semua aktifitas travelling anda. Bahkan biasanya, pada bulan-bulan peralihan ini hasil tangkapan nelayan akan melimpah. Dan, andapun akan bisa dengan sesuka hati menikmati ikan bakar yang fresh dari laut Aceh.

4.  Bulan  Molod

Bulan Molod adalah sebutan masyarakat Aceh untuk bulan maulid Nabi. Atau lebih dikenal sebagai bulan Rabiul Awal (bulan kelahiran Nabi Muhammda SAW).

Sate Matang khas dari daerah Matang Aceh Utara
Di bulan ini, cocok bagi anda yang suka mencicipi kuliner asli Aceh baik yang sudah mainstream ataupun yang mulai langka. Dan, anda tidak perlu khawatir, karena semuanya bisa anda nikmati gratis. Momentum bulan Molod ini sendiri berlangsung selama 3 bulan berturut-turut. Di mulai dari 12 Rabiul Awal sampai selesai.

Lantas makan gratisnya di mana? Di masjid atau di mushalla desa bagi para pria. Dan bagi tamu wanita biasanya akan ada undangan makan siang di rumah masyarakat Aceh (bila ada kenalan).

5.    Akhir Tahun

Terakhir, bagi anda yang “gila” event yang bersifat ke-khas-an daerah. Akhir tahun adalah yang tepat untuk anda mengunjungi Aceh. karena, pada akhir tahun, akan ada banyak sekali event yang digelar oleh pemerintah kota, ataupun pemerintah provinsi Aceh.

salah satu contoh event yang saya ikuti kala akhir tahun lalu
Tapi, disarankan bahkan sangat disarankan, anda harus memesan hotel dan transportasi jauh-jauh hari. Kenapa? Karena biasanya, dari bulan November sampai bulan Desember, hotel di Aceh fullbooking! Dari pada anda tidak kebagian tempat tidur? bukankan lebih baik mempersiapkannya jauh-jauh hari?


Inilah 5 waktu yang tepat untuk berkunjung ke Aceh menurut apa yang saya ketahui. Dengan demikian, anda bisa menentukan waktu yang tepat untuk berkunjung ke Aceh. kapan dan ingin mendapatkan apa dari Aceh. jadi, sudahkah anda merencanakan liburan tahun ini ke Aceh?

Layang Kleung, Tradisi Layang Aceh Yang Tergerus Jaman

$
0
0

Ka po beumayang hai geulayang, jeut kalon beutrang peukateun donya (Terbanglah yang tinggi wahai layang, agar bisa engkau lihat dengan jelas permainan dunia)
Pak Abdul Manaf terlihat misuh-misuh sembari terus menengadah ke langit. Sore itu, langit cerah. Angin yang bertiup ke arah barat tak terlalu kencang. Cukup untuk menerbangkan layang-layang berwarna-warni ke angkasa raya. Dia terus saja menengadah, melihat layangnya yang berwarna hitam kuning berusaha merebut posisi puncak. Sesekali, ia seperti merapal mantra. Sesekali, ia mengosok-gosok tangannya yang terlihat pecah-pecah.

“nyoe karena kayeum that meuen geulayang” ia menjelaskan perihal tangannya yang terlihat sedikit mengerikan. 

Ternyata, bekas luka dan sayatan itu didapatinya karena ia terlalu sering main layang. Benang yang digunakan untuk menerbangkan layang adalah benang pancing dengan ukuran yang cukup tebal atau besar. Ukuran layang yang membentang lebih dari satu meter itu, bisa dipastikan akan menimbulkan gaya tarik yang luar biasa ketika para pemain seperti pak Abdul Manaf mencoba untuk mengontrolnya.
setiap tim yang bertanding, masing-masing mereka memiliki tukang gulung benang
Rekan satu tim pak Abdul Manaf dalam pertandingan Layang Kleung
Di sebuah dusun kecil, yang terletak di perbatasan kota Banda Aceh dan kabupaten Aceh besar, permainan layang Aceh ini dilakukan saban sore. Tak ada jeda, asal tanah sawah kering dan tak hujan, pemuda desa setempat selalu mengadu ketangkasan dalam menaikkan layang.

Dalam tradisi  Aceh, permainan layang dikenal sebagai Geulayang Tunang/Tunong, yang berarti Lomba Menaikkan Layang. Layang yang digunakan oleh masyarakat Aceh disebut sebagai Layang Kleung atau Layang Elang.

Kenapa disebut sebagai Layang Elang? Karena pada ketinggian tertentu, layang yang ukurannya besar ini akan mirip sekali dengan burung elang.

besar bukan Layang Kleung nya?

Layang yang diterbangkan sore itu, berjenis layang Kleung Aceh Rayeuk. Rangkanya yang terbuat dari bambu pilihan, yang terlihat jelas dari kekokohan sang layang. Kertas minyak yang berwarna-warni memberikan kesan elegan dan futuristic.


Pak Abdul Manaf tidak sendiri. Ia, bersama 4 rekan lainnya sedang sibuk menurunkan layangnya. Permainan telah usai sore itu, tim mereka tidak menang. Saya memang datang sedikit terlambat. Permainan ini berlangsung cukup singkat. Berbeda dengan event yang sudah berskala nasional yang dilakukan saban tahun oleh pemerintah Aceh. Permainan layang tunang sore itu hanya berlangsung tak lebih dari 1 jam saja. Hanya untung menghibur pemuda kampung setempat saja.

“nyoe keu hayeu-hayeu mantong dek”

Ini hanya untuk bersenang-senang saja. Begitu katanya, sembari mengepulkan asap dari rokok yang bermerek angka berurut dan tak di mulai dari angka satu tersebut. Satu grup, untuk pendaftaran harus membayar tiga puluh ribu rupiah. Sore itu, saya melihat begitu ramai tim yang ikut serta. Mulai dari yang tua dan tak lagi bergigi seperi pak Manaf sampai anak-anak muda yang mungkin baru saja tamat SMP. Semuanya tumpah ruah, dan sibuk meninggikan layang ketika sang pemandu meneriakan aba-aba yang menandakan kalau waktu akan segera selesai. Semua mencoba meraih kemenangan, dengan memposisikan layang setinggi dan selurus mungkin. 

Ada dua orang wasit atau lebih dengan satu wasit kepala dalam setiap permainan Layang Kleung
Siapa yang paling tinggi, dan tepat di atas kepala, maka dialah yang berhak menang.

Layang yang terdiri dari Seurungguk (kepala), Sayeup (Sayap), Tuleung Rueng (Tulang Punggung), Tuleung Keuing (Tulang Pinggang), dan Capeung (ekor) ini dimainkan saban sore di desa Lamreung kabupaten Aceh Besar.

kerangka layang tetap dibawa pulang untuk kembali diperbaiki

“kami akan selalu menaikkan layang di sini, karena tak lama lagi, area sawah ini akan jadi perumahan semua”. Senja turun perlahan. Langit menjingga sejadi-jadinya. Angin yang bertiup dari timur ke arah barat, berhenti seketika. Saya seperti merasakan sensasi slow motion ketika mendengar kalimat terakhir darinya. Dari pak Abdul Manaf.

Hal yang sama pernah saya alami. Dan, saya memahami seperti apa rasanya ketika sebuah permainan rakyat yang menjadi hiburan warga desa harus terengut hilang karena pesatnya pembangunan. Kampung saya, kehilangan permainan sejak 20 tahun silam. Tak ada lagi tanah sawah kosong tempat bocah ingusan menaikkan layang saban sore. Semuanya, berganti dengan komplek perumahan. Mulai dari yang cluster mewah sampai perumahan biasa. Tembok dan tembok yang menjadi pembatas menghalangi Layang, terbang bebas.
tenang Nak,, masa kecil kalian terselamatkan 


Tradisi yang yang bermula dari jaman kesultanan Aceh ini, bukanlah hanya sebuah permainan rakyat biasa. Didalamnya, mengandung nilai-nilai sosial budaya Aceh. Terciptanya sifat kerjasama dalam kebersamaan. Saling gotong royong ketika mereka berusaha menahan posisi layang tetap di puncak.

Kalian akan bingung, ketika benang yang tajam tadi ditahan melalui selangkangan. Lalu, seorang teman lainnya akan menarik melalui celah yang tersedia dari kedua belah paha tersebut. Dan, seorang lainnya meluruskan benang pancing tersebut agar tak kusut sehingga mudah digulung oleh teman lainnya.
saya lupa tanya, bagaimana rasanya benang yang tajam dan tegang itu melewati area yang kadang-kadang tegang juga :D

Kini,…

Lambat laun namun pasti, permainan ini semakin langka dan sulit ditemukan di seputaran kota besar di Aceh. Seiring dengan hilangnya lahan kosong atau areal persawahan yang selalu menjadi sasaran pemukiman baru yang katanya lebih menjanjikan. Dilemma memang, ketika mengetahui bahwa, pak Abdul manaf dan beberapa rekannya akan kehilangan permainan masa kecil mereka. Tidak akan ada lagi kerja sama dalam tim ketika layang harus ditarik sejadi-jadinya agar mencapai posisi paling “cot”-tinggi lurus di atas kepala.

Saya merasa beruntung sore itu, ketika pemuda lainnya sibuk mengukur jalan bersama kekasih hatinya, saya malah sibuk menonton sebuah pertandingan layang kuno yang mulai tergerus jaman ini. Satu dua layang diturunkan. Ada yang jatuh dengan baik, ada yang harus diputuskan benangnya. Gema adzan magrib yang terdengar sayup-sayup dari setiap sudut areal tempat pertandingan layang. Membubarkan seluruh aktifitas di tanah lapang itu.
Pulang, esok tanding lagi!

 Satu persatu, pemuda kampung dan beberapa bocah mulai mengayuh sepedanya untuk pulang ke rumah masing-masing.  Dan layang elang? Semuanya sudah turun sempurna. Disimpan baik-baik, agar esok bisa diterbangkan lagi.

 Lalu, sampaikanlah kepada dunia, kalau di Aceh, kami masih bisa layangan walaupun harus bertarung dengan pesatnya pembangunan!


bagi mereka, pula kala menjelang magrib itu adalah hal biasa.
mereka ketika beradu untuk mencapai posisi paling tinggi 


senja, layang-layang, dan angin timur? mungkin saja masa kecil saya terselamatkan




fyi :


  •  tradisi permainan layang ini masih bisa di lihat di seputaran desa lamreung aceh besar, atau hanya 7 menit dari warung kopi solong ulee kareng banda Aceh.
  • acara berlangsung mulai dari pukul 17.00 wib sampai dengan selesai
  • disarankan datang lebih awal sehingga kalian bisa melihat dari awal mengukur benang sampai layang diperlombakan.
  • Untuk event-event tertentu, tradisi ini masih sering di perlombakan hampir di seluruh Aceh. Terutama ketika musim panen tiba. 


Dewa Murugan Di Tanah Serambi Mekkah

$
0
0



Kalau kami umat Hindu di Aceh melakukan acara Deepawali, bukan nyepi seperti di Bali” bang Rada menjelaskan dengan penuh semangat. Tubuhnya yang sedikit gempal, hitam, dengan rambutnya ikal yang lebat seolah menjadi pemandangan yang unik. Di dalam sebuah kuil kecil dibilangan kota Banda Aceh, sosoknya menjadi kontras di tengah warna-warni patung dan ornament dalam kuil.

Sesekali ia berdiri, berkacak pinggang lalu kembali melontarkan cerita-ceritanya dengan penuh semangat. Giginya yang putih terlihat begitu mencolok. Perutnya yang sedikit bulat menyembul keluar setiap kali ia menarik nafas atau nada suaranya meninggi. Bila sedikit diperhatikan, logat bicaranya bercampur antara logat Aceh, Medan, dan india. Ia berbicara cepat. Sesekali menggelengkan kepalanya.

Sore itu, saya berhasil menjejakkan kaki ke sebuah kuil Hindu satu-satunya (sepertinya) di Banda Aceh. Dahulu, sebelum tsunami, ada dua kuil Hindu di Banda Aceh. keduanya, terletak berdekatan. Masih pada satu desa yang sama. Desa keudah namanya. Untuk menjejakkan kaki ke desa keudah tak sulit, dari masjid Raya Baiturrahman, cukup arahkan kaki anda ke arah barat masjid. Hanya berselang menit, kuil ini pun akan dapat anda jumpai.
Dewa Murugan
Kuil ini terhimpit antara bangunan besar bertingkat dengan banyak jendela di sisi kanannya. Belakangan, saya baru tahu, kalau itu adalah sebuah penginapan. Sisi kiri, sebuah bengkel yang sedikit kumuh berdiri lengkap dengan deruan sesuara motor yang diperbaikinya. Tumpahan oli, dan spare bekas terlihat sedikit berserakan di lantai bengkel motor itu.

Atap yang berundak-undak dan mengecil dibagian atasnya, terlihat begitu mencolok ketika setiap tingkatan atap mempunyai warna yang berbeda-beda. Sepasang burung merak saling berhadapan menjadi ornament pada tingkatan atap pertama. Lalu, pada tingkatan selanjutnya, sepasang kipas berjejer sampai ke puncak atap. Pintu kuil yang berwarna hijau terang terlihat tertutup rapat. Tak ada aktifitas yang mencolok di sore itu. Sampai akhirnya, pintu itu, di buka oleh bang Rada.

Nama lengkapnya Rada Krisna. Walaupun namanya begitu “Hindu”, tapi ia lahir dan besar di Banda Aceh.  Kota yang mayoritas penduduknya adalah muslim. Ia telah menjadi Pandita semenjak awal kuil ini didirikan kembali pada tahun 2012 lalu. Kuil ini bernama Kuil Palani Andawer 1934, sebenarnya telah ada sejak tahun 1934. Jauh sebelum Indonesia merdeka. Kala itu, Aceh masih bergejolak melawan kaphe Belanda. Menurut cerita bang Rada, Dahulu,  neneknya datang ke Aceh dalam rangka berdagang pada tahun 1934. Tapi entah berdagang seperti apa, Ia tak menjelaskan lebih detail.

Kuil Palani termasuk salah satu bangunan yang tak luput dari terjangan tsunami. Letaknya yang tak jauh dari muara, membuat bangunan ini hancur tak bersisa. Begitupun keluarga besar Bang Rada. Semuanya habis di terjang gelombang maha dahsyat tersebut. Hanya tinggal ia dan abang kandungnya yang kini telah menetap di Kota Medan, Sumatera Utara.
Sebelum Tsunami, umat Hindu di Aceh berkisar sampai seribuan orang. Semuanya tersebar di seluruh Banda Aceh. dengan desa Keudah sebagai pusat kegiatan mereka. Kini jumlah mereka hanya sekitar Seratus lima puluhan lagi.

“paling-paling dalam sehari yang datang sembahyang hanya sekitar 15 orang, Yud” tutur bang Rada ketika saya tanyakan, berapa banyak umat Hindu di Aceh yang sering melakukan sembahyang dalam seharinya. 

Bang Rada sedang menyiapkan puja
Jadwal umat Hindu sembahyang di Banda Aceh dimulai dari pukul 6 pagi sampai pukul 10 pagi. Lalu, kuil tutup. Di sambung lagi pukul 6 sore sampai pukul 8 malam. Dan, tutup lagi.

Sore itu saya tak beruntung, niat awalnya, saya ingin menyaksikan secara langsung prosesi sembahyang umat Hindu di Banda Aceh. Selama ini, saya hanya melihatnya di televisi. Hanya bang Rada yang membunyikan lonceng dan membaca doa-doa dalam bahasa yang tak saya mengerti.  Menurut bang rada, sesekali umat hindu di Banda Aceh akan sembahyang ketika malam menjelang. Sehabis mereka selesai beraktifitas. Kalau beruntung, maka di jam 6 sore akan ada umat yang datang untuk sembahyang.

Patung dewa Murugan dan miniatur Bendera
Wangi-wangian dari dupa menyeruak ke seluruh ruangan. Sesuara biduan Hindustan terdengar menyanyi dengan merdu dari tape recorderyang terletak sudut ruangan Seketika itu, saya merasa tak lagi di Banda Aceh. Seakan terlempar jauh ke negeri Hindustan yang di tengahnya mengalir sungai Gangga. Ornament-ornamen patung Dewa Murugan yang terpahat di dinding bagian dalam kuil seolah hidup. Dari dinding-dinding itu, digambarkan kisah awal mula Dewa Murugan, dewa sesembahan umat Hindu di Banda Aceh itu, dari kecil, sampai dewasa.

Dalam pemahaman Hindu, Murugan adalah dewa yang berparas muda dan mengenderai burung merak, serta bersenjatakan tombak. Dewa ini, sangat terkenal dikalangan orang-orang Tamil. Jadi, tak heran bila umat Hindu di Banda Aceh, yang sebagian besar adalah keturunan India Tamil, menyembah dewa yang bernama lain Kartikeya ini.

Di sisi kiri atas dinding dalam kuil, terpampang sebuah ukiran patung dewa Shiwa lengkap dengan keluarganya. Ada seekor sapi, tikus, dan burung merak. Dewa Shiwa, diyakini sebagai ayah dari dewa Murugan. Ibunya yang bernawa Parwati, dan kakaknya yang bernama dewa Ganesha.(koreksi kalau saya salah)

Menurut tutur bang rada, Dewa Murugan adalah Dewa Pembersih. “kami tidak boleh merokok dan makan daging di dalam kuil ini bang Yud”Bang rada sudah hampir 5 tahun menjadi seorang vegetarian. Karena salah satu syarat menjadi seorang Pandita di kuil Dewa Murugan adalah tidak memakan makanan yang berdarah.

Sore semakin larut, arca dewa Shiwa, Dewa Murugan, burung Merak, dan tiang bendera seakan menyala terang. Warna-warna patung dalam kuil semakin menyala. Aroma dupa semakin kuat. Matahari mulai masuk ke peristirahatannya. Sesuara orang mengaji yang dinyalakan dari tape recorder masjid yang terletak selemparan batu dari Kuil Palani mulai terdengar jelas. Merembet masuk dari selah-selah lambang swastika yang menutupi pagar Kuil.
Arca Merak kenderaan Dewa Murugan
Arca Dewa Murugan, asli dari India. 
Saya, istri, dan Bilqis, harus segera pamit pulang. Menyalami tangan bang Rada yang Hitam dan besar, tak terasa seperti menyalami tangan seorang musuh atau sesuatu yang ditakuti. Senyumnya yang ramah, perawakannya yang semangat, Pandita yang hanya tamatan SMA ini memiliki cerita yang luar biasa.

Darinya, saya memahami satu hal, kalau berbeda itu tidaklah selamanya menyakitkan. Justru dengan saling mengenal satu dan lainnya, kita akan bisa saling menghargai. Walaupun saya masih bisa melihat tatapan nanarnya terhadap bangunan di sisi kanan yang tinggi menjulang melewati atap kuilnya. Bagaimana mungkin? Sebuah penginapan umum bisa diberikan ijin untuk diberdirikan tepat bersisian dengan rumah ibadah?

“Coba bang, bayangkan, di samping masjid ada tempat penginapan umum seperti ini? Kita tidak tahu tamunya ngapain di dalamnya kan? Lalu, apa bedanya masjid dengan kuil tempat saya beribadah ini?” sebuah tanya yang terlontar sedari awal ia menceritakan tentang kehidupan umat hindu di Banda Aceh yang sampai detik ini, saya tak tahu harus menjawab apa. Haruskah keberagaman yang terpupuk puluhan tahun ini hilang begitu saja hanya karena sebuah penginapan yang bertingkat-tingkat, yang terletak persisi bersisian dengan rumah ibadah?


Saya hanya diam dan melempar senyum kepada Bang Rada, sembari berjanji, akan menemuinya lagi di hari yang lain lagi. Untuk berbagi kisah, untuk berbagi cerita.
Kiri, Bengkel, kanan, Penginapan
Sepintas, tak ada yang menarik bukan?


Thx to : Bang Arie Yamani yang sudah mengenalkan saya kepada ban Rada Krisna

Ombak Pantai Kuala Cut, Persembahan Bagi Pecinta Surfing Di Aceh

$
0
0
Surfing di pantai kuala cut aceh besar
Kiki, bocah yang berkulit sedikit putih dengan muka blasteran ini terlihat kontras dari teman-teman seumurannya. Umur kiki masih 8 tahun. Paling tidak, begitulah yang diumumkan oleh moderator acara surfing competition yang berlangsung di Pantai Kuala Cut, Mukim Lampuuk, Aceh Besar. Saya terhenyak ketika mengetahui bahwa Kiki dan tiga kawannya adalah peserta termuda dalam lomba surfing yang diadakan pada tanggal  20 Desember 2015 lalu.

Tubuhnya, tak lebih tinggi dari papan selancar yang akan mereka tunggangi. Bagaimana mungkin? Tapi, mereka tak peduli. Angin barat yang hari itu bertiup cukup kencang membuat papan selancar yang mereka pegangi terayun-ayun. Beberapa orang dewasa segera lari menghampiri. Membantu empat bocah nekat ini memegangi papan selancar mereka. Klik! Mereka berempat diabadikan oleh sepuluhan kamera dari wartawan yang ikut hadir hari minggu itu.

Surfing di pantai kuala cut aceh besar
Add caption
Langit berawan. Hari itu, Banda Aceh memang sedang musim hujan. Angin sesekali bertiup ke barat, sesekali, akan bertiup ke timur. Ya! Sesuka hatinya. Beberapa pria bule membuka baju lalu mengambil papan selancar yang sedari tadi tergeletak di pasir. Tali direkatkan di kaki kiri atau kanan. Dan byuur.. mereka berenang menyongsong ombak yang bergulung-gulung di sisi kiri pantai.

“Bang, lihat tu! Orang bule semuanya suka main ombak Left, kalau orang kita, masih pikir-pikir main di ombak left” Bang Vijey berceletuk dari belakang saya. Seketika, saya men ”zoom” lensa kamera, dan, benar saja yang dikatakan olehnya. Di sisi kiri sudah begitu ramai para ekspatriatyang sedang menunggu ombak. Sebagian ada yang sedang bermain bersama ombak yang datang. Sesekali, mereka masuk ke dalam ombak tersebut.
Surfing di pantai kuala cut aceh besar
para bule lagi nunggu angin badai :D

Ombak Left atau ombak kiri, adalah ombak yang gulungannya mengarah ke kiri. Jadi, bagi orang yang terbiasa kidal atau “meujawi-kiri”, ombak left menjadi tempat favorit mereka. Tenaga ombak yang luar biasa kuat, gelombang atau ombak yang tinggi lengkap dengan barrel. Surfer mana yang tidak tergoda?

Kiki, si bocah yang masih berumur 8 tahun itu, tidak bermain di ombak left. Melainkan di ombak right. Kiki dan ketiga temannya tidak harus mengayuh menyongsong ombak yang terletak di sisi kanan pantai. Mereka beruntung, ada sebuah speedboat yang mengantarkan mereka untuk langsung tiba ditempat tujuan pertandingan siang itu. Speedboat putih itu terombang-ambing ketika membawa keempat bocah yang begitu bangga menenteng papan selancar mereka.
Surfing di pantai kuala cut aceh besar
pegang aja susah, gimana mau main selancarnya bro?

Surfing di pantai kuala cut aceh besar
Empat Sekawan yang akhirnya juara semua hahaha
Para awak media dan photographer masih bersemangat mengambil moment yang cukup langka di Aceh. bagaimana tidak? Anak kecil yang masih berusia depalan tahun berani mengambil alih papan selancar yang lebih besar darinya. Lalu, dimainkan sesuka hatinya bersama dengan gulungan ombak yang bisa dikatakan tidak kecil itu.

Di Aceh, melihat generasi muda dan tergolong bocah bermain surfing memang masih langka. Tak banyak anak-anak sekecil mereka yang menggemari olahraga yang tergolong ekstrem ini.

*****
salah satu tujuan lomba surfing ini memang untuk mengenalkan surfing kepada pemuda aceh
“kita harus membuat olahraga ini se-familiar mungkin di mata masyarakat Aceh. biar masyarakat tahu, kalau laut pesisir barat Aceh punya potensi yang bagus untuk olahraga surfing. Jangan hanya bule aja yang tahu kalau di Aceh ombaknya bagus. Tapi orang Aceh juga harus tahu kalau ombak Aceh itu keren, bang” 
Mata bang Vijey seperti hendak keluar dari tempatnya. Dadanya naik turun. Tubuhnya bergetar menahan haru dan semangat meluap-luap dari tubuhnya yang sedikit kurus itu. Bang Vijey menjelaskan tujuan ia dan teman-temannya membuat acara tersebut.

Saya masih ingat betul kalimat yang berapi-api itu sampaikan kepada saya di sebuah warung kopi beberapa hari sesudah acara berlangsung. saya hanya mengangguk-anggukkan kepala sebagai tanda setuju dengan pernyataannya. Saya pun berharap di dalam hati, agar terus tumbuh kiki, dan kiki yang lainnya di Aceh. Nanti, para juara surfing nasional ada yang berasal dari Aceh. Amin.

Aceh punya beberapa spot surfing yang sesampai sekarang, hanya para bule penggila surfing yang menikmatinya. Dari pulau Breuh di sudut utara sampai pulau Banyak di sudut selatan Aceh.

Di pantai Kuala Cut ini misalnya, pantai ini masih segaris dengan pantai Lampuuk dan pantai Lhoknga. Ombak yang datang silih berganti terkadang memunculkan spot yang hebat untuk dinikmati para peselancar, amatir maupun professional. Dengan lokasi yang tidak jauh dari pusat kota Banda Aceh, amat sangat disayangkan jika hanya para bule yang tahu bukan?
Surfing di pantai kuala cut aceh besar
ehem ehem.. abang di sini dek, di bawahmu #eh

Surfing di pantai kuala cut aceh besar
nggak ada bilqis nggak rame hehehe

Surfing di pantai kuala cut aceh besar
mau kah surfing di aceh juga? 
FYI : Beberapa jenis ombak yang ada di Pantai Kuala Cut Mukim Lampuuk, berhubung saya tak paham mengenai jenis ombak dan runutannya, maka saya mengcopas tulisan kak Gemala Hanafiah yang pernah mainsurfing di Sekitar pantai Kuala Cut. (spotnya sama)

> Wreck : ombak ini terdapat di muka pantai Lampuuk, Karakternya yang paling ramah dibanding spot lainnya, mengarah ke kanan dan mempunyai dasar karang.
> A Frame. Disebut demikian karena ombak ini mempunyai 2 arah, kiri dan kanan. Lebih 'heavy' dari wreck, sangat disarankan untuk surfing disini saat pasang atau menjelang pasang. Karakter barrel.
> Left. Ombak yang mengarah ke kiri ini terletak tepat disamping A Frame, dan dapat dipakai kapan saja, saat surut maupun pasang. Saya mencoba saat surut dan rasanya luar biasa. Tenaga yang besar meskipun saat ombaknya tidak terlalu besar. Karakter barrel.
> Cemara. Bisa ditebak, banyak pohon cemara di depan point ini. Merupakan ombak kanan yang sangar jika gelombang yang datang berukuran sekitar 4 meter.
> Beach break. Dari semua karakter ombak serious di atas, inilah tempat yang paling cocok untuk beginner. Di beach break ini didasarnya pasir, serta bagus digunakan saat air pasang agar pecah tidak terlalu cepat.
Surfing di pantai kuala cut aceh besar
salah satu penginapan yang sedang di bangun di pantai kuala cut Aceh Adventure Surf Camp 
Tips:
• Gunakan baju yang sopan saat berwisata. Celana pendek dapat dipakai saat surfing, tapi sebaiknya tidak menggunakan bikini saja.
• Sapalah dengan ramah para surfer lokal dan tamu selancar yang lain. Susasana yang bersahabat akan memperlancar liburan Anda.Para lokal disini sangat amat ramah.
• Harga kamar biasa disini rata-rata 150-300 ribu.
• Bisa menyewa motor dengan harga sewa 100 ribu perhari.
• Sunsetnya spektakuler, jadi bersiaplah saat menjelang sunset yang waktunya cukup lama yaitu 18.30 WIB







Wisata Banda Aceh; Makam “Terbang” di Alue Naga

$
0
0

Pintu gerbang Makam Syiah Kuala Banda Aceh

Teungku Abu Bakar berjalan tergopoh-gopoh. Langkah kaki masih mantap menghujam bumi. Satu persatu kakinya diayunkan. Kain berwarna hijau bermotif kotak-kotak tersemat sempurna di pinggangnya. Tiba-tiba langkahnya berhenti. Dengan sigap ia mengangkat Bilqis yang terjatuh tepat dihadapannya.

“Beudoh, Beudoh Neuk..bek moe beuh. Carong cucoe lon, beumetuwah neuk beuh, beumalem, beumeubahgia, beumudah raseuki” (bangun, bangun nak, jangan nangis ya. Pintar cucu kakek. Berbudi luhur ya nak, jadi anak alim, yang berbahagia selalu, dan dimudahkan rezekinya). Sekali ia menyapu lutut Bilqis yang kotor oleh pasir. Sembari terus mengucapkan beumetuwah. Dan, Saya terus menerus mengaminkan ucapannya dalam hati.

Sejurus kemudian, saya, istri dan Teungku Abu Bakar terlibat sebuah percakapan sederhana di sore yang menjelang senja. Saya berulang kali merayunya, agar Ia bersedia mengobrol sejenak dengan saya. Ada banyak hal yang ingin saya tanyakan perihal makam yang dikeramatkan oleh masyarakat se-Aceh ini. 

Wisata Banda Aceh; Makam “Terbang” di Alue Naga
walaupun tinggal di Banda Aceh, tapi betapa sulit mengunjunginya ( Abu bakar, Istri saya dan anak-anak)
Raut wajahnya sedikit berkerut, maklum saja, tak lama lagi magrib akan datang. Dan, ia harus sudah di rumah kala adzan berkumandang. Memelas saya kepadanya. Begitupun istri saya. Kami hanya ingin menanyakan hal yang paling penting yang selama ini hanya terdengar sebagai rumor.

“Abu, apa benar ketika tsunami, di dekat makam Teungku ada orang yang melakukan pesta Keyboard?“ Tanya saya kepadanya. Ia berdiri sempurna. Menarik nafas panjang lalu mengangguk dan mengiyakan pertanyaan saya.

Wisata Banda Aceh; Makam “Terbang” di Alue Naga
Bangunan yang di dalamnya ada Makam Syiah Kuala
“tapi waktu itu, siapa yang berani mendekat dengan hal-hal seperti itu kan?” Ia menambahkan. Benar saja, kala itu Banda Aceh atau Aceh seluruhnya masih dalam masa konflik. Bila ada sekelompok orang berpakaian dinas dan bersenjata lengkap, tidak ada seorangpun yang ingin berurusan dengan mereka apalagi menganggunya. Tak peduli mereka sedang apa di sana. Masyarakat tak akan berani mengganggu.

Menurutnya, Pesta itu memang dilakukan sehari sebelum bencana hebat itu terjadi. Bahkan, menurut Abu Bakar yang sudah menjadi penjaga makam ini secara turun temurun ini, Ia pun tak bisa mengiyakan apakah benar mereka yang menjadi penyebab “kutukan” Tsunami datang atau tidak. Tapi rumor yang beredar, kalau karena pesta itulah akhirnya Tuhan memberikan bencana yang maha dahsyat.

“peu beutoi abu, watee ie beuna, makam Teungku di poe di ateuh Ie?”-apa benar Abu, sewaktu tsunami datang, Makam Teungku terbang di atas air? Saya masih sangat penasaran dengan cerita yang tak jelas siapa pengarangnya. Sesaat setelah tsunami mereda, begitu banyak cerita yang beredar di masyarakat. Yang masjid Raya Baiturahman semakin tinggi, yang seorang ibu diselamatkan oleh belasan ular sehingga ia selamat dari terjangan air tsunami, sampai Makam Teungku Syiah Kuala yang terbang di atas air tsunami.
Wisata Banda Aceh; Makam “Terbang” di Alue Naga
Makam Syiah Kuala berada di bawah kelambu hijau
Ia tersenyum dan hampir saja tertawa. Gerahamnya sudah kosong sempurna. Tak ada lagi gigi geligi yang tersusun rapi di rongga mulutnya. Mukanya yang sedari tadi serius dan seperti menelisik jati diri saya, menjadi sumringah seketika. Ziyad yang berlari-lari di sekitar pria tua ini, sesekali ditangkapnya. Sembari memengang dan memeluk Ziyad-anak tertua saya- ia menjelaskan semuanya dengan gamblang.

Menurutnya, tak benar apa yang diceritakan selama ini. Makam Teungku Syiah Kuala, tidaklah terbang di atas air. Tetapi tetap terkena imbas tsunami. Sama seperti semua bangunan yang berada disekitarnya. Pagi itu, 26 desember hampir dua belas tahun lalu, Gelombang laut yang hitam menjulang tinggi menghantam daratan Banda Aceh, dalam hitungan menit. Semuanya rata. Tak terkecuali Makam Teungku Syiah Kuala.

Berbeda rumah-rumah penduduk yang berada disekitarnya yang hancur tak terkira, Makam ini masih tampak dengan baik. “hanya batu nisannya saja yang jatuh. Jadi, tinggal dibersihkan dan diberdirikan lagi saja” ungkapnya sembari terus sumringah. Seketika itu, rasa takjub menyeruak dari dalam hati saya. Makam sang Qadhi pada jaman Sultanah Aceh ini, memberikan kesan yang sulit diungkapkan dengan kata.

Syech Abdurrauf As Singkili Bin Ali Al Fansuri atau lebih dikenal dengan Syiah (sebutan Syech dalam bahasa Aceh lama) Kuala. Beliau adalah seorang ulama besar dalam sejarah penyebaran agama islam di Indonesia. Menurut papan informasi yang terpampang tak jauh dari tempat kami berdiri, dijelaskna bahwa Beliau, berumur 105 Tahun. Menjadi Qadhi atau Hakim para masa kepemimpinan 4 Sultanah Aceh. beliau lahir di tahun 1591 M dan meninggal pada hari senin 1696 M. Pada masa hidupnya, kerajaan Aceh menganut pemerintahan berlandaskan agama islam. Dan para ulama, memegang peran yang sebagai pengendali pemerintahan.
Wisata Banda Aceh; Makam “Terbang” di Alue Naga

Di dalam komplek makam yang berarsitektur semi modern ini, terdapat begitu banyak makam. Uniknya, hanya ada dua Makam yang batu makamnya bulat besar dan panjang. Berbeda dengan makam para raja yang umumnya terdapat di Aceh.

Sayangnya, tak ada keterangan apapun mengenai siapa-siapa saja yang berada dalam komplek areal makam tersebut. Begitu banyak hal yang masih harus diungkapkan. Begitu banyak hal yang menjadi misteri. Semakin kita mengenal sejarah, semakin kita mengenal asal muasal kita bukan?

Sebagai masyarakat asli setempat, Abu Bakar pun ikut takjub melihat keajaiban pada makam Tgk Syiah Kuala yang terlepas dari gulungan tsunami. " Bila dahulu sesudah makam ini ada banyak beberapa tempat tinggal masyarakat, saat ini berbatas segera dengan pantai, " ungkap Abu Bakar seraya menunjuk ke pantai yang berombak kecil.

Senja turun. Mendung tersibak sesaat. Memperlihatkan jingga yang merona sempurna. Beberapa pengumpul tiram berkumpul di sudut tanggul batu yang memisahkan mereka dengan gelombang laut. Sesaat lagi adzan magrib berkumandang. Tengku Abu Bakar, sudah tak terlihat lagi. Sepertinya, ia telah sampai di rumahnya, untuk esok kembali menjaga Makam Ulama Aceh yang tersohor ke seluruh negeri ini.

Wisata Banda Aceh; Makam “Terbang” di Alue Naga
komplek Makam Syiah Kuala Banda Aceg
Wisata Banda Aceh; Makam “Terbang” di Alue Naga
Makam kuno yang berserak di komplek makam


Wisata Banda Aceh; Makam “Terbang” di Alue Naga
Ah...sunset
Makam Syiah Kuala Banda Aceh
Makam Syiah Kuala setelah tsunami sekitar tahun 2005 (foto by www.gus7.wordpress.com)

Wisata Aceh Terhalang Syariat

$
0
0
Wisata Aceh Terhalang Syariat
Danau Laut Tawar di takengon yang tenang
“Jangan datang ke Aceh, di sana nggak bebas! Serba tertutup!”
“Ngapain ke Aceh? mau nonton orang di cambuk ya?”
Saya tercenung, ketika saban kali mendengar, membaca atau melihat orang secara langsung mengatakan hal tersebut. Baik di dunia maya ataupun di dalam keseharian. Bukan tak benar, tapi memang itulah yang sebenar-benarnya terjadi hari ini. Ketika provinsi lain di Indonesia heboh dengan pariwisatanya, dan melakukan tarian selebrasi kemenangan karena ramainya turis yang datang berkunjung. Aceh justru kebalikan. Tidak ada perkembangan yang mengembirakan.

Apa salah Provinsi Aceh di mata dunia pariwisata Indonesia ataupun dunia? Jawaban yang paling sering ditemui adalah Aceh itu menjalankan Syariat Islam. Syariat islam, menjadi sebuah momok yang mengerikan. Terlebih lagi bila dikaitkan dengan sektor pariwisata. Dalam dunia travelling, hura-hura, kebebasan berpakaian, kebebasan berekspresi adalah kunci utamanya. Sehingga hal tersebut, menurut sebagian besar “customer” menjadikan Aceh tidak menarik, karena tidak bisa bebas dan hura-hura.

Bila Aceh yang menjalankan syariat islam menjadi tidak menarik dalam bidang pariwisata, lantas mengapa Lombok, Malaysia, Brunei, Uni Emirat, dan bahkan sampai Hongkong, mereka sudah menyediakan tempat yang begitu nyaman kepada para pelancong berlabel “Islam” ini. Kenapa Aceh tidak bisa?

Lombok, hanya butuh waktu 10 tahun untuk membangun image sebagai daerah wisata halal dunia. Dan, Lombok berhasil! Malaysia, penduduknya hanya 30 juta jiwa, jauh lebih sedikit dibandingkan di Indonesia. Dan, jumlah wisatawannya? 28 juta per tahun 2014 lalu. Hampir dua kali lipat. Dalam rilis terbaru, dari agoda.com. Top 10 destination Wisata anti mainstream di asia tenggara, Indonesia tak masuk. Apalagi Aceh?

*****

Apa yang salah dengan Wisata Aceh sebenarnya?

Di mulai sejak awal 2015 sampai hari ini, wisata Aceh memang terlihat bergeliat hebat lebih dari biasanya. Masa damai yang memasuki umur satu decade, ditambah lagi, dengan munculnya berbagai komunitas para pejalan dan pecinta Aceh. Banyak daerah-daerah di pelosok Aceh yang dulunya tertutupi oleh media kini menjadi terbuka luas. Dunia Maya seperti sosial media menjadi pemicu paling cepat untuk menyulut minat para wisatawan bertandang ke Aceh.

Lalu ternyata, satu persatu, tempat-tempat yang eksotik di Aceh tutup! Iya T-U-T-U-Ptotal. Ini belum termasuk yang di paksa tutup, di bakar, di permak sampai habis tak bersisa. Kalian tahu alasannya? Mesum! 

Pantai Romantis Bay yang beberapa bulan lalu sempat dibakar massa. Alasannya? Karena nama dan tempatnya seperti menyediakan hal-hal yang berbau mesum. Massa datang berduyun-duyun lalu meminta tempat itu ditutup. Tak lama berselang, Pantai itu buka kembali. Hanya berganti nama, konsep sama, tapi tetap bisa berjalan kembali seperti biasa. Aneh bukan? (tempat wisata dibakar)

Pantai Lange, sebuah pantai “baru” yang masih satu kemukiman dengan Pantai Lampuuk ini, awal-awal sempat heboh. Masuk ke media local dan berseliweran di acara adventure yang paling heboh se-Indonesia. #IloveUNadine. Selang beberapa bulan kemudian, Pantai lange tutup! Penjagaan super ketat diberlakukan di sekitar area jalan menuju lange.  Luar biasa! Seperti hendak memasuki sebuah areal yang sangat steril. Alasannya? Mesum dan Bukan Tempat Wisata!#hellooo??

Tapi, publik Aceh pada September lalu kembali dihebohkan dengan cerita Lange. Tiba-tiba muncul sebuah postingan dari salah satu jasa travel perjalanan Aceh yang bisa membawa tamu ke Pantai Lange! Biasa? Tunggu, Dia bisa membawa serta kaum hawa! #tiba-tibaPengenMinumPilTupai. Bayangkan betapa sakitnya hati abang! (ceritanya di sini)

Wisata Aceh Terhalang Syariat
Pantai Lange ( dari sini)

Ini belum termasuk kasus-kasus lainnya yang selalu dihubungkan dengan MESUM dan MESUM! Apa salah si mesum ini? Perbuatan nikmat sesaat ini selalu menjadi biang keladi. Parahnya lagi, mesum menjadi sebuah alibi pembenaran penutupan tempat wisata karena melanggar syariat islam. Benarkah?

Bila di tarik sebuah garis, sebenarnya jelas islam melarang Mesum. Jangankan mesum, mendekatinya saja tidak boleh. Lalu, mengapa tempat wisata yang menjadi korban? Pelakulah yang seharusnya bertanggung jawab. Bukan korban. Tempat wisata itu bagian syariat Allah. Karena ia, adalah ciptaanNYA. Manusialah yang seharusnya bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuat, begitu kan?

Lagi pula, bila ada wisatawan yang melakukan mesum, ya tindak ia sebagai pelaku. Kan Aceh punya Polisi Syariat? Jangan ujuk-ujuk menyalahkan tempat.

*****

JANGAN MENEMBAK NYAMUK DENGAN MERIAM!

“bang Yud, tamu-tamu yang datang ketempat saya di sabang itu semuanya sudah paham kalau Aceh itu daerah syariat Islam. And they okay with that” ungkap seorang pengusaha dibidang pariwisata dan masih seorang “minoritas” di Aceh

“Saya bangga lahir dan besar di Aceh, Bang, saya juga senang ketika Aceh ini tetap bergelar serambi mekkah, tapi bang.. yang menjadi kendala selama ini adalah Sumber Daya Manusia. Jarang orang kita sadar wisata. Bagaimana sebenarnya menerapkan syariat dalam berwisata ini sangat sulit ditemui bang” lanjutnya lagi, ketika saya tanyakan apa sebenarnya yang menjadi kendala selama ini dalam menjalankan bisnis penginapannya.

Saya Setuju. Dan memang itulah sebenarnya yang terjadi di Aceh hari ini. Masyarakat Aceh sebagian belum sadar wisata. Mereka belum bisa mengetahui bagaimana sektor pariwisata bisa meningkatkan ekonomi kampung, desa, keluarga dan pribadinya. Tentu saja tanpa harus kehilangan “marwah” diri sebagai orang Aceh.


Bukan syariat islam yang salah. Lihat contoh kasus di atas yang saya sampaikan. Itu terjadi real! Bukan rekayasa. Pemahaman sebagian orang di Aceh itu, MENEMBAK NYAMUK DENGAN MERIAM artinya bila ada nyamuk di rumah bukan hanya nyamuknya yang dimatikan, akan tetapi rumah-rumahnya sekalian. Aneh bin ajaib bukan? Lange kini, walaupun tetap tertutup bagi masyarakat umum, tapi beberapa orang memiliki “ijin” khusus kesana. Ini sebenarnya berbahaya. Akan menjadi sebuah bom yang akan meledak sewaktu-waktu. Alasan yang dipaksakan menjadi sebuah tanda Tanya yang besar. Ada apa sebenarnya dibalik lange? Karena sebagian foto yang beredar, kalau di Pantai Lange, terjadi pembalakan Liar besar-besaran. Wow! (lihat di sini

Masalah terakhir adalah, Aceh masih kurang fokus untuk benar-benar memantaskan diri menjadi sebuah daerah destinasi wisata pilihan dan nyaman bagi para turis. Ah, negeri pun bernasib sama. Apalagi Aceh yang hanya merupakan bagian dari Indonesia. Mungkin, karena kita terlalu mengandalkan hasil alam yang melimpah sehingga membuat kita terlena. Ibarat paman gober yang tidur di atas uang, lalu lupa, kalau uang itu suatu saat akan habis bila tak punya bisnis yang berkesinambungan.

Wisata Aceh Terhalang Syariat
kalau rusak karena banyak remaja foto naik ke atas tulisan ini, apa salah syariat Islam juga?

Aceh hari ini harus benar-benar fokus bila ingin menjadikan diri sebagai tempat wisata yang-memang- menarik bagi para turis. Tak lagi hanya sambil lalu. Bila ada event keren, lakukanlah saban tahun, jangan tergantung pada siapa yang memimpin Aceh dan siapa yang punya kepentingan. Ini sudah tak benar bila demikian terus. Minyak Aceh tak akan bertahan lama, gas Aceh sudah habis, tapi laut, gunung, sungai, dan alam Aceh, dia akan tetap terus ada bila dimanfaatkan dengan baik tentu saja ini akan menjadi sebuah sektor pendukung yang sangat menarik bagi Aceh.

Akhirnya,

Aceh, tetap harus fokus membangun masyarakat sadar wisata secara berkesinambungan. Sudah cukup, syariat dijadikan alasan sehingga menjadi momok menakut-nakuti pihak luar. Bukankah islam itu adalah yang baik bagi seluruh alam jagad raya ini? Maka tunjukkan kalau orang Aceh benar-benar mengerti seperti apa syariat itu. Bukannya menjadi orang yang pilih kasih dan menjadikan syariat sebagai politik pembenaran diri.

Saya yakin, Aceh yang punya potensi yang luar biasa di bentang alam dan budayanya ini, suatu hari nanti akan menjadi salah satu tujuan pariwisata favorit di Indonesia bahkan dunia. Asalkan, kita berhenti menembak nyamuk dengan meriam.


&&&

Tahun baru, Tas Jalan-Jalan Baru

$
0
0
Tas baru
Foto By Ucok Silampung
Tahun baru hampir lewat satu bulan. Belum juga ada perkembangan berarti di awal tahun ini. Selain tas eiger hadiah dari istri kesayangan mulai koyak selebihnya tak ada. Sempat sih, kamera “ala-ala” saya hampir hilang, tapi Alhamdulillah masih berjodoh dan rezeki. Dia ketemu kembali setelah satu minggu tak tahu rimbanya. Ternyata, nyangkut di warung kopi Tim Tim Koffie yang kece badai #salamindedekmanis

Nyesek sih, mengingat tas yang bisa muat segala macam itu mulai koyak di makan usia. Mulai dari naik bukit lamuri di ujung Krueng Raya, sampai diajakin bobo manis di pulau Nasi bulan November lalu. Mungkin memang salah saya, ketika jalan-jalan sama anak-anak itu bawaannya segabrek-abrek. Mulai dari laptop sampai popok bayi. Mulai dari kamera sampai susu formula anak. Semuanya di muat dalam satu tas. Ini nunggu-nunggu, kalau nanti dalam tas Eiger bisa masukin kamu.. iya.. kamu..

Foto by Awi Nyak

Bicara tentang tahun baru, artinya kita akan sering berbicara tentang target, harapan, resolusi, keinginan atau segala sesuatu yang berhubungan dengan hal tersebut. Intinya tetap pada Wishlist kan? Tapi saya, bukanlah orang yang banyak maunya. Hidup selalu apa adanya. Ya, pas-pasan mungkin istilah yang lebih manusiawi untuk saya yang beranak dua ini. Pas nggak ada duit, pas ada yang ngasih. Pas nggak ada lagi tas, pas dapat tas baru, pas pengen istri baru, pas ada #eh..

Eiger, ah, merek ini selalu menjadi merek yang paling didambakan oleh setiap petualang. Baik yang senior alias emang kerjaannya jalan-jalan, sampai pejalan ala-ala bapak beranak dua yang ngepas-pasan kayak saya ini. Tetapi saya, seumur-umur cuma punya satu tas merek eiger sisa kuliahan dulu, dan satu lagi hadiah dari istri untuk memenuhi hobi baru saya yang sekarang ini. Apalagi kalau bukan nyari berita buat update blog. Sayang istri banyak-banyak.

Berhubung keuangan masih sangat seret, mengingat ini awal tahun baru, belum ada kerjaan baru yang datang menawar diri. Tapi demi sang kekasih hati yang tiada duanya ini. Saya akhirnya mencoba searching tas eiger yang bagus tapi tetap murah meriah. Ternyata, zalora Indonesia sekarang sudah punya koleksi Eiger. Lumayanlah koleksi eiger di zalora mulai dari backpack, tas pinggang sampai sepatu. Ya walaupun belum lengkap sampai ke sandal gunung dan perlengkapan travel gear lainnya. Tapi itu sudah cukup membantu.

taraaaa... pas nih kayaknya kasih senang istri :D

Diam-diam, saya naksir sama backpack berwarna biru garis-garis hitam. Birunya itu loh, yang bikin jatuh cinta. Dan, mudah-mudahan istri juga jatuh cinta ama tas eiger warna biru yang saya naksir ini. Selain berwarna biru muda, tas ini juga banyak kantongnya. Dan terkenal kuat. Yang dulu aja baru rusak sekarang, setelah hampir 10 tahun lebih di pakai. Dan nantinya, kalau travelling lagi, kan bisa masukin banyak barang. Terutama popok, baju ganti anak, sufor, dan perkakas lainnya.

Ini sebenarnya antara miris sama bangga sih nulisnya. Ah sudah, anggap saja saya lagi curhat. Karena jalan-jalan sama anak itu memang sering merepotkan. Tapi, rasa bahagianya itu loh.. yang susah sekali diungkapin dengan tulisan sepanjang apapun. Intinya, saya senang dan bangga bisa membawa anak-anak dan istri travelling bareng. Walaupun harus beli tas baru saban harinya he he he




5 Tempat Jajanan Antimainstream Di Banda Aceh

$
0
0
5 Tempat Jajanan Antimainstream Di Banda Aceh

Wisata kuliner di Banda Aceh, akhir-akhir ini mulai beragam. Asimilasi budaya yang semakin gencar akhir-akhir ini, mulai memberikan beberapa efek positif. Diantaranya, kuliner. Harus diakui, beberapa kuliner Aceh memang terpengaruh dari kuliner luar negeri ataupun nusantara. Tentu saja hal ini tak lepas dari pengaruh sejarah kerajaan masa lalu. Misalnya, Gulai Kambing, yang kuahnya mirip sekali dengan kuah kari asal Hindustan. Bedanya? Di sini pakai bumbu ajaib! #becanda kok hehe

Seiring dengan perkembangan jaman, kuliner di Banda Aceh, yang seyogyanya merupakan ibukota provinsi Aceh menjadi semakin beragam. Bukan hanya mie Aceh, tapi kini sudah ada mie ramen yang menjadi favorite baru kawula muda Banda Aceh. Berikut 


5 Tempat Jajanan Antimainstream Di Banda Aceh :


  • Whoaffle and lipstick
Sudah hampir setahun ini, kue yang terbuat dari adonan tepung, gula, susu, mentega dan baking powder ini mulai booming di Banda Aceh. kue wafel yang biasanya dinikmati di kota-kota besar di Indonesia, kini di Banda Aceh juga ada.
5 Tempat Jajanan Antimainstream Di Banda Aceh5 Tempat Jajanan Antimainstream Di Banda Aceh

 Untuk jajanan yang satu ini, saya merekomendasikan Whoaffle And Lipstick yang berada dibilangan kompleks pertokoan Peunayong. Tepatnya di jalan Al Huda No. 16 Kampung Laksana kecamatan kuta Alam. Tepat di samping lorong sebelum Tapekong.

Kenapa harus ke Whoaffle and lipstick? Hanya ada dua alasan yang menurut saya masuk akal. Pertama, tempatnya nyaman habis, karena terletak sedikit jauh dari jalan utama peunayong. Ditambah lagi dia tidak berjualan di Ruko pada kebanyakan. Melainkan di halaman rumah sang empunya hajat. Pohon mangga yang berada tepat di tengah halaman rumah membuat tempat itu cozybanget!

5 Tempat Jajanan Antimainstream Di Banda Aceh

Terakhir? Tentu saja Wafel pisang coklat dan es cream pisangnya lazis habis! Kalau soal harga? Saya pikir wajar-wajar saja. Tidak membuat kantong bolong apalagi di akhir bulan hehe


  • Mie Ramen Aceh Akira
Makan mie Aceh? sepertinya sudah biasa. Apalagi teruntuk mereka yang memang sudah stay cukup lama di Banda Aceh. hampir di rata warung kopi akan tersedia mie Aceh. mulai dari yang biasa-biasa saja, sampai ke porsi yang lengkap dengan kepiting, udang, cumi, dan daging (habis makan langsung kolestrol tinggi hehe).
5 Tempat Jajanan Antimainstream Di Banda Aceh

Untuk kalian penggila ramen dan sedikit “bosan” dengan mie Aceh, ada baiknya kalian mencoba Mie Ramen Akira dengan menu spesialnya, mie ramen Aceh ( di sini cerita lengkapnya ). Kalau ditanya soal rasa? Hmm teruntuk anda yang belum pernah ke jepang, rasa mie ramennya sembriwing loh. Paling tidak begitulah yang sering saya rasakan. Favorite ramen saya? Mie Ramen Bawang Putih.

5 Tempat Jajanan Antimainstream Di Banda Aceh

Ah, iya, di sini, bukan hanya ada ramen loh, tapi ada beberapa menu jepang lainnya. Semisal, Nasi goreng Jepang, ocha, Gyoza, dan Tsukemen. Terus apa sih yang membuat tempat ini menjadi tempat yang disarankan? Karena chefnya, langsung eksodus dari jepang loh.. alias orang Aceh yang pernah kerja di resto jepang hehe. Ah hampir lupa, alamatnya  di jalan teuku umar samping canai mamak. Kampung Setuy
  • Baker King
Rindu saya akan lezatnya rasa Banana Split akhirnya terbayar lunas beberapa bulan belakangan ini. Toko yang menjual bakery memang banyak di Banda Aceh. Apalagi selepas tsunami, bakery yang menjadi sarapan wajib para ekspatriat tiba-tiba membooming tak terkendali. Walaupun, satu persatu akhirnya tutup karena pasar mulai lesu.

5 Tempat Jajanan Antimainstream Di Banda Aceh

Tapi, pasar bakery tetap saja menarik para pengusaha bakery di Banda Aceh. hal inilah yang melatar belakangi lahirnya sebuah toko bakery sederhana dengan rasa yang Wah dan harga yang nyaman di kantong! Serasa seperti warung roti anak kos. Banana Split yang sekali makan langsung kenyang harganya hanya 8000 rupiah. Atau red velvet hanya 85 ribu. Soal rasa? Nggak kalah dengan roti-roti dari toko yang lebih berkelas.

5 Tempat Jajanan Antimainstream Di Banda Aceh


Alamat? Masih di seputaran peunayong, Jalan T.P.Polem no 160. Tak jauh dari nasi goreng iskandar. Saran saya, datanglah kala malam menjelang, karena roti yang hangat akan menjadi penganan yang pas di tengah dinginnya malam Banda Aceh.


  • Gunung Salju, Chicken Steak And Ice Cream
5 Tempat Jajanan Antimainstream Di Banda AcehAwal berdiri pada tahun 1978, Gunung Salju hanya menjadi sebuah warung kopi yang menjual es krim. Kala itu, peunayong masih sangat di dominasi oleh etnis thionghua. Seiring waktu, Warung Gunung Salju berevolusi menjadi resto yang menjual es cream dan chicken steak.
5 Tempat Jajanan Antimainstream Di Banda Aceh
es krim buah

5 Tempat Jajanan Antimainstream Di Banda Aceh


Kenapa menjadi jajanan yang tak biasa? Karena di sini ada mie saus yang mirip dengan mie saus medan. Bedanya, ada campuran kuah steak dan potongan ayam. Lalu, ditambah dengan sajian es kream jagung yang bertabur aneka potongan buahan segar? Alamaaak… lezatnya tak terperikan!


  • Es Buah Garuda
Menurut saya, Es buah Garuda ini adalah legend! Sedari saya masih berusia 4 tahun, ayah dan ibu saya sering mengajak saya makan potongan aneka buah segar di sini. Sesampai sekarang, walaupun sudah terkena oleh ombak tsunami beberapa belas tahun silam, warung legend ini masih berdiri di tempat ia sedari awal jualan.

5 Tempat Jajanan Antimainstream Di Banda Aceh


Perlahan, ia memang mulai tergerus jaman. Apalagi, serangan jajanan era kekinian mulai menggerayangi Banda Aceh. Tapi, pecinta potongan  buah semangka, kuini, pepaya, nenas, bengkoang, mangga, kesemek, mentimun, melon, dan sedikit potongan jambu kelutuk menjadi sebuah perpaduan yang unik ini akan selalu ada.

Perpaduan rasa asam, manis, dan sejuk berbaur dengan segarnya sirup merah Kurni dalam satu piring, dapat membunuh galau yang selama ini bersemayaman di perut. Bagi anda yang menyukai rasa asli dari rujak Aceh? anda berada ditempat yang tepat! Karena di sini juga di kenal tempat rujak Aceh yang rasanya sangat khas.
5 Tempat Jajanan Antimainstream Di Banda Aceh

Ah, hampir lupa. Alamat ya? Jalan T dibaroh. Banda Aceh. gampangnya, dari masjid raya Baiturrahman Banda Aceh, ambil haluan berbelok kanan ke arah lapangan Blang Padang. Tak jauh dari kantor dinas Kesehatan Provinsi Aceh.

*****
Jadi, jangan bingung bila ke Banda Aceh dan cari kuliner yang menarik. Karena, masih banyak tempat kuliner menarik yang bisa anda nikmati tanpa rasa bosan!


Pelabuhan Balohan Sabang; Ketika Citra Sabang Dipertaruhkan!

$
0
0
“Menurut orang tua bilang, beberapa hari mendekati tanggal tenggelamnya kapal gurita, atau sebelum tenggelamnya kapal tersebut, lautan sabang akan berombak besar dan angin akan luar biasa kencang. Sepertinya, laut memang meminta korban. 
Pelabuhan Balohan Sabang; Ketika Citra Sabang Dipertaruhkan!
pelabuhan Bebas Sabang
Saya tercekat. Diam seribu bahasa. Sesekali, hanya mengangguk seolah semuanya sudah saya pahami. Bang Isan, si pemilik penginapan di sepuratan daerah kincir ini berbicara santai seolah ia, hanya bercerita sebuah dongeng sebelum tidur.

Saya duduk tempat menghadap ke pantai. Yang kala pagi menyingsing, akan terlihat Pulau Seulako tepat dihadapan. Tapi, ini malam. Malam yang sangat sibuk. Hilir mudik para wisatawan begitu cepat. Beberapa mobil sewaan berhenti di penginapan yang saya inapi malam itu. Hanya untuk bertanya, apakah masih tersedia kamar kosong untuk mereka melepas lelah di malam yang dingin. 

Angin timur sepertinya akan mencapai puncaknya. Ombak laut di perairan Pulau weh berombak sejadi-jadinya. Dentuman ombak laut yang biasanya melembut ketika tiba ditepian, malam itu tidak bersahabat. Beberapa speedboat di depan penginapan harus diikat dengan erat. Sesekali, terdengar suara keras dari tengah lautan. Bang isan, bang Asri, dan seorang bapak tua, yang duduk bersisian dengan saya malam itu hanya tersenyum simpul. Dan, hujan pun turun.

Pelabuhan Balohan Sabang; Ketika Citra Sabang Dipertaruhkan!
view dari kamar penginapan, keren sih tempatnya, tapi kamar mandinya nggak ada di dalam kamar hehe

Saya masih ingat kisah KMP Gurita, yang tenggelam tak jauh dari hari dimana saya memperingati hari kelahiran. Kapal naas itu tenggelam tepat di hari jumat, tanggal 19 januari 1996, pukul 20.30. kala itu langit pun sama, tak bersahabat. Ditambah kapal yang overload, dan mesin tua, menjadi sebuah perpaduan sempurna untuk menjemput maut di tengah laut yang terkenal dengan arusnya kuat. Laut Andaman.

Bisa jadi, apa yang dituturkan bang Isan dan kedua temannya mungkin hanya isapan jempol belaka. Saya juga mendengar kisah mengenai terdamparnya kapal yang memuat 44 orang alim ulama di abad ke 17 kala hendak menyambangi tanah suci.  Dengan Ummi Sarah Rubiah adalah salah satunya. Yang pada akhirnya, nama dari Pulau Rubiah yang bersebelahan dari pulau seulako, diambil dari namanya.

Pelabuhan Balohan Sabang; Ketika Citra Sabang Dipertaruhkan!
spot baru yang nggak banyak para wisatawan tahu :D
Entah apa naas saya, cerita kapal tenggelam itu masih berlanjut. Padahal, angin semakin membuat tubuh kurus saya semakin dingin. Bergelas-gelas teh panas sudah saya habiskan. Cerita demi cerita terus mengalir dari mereka bertiga. Seolah tak ada capeknya. Badan boleh tua, tapi semangat tetap anak muda. #halah

Kala jaman Colonial Belanda berhasil mengusai kota sabang, perang dunia I berkecamuk di lautan samudera Hindia. Maka, peran Pulau Weh kala itu menjadi sangat strategis. Saking strategisnya, jepang kala perang dunia ke II sampai bela-bela membangun benteng pertahanan dalam tanah hampir di seluruh pulau! Soal kapal perang yang karam tak usah lagi diceritakan. Mulai dari kapal Sophie yang kini menjadi salah satu daya tarik wisata bawah laut sabang, sampai beberapa kapal lainnya yang harus karam dihantam torpedo.

*****
Selasa 9 februari 2016, tepat sehari setelah perayaan imlek. Saya, sendirian terdampar laksana seorang pengungsi yang hendak di usir dari tanah kelahiran. Pelabuhan Balohan sabang sesak tak terkira. Ribuan orang berduyun-duyun mengantri tiket. Mulai dari calo sampai gadis eropa yang berpakaian minim. Berbaur menjadi satu. Tak ada batasan yang jelas kali ini. Kalaupun hendak berbicara syariah islam yang menjadi salah satu dasar hukum daerah provinsi Aceh, sepertinya tidak berlaku di pelabuhan.

Pelabuhan Balohan Sabang; Ketika Citra Sabang Dipertaruhkan!
serasa dimanaaa gitu sampai sesak begini
Pelabuhan Balohan Sabang; Ketika Citra Sabang Dipertaruhkan!
mencoba cari pemandangan lain ketika sudah terlalu lelah mengantri :D

Tak ada antrian tiket khusus wanita. Ah, alih-alih antrian khusus wanita, toh loket tiket yang di buka hanya satu kok. Kondisi semakin memanas kala informasi mengenai keberangkatan kapal, jumlah tiket yang diperjualbelikan, tak ada.

“what happen with this situation bro?” seorang bule Eropa, bertubuh kecil dan beraksen latin menggerutu di depan antrian. Dua teman gadisnya hanya mengangkat bahu. Mereka juga bingung. Sama seperti saya.

Ketika hari semakin siang, keadaan semakin panas. Aroma kamar mandi mulai mengeranyangi setiap lobang hidung anak manusia. Satu persatu mereka menutup hidung. Ada yang berusaha tak acuh. Sampah sisa makanan mulai berlalat. Tak ada cerita indah hari itu mengenai Sabang. Semuanya hanya ada keluhan dan keluhan. Bingung, saat seperti ini, di mana para petugas ya? Ah sudahlah, saya memutuskan untuk memulai obrolan dengan dua gadis bule asal Austria. Siapa tahu nanti bisa menjadi teman couch surfing #eh..

Saya selalu percaya, cara Tuhan bekerja itu sungguh sangat mempesona. Dan, hari itu, Allah memberikan sebuah hiburan dalam hidup kesemberawutan pelabuhan Balohan siang itu. Tiket habis terjual! Dan, kapal Cepat (speedboat) tidak berlayar karena angin timur kembali bertiup. Antara tersenyum dan miris, saya hanya bisa mengelus dada. Dua loket saya jabanin tak satupun ada tiket tersisa. Hingga akhirnya, seorang tamu dari Medan, sumatera memberikan tiket kapal roro yang tadi lebih di beli olehnya.

Nasi siang baru sedap tersantap pukul 2 siang. Sepotong ikan goreng, sejumput kuah asam pedas, tanpa sayur berharga 13.000 rupiah saja. Antara tercekat tapi terpesona. Si penjual berbicara menggunakan bahasa inggris dengan saya. Dalam hati, sepertinya cerita ini belum berakhir sebelum saya menginjakkan kaki kembali di kota Banda Aceh.
Pelabuhan Balohan Sabang; Ketika Citra Sabang Dipertaruhkan!
satu persatu ibu-ibu itu tumbang dan tertidur dalam lelahnya mereka
Tapi, bukankan sebuah perjalanan adalah sebuah pencarian hikmah dari hidup itu sendiri? Diantara lantai berdebu, saya menselonjorkan kaki yang sudah pegal sedari pagi berdiri tanpa henti, di koridor panjang yang menjulur ke ujung dermaga. Beberapa rombongan ibu-ibu duduk bersama saya. Bercerita banyak hal tentang sabang hari itu. Mungkin, lebih tepatnya tentang balohan dua hari belakangan ini. Di mana cerita pelabuhan Sabang tidaklah seindah seperti cerita dari literatur sejarah yang beredar. Mungkin, karena sekarang, balohan hanya sebatas pelabuhan penyeberangan saja. Bukan sebagai pelabuhan bebas yang sering dihinggapi oleh kapal-kapal bertaraf internasional. Sabang, seperti tidak menjadi pulau Shabag dalam cerita arab. Walaupun ada gunung berapi, tapi dia tetap menjadi pulau keemasan atau the golden island.

bang Arl bergaya sembari menghilangkan suntuk :D


Bermain Dengan Angin Timur Di Pulau Weh

$
0
0
“Bang, kita tadi nggak bisa berangkat lho Bang” seorang pria tambun, berparas sedikit jawa, berlogat kota metropolitan, tiba-tiba menyapa saya sesaat tiba di pelabuhan BPKS kota sabang. Pria bercelana pendek itu tiba-tiba datang menghampiri saya yang masih duduk diatas motor sewaan. Belum juga kunci kontak saya cabut, ia kembali bercerita mengenai pengalamannya pagi itu sesaat mencoba menyeberangi lautan untuk bisa kembali ke Banda Aceh.

Awan mendung yang kelabu, memberikan ruang sempit bagi mentari sore untuk menunjukkan sinarnya. Serasi dengan suasana hati pria tambun itu. Wajahnya sedikit memelas. Sesekali mencoba menghibur diri sembari terus menggenggam botol air minum kemasan.

Ya Allah bang.. padahal tadi ombaknya  gede banget loh bang Yud. Kami di kapal udah pada mulai yasinan” Pria yang belakangan saya ketahui bernama Rudi ini masih mencoba menceritakan apa yang dialaminya sesaat ketika mencoba naik kapal KMP sesaat lalu. Saya, hanya bisa tersenyum. Sembari mencoba menyembunyikan kegetiran yang sama seperti dirinya. Karena, secara tak langsung, saya pun termasuk korban Si Angin Timur

Ubur-Ubur Merah Maron di Teluk Sabang

Duit dari travel yang menyewa saya sebagai salah satu tour guide-nya mulai menipis. Para tamu masih harus di urus untuk masalah tiketnya. Bila saya harus tertahan sampai 2 hari lagi? Habislah sudah! Mungkin saya harus menceburkan diri di pelabuhan BPKS ini, lalu pingsan tersengat oleh Ubur-ubur merah maron yang sedang bersenggema di bawah dermaga. Untuk apa? Hanya agar ada tumpangan ambulan gratis ke kota Banda Aceh. ah, semoga saja tidak harus demikian.

Keadaan masih sedikit berbaik hati. Cuaca di dermaga Pelabuhan BPKS kota sabang tidak seganas balohan pagi tadi. Angin timur yang bertiup sedikit tertahan oleh bukit yang berbaris menutupi dermaga.  Tak ada debur ombak yang menggila di sini. Satu persatu perahu nelayan berlabuh dengan tenang. Ada yang sedang membawa para wisatawan untuk berkeliling di teluk kota sabang. Ada juga yang mencoba memberikan sensasi bermain ubur-ubur yang membuat laut tenang menjadi gaduh karena teriakan histeris anak gadis.

Sebuah sensasi luar biasa. Pemandangan yang tak biasa ini, membuat saya, Bang rudi, dan beberapa para pengunjung di dermaga BPKS sedikit terobati kegetiran hatinya. Kami tersenyum bahagia akan tontonan gratis sore itu. Lahan dermaga yang luas, ditambah lagi, tidak ada pengunjung yang memenuhi spot ini layaknya spot Tugu Nol Kilometer, membuat kami sangat leluasa. Sesekali ke ujung, sesekali mengambil gambar, sesekali melirik sampai ke kolong dermaga. Aman, tak perlu takut tersenggol pengunjung lain. Karena, tempat ini masih sepi. Sepi yang menghibur diri.

Sensasi Santai Di Pantai Pulau Klah

Saya, tak pernah ingin ambil pusing saban kali keadaan mulai menjepit. Itenary yang sudah habis dari travel, tapi tamu masih belum di hantar sampai ketujuan pulang, sebenarnya menjadi beban yang sulit sekali diungkapkan. Tapi, sebisa mungkin, saya berusaha untuk tenang.

“bang Yudi harus tenang, kalau bang yudi juga panic, maka tamu abang akan lebih panic lagi” Bang Rudi, seolah mengerti kegelisahan saya sore itu. Pria ini, walaupun baru kali pertama ke pulau Weh, dan mengalami hal yang sedikit tak nyaman ini, masih bisa menerima keadaan. Ya, apa hendak di kata? Semua sudah kehendak alam. Kapal tak bisa berangkat sampai besok pagi karena cuaca buruk.

Baca Juga Galau di dermaga Balohan Sabang
Dari ujung dermaga, kami berdua melepaskan pandangan ke arah barat. Sepertinya, tak akan ada senja yang mengjingga. Hanya mendung, mendung, dan mendung. Duduk di pinggir dermaga menjadi hal yang menyenangkan. Tepat di kaki kami, ada ubur-ubur yang mencoba pencari pasangannya. Berduyun-duyun seperti hendak ada pembagian sembako. Di hadapan kami, pulau klah menghijau pekat karena berselimut awan kelabu.

Permukaan laut yang tenang, beberapa bocah kecil masih bermain di pantainya. Menyelam, menyebur, dan sesekali ia memekik kegirangan.

“tadi saya sempat ke situ bang Rudi”. Saya mencoba kembali memecahkan suasana hening yang terjadi seketika diantara kami.

“Dari tempat makan rujak yang menjadi spot favorite para turis mengambil foto pulau klah itu, ada jalan menurun yang sedikit tertutup. Saya mengambil haluan ke kiri itu tadi sehabis dari pantai Gapang. Saya penasaran, bang. ternyata, tempatnya keren bang!”tiba-tiba semangat saya kembali hadir seketika. Dan, saya berharap ini bukan karena suasana mulai romantic di antara dua lajang jauh dari istri #Yaakss!

Bang Rudi masih tak percaya, ketika saya ceritakan bahwasanya air laut di sana begitu tenang. Tak ada angin timur yang bertiup kencang menghempaskan gelombang dengan kasar. tak ada ombak yang bergulung-gulung bak tsunami kecil menerpa pantai. Tak ada semua itu. Hanya ada ketenangan, kesyahduan, dan sebuah kerinduan akan masa kecil yang hilang. Hanya beberapa orang – lagi lagi tempat ini sepi pengunjung- yang ada di situ. Satu warung sederhana menjual beberapa botol air kemasan. Ibu penjual warung itu melempar senyum kepada saya. Pertanda, tempat ini masih sangat alami dari rongrongan resort yang menggurita di pulau weh.

Pasirnya hitam. Beberapa batu granit besar bertumpuk membentuk formasi tak tentu di bibir pantai. Saya sempat merasa seperti tak berada di sabang kala akhir pekan. Sunyi sekali. Hanya debur ombak yang mengalun pelan. Ah, betapa akhirnya saya menemukan rasa syukur yang teramat dalam. Tuhan, mempunyai rencana yang indah untuk saya yang nelangsa dalam kesendirian.

Mampir ke Kuburan Eropa Masa Lalu

Setelah puas membuat takjub bang Rudi, saya, mohon pamit. Sesaat lagi akan magrib. Saya tidur sendiri di sebuah penginapan tak jauh dari kota Atas. Banyak dana yang harus saya hitung ulang. Banyak kwitansi yang harus saya rekap kembali. Malam nanti, saya harus sudah menyerahkan laporan melalui aplikasi Whatsapp kepada pimpinan Pocket Tour.

Motor sewaan yang berbodi macho ini saya pacu sesuka hati. Serasa jiwa muda kembali menghampiri. Jalanan kota sabang, seolah berubah menjadi sirkuit balapan yang menantang. Secara tak sengaja, saya membaca sebuah plang penunjuk arah. Makam Eropa! Wah, ini dia! Bangunan sejarah, atau tempat yang kaya sejarah tak akan lengkap bila tak ada makam pelaku sejarahnya.

Kesempatan tak akan datang dua kali. Begitulah hati kecil saya berbisik. Mumpung keadaan masih mendukung. Mumpung, berjalan seorang diri. Kenapa tidak puaskan rasa penasaran dalam diri?
Het Kerkhof
Tempat ini sudah menjadi pemakaman warga sipil dan militer Eropa berkembangsaan Denmark, Yunani, Perancis, Jerman, dan terutama Belanda sejak tahun 1800an. Mereka Meninggal karena factor usia, penyakit, dan peperangan. Sebagian dari makam-makam ini masih diziarahi oleh keluarga dan pemerintahnya sampai saat ini.
Di sini juga dimakamkan Jacques Carissan, Pahlawan nasional Perancis yang gugur dalam pertempuran laut antara Kapal Perancis “Mousquet” dan kapal Jerman “Emden” pada perang dunia pertama pada Oktober 1914 di Selat Melaka

Cerita singkat dari plakat berdasar hitam yang menempel di pintu gerbang kompleks pemakaman membuat saya tersenyum bahagia. Lengkap sudah cerita sabang hari ini. Ada pahlawan dari negeri eropa dalam areal makam yang terlihat sedikit mengerikan ini.

Walaupun senang, bisa menyaksikan komplek areal makam dari luaran saja, tapi saya masih memendam hasrat untuk masuk ke dalamnya, dan membaca nama pada setiap nisannya. Tapi apa nyana, motor saya mati tiba-tiba. Bulu kuduk berdiri dan merinding. Ini pertanda tak enak. Sebaiknya saya balik ke penginapan.






Perjalanan singkat ini di sponsori oleh :





Dimuat di Tabloid Mingguan Pikiran Merdeka, 29 Februari 2016

$
0
0
rubrik sejarah boi... mumet euy :D

Alhamdulillah,

Tulisan sederhana saya dimuat oleh Tabloid Mingguan Pikiran Merdeka edisi 29 February 2016 dalam rubric Sejarah. Sebuah rubric yang saya tak terlalul kompeten didalamnya. Semoga, nantinya bisa menjadi sebuah langkah baik untuk sepanjang tahun ini nantinya. Sama seperti tahun lalu, yang pernah di muat di salah satu Koran harian terbitan Jogja ( di sini)

Penggalan Artikel :

“ Kapten itu bukannya dibunuh saat ditemukan musuh, ia justru diselamatkan oleh dan dibawa ke Pulau Weh”

Menurut pendataan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Sabang, ada sekitar 180 bangunan bergaya colonial-penginggalan sejarah-di Pulau Weh. Mulai dari kantor, rumah sakit, penginapan, toko, dan rumah tempat tinggal.

Sabang, dahulu kala memang pernah menjadi primadona bagi penjelajah dari seluruh dunia. Tepat pada masa Perang Dunia I pecah, pulau yang mengapung di jalur pelayaran internasional ini berperan sebagai salah satu pelabuhan terpenting di Selat Melaka.Tapi, setiap kali ke Pulau Weh, ada rasa penasaran yang tak pernah hilang dari benak saya, dimanakah makam para pelaku sejarah di pulau yang memiliki luas 121 km2 ini?

Dan seterusnya…. (versi blog ada di sini)


Untuk bacaan lengkapnya nanti bisa di baca di www.pikiranmerdeka.coatau bagi anda yang berada di seputaran Banda Aceh, dapat membeli tabloid Pikiran Merdeka ini di tempat-tempat anda membeli Koran seperti biasanya.

(On Media) Petualangan Pahlawan Perancis Berakhir di Sabang

$
0
0
 Pahlawan Perancis Berakhir di Sabang
Kuburan Belanda atau lebih dikenal sebagai kuburan cina di kota Sabang
Bangunan bergaya kolonial berjejer rapi di kawasan Kota Atas, Kota Sabang. Di setiap bagian depan pagar bangunan dari abad ke 19 ini tertera berbagai informasi mengenai bangunan tersebut. Menurut data dari dinas budaya dan pariwisata kota Sabang, ada sekitar 180 bangunan bergaya kolonial di sabang. Mulai dari kantor, rumah sakit, penginapan, toko, dan rumah tempat tinggal.

Sabang, dahulu memang pernah menjadi primadona bagi penjelajah dari seluruh dunia, hingga akhirnya, pada perang dunia I Sabang memainkan perangnya sebagai salah satu pelabuhan kapal terpenting di selat Melaka. Belanda dan Jepang pernah mati-matian mempertahankan pulau ini karena mengingat posisinya yang sangat strategis. Tapi, setiap kali ke sabang, atau Pulau Weh, ada rasa penasaran yang tak pernah hilang dari benak saya. Dimanakah makam para pelaku sejarah di Pulau yang hanya memiliki luas 121 KM2 ini?

Hari menjelang senja. Lelah dari hiruk pikuk balohan yang sepagi tadi saya nikmati membuahkan penat yang tak tertahankan. Saya, memutuskan untuk kembali mencari penginapan dan memutuskan untuk menjelajahi sabang sekali lagi. Toh, tak ada kapal yang berlayar ke Banda Aceh hari itu. Angin timur sedang mencapai puncaknya, sehingga membuat ombak diperairan Pulau Weh menjadi sangat tidak aman untuk pelayaran. Mengapa tidak mencoba untuk menuntaskan hasrat yang terpendam selama ini? Mencari makam tua peninggalan kolonial Belanda!

Sudah hampir tiga kali saya mengelilingi Kota Atas, lalu ke Kota Bawah, lalu naik lagi ke atas. Hingga akhirnya saya sedikit kesasar di seputaran Gampong Kuta Ateuh, kecamatan suka karya, kota sabang.  Sebuah plang berdiri menyempil dari rimbun dedaunan pohon mangga. Saya histeris kegirangan, ketika melihat tiang penunjuk arah berwarna coklat itu bertuliskan “Makam Eropa”! Yeee..

 Pahlawan Perancis Berakhir di Sabang
sepintas, makam-makam ini terkesan tidak terurus. Tapi, masih ada para pemerhati sejarah sabang yang mengurusnya
Motor saya arahkan sesuai papan penunjuk. Menyusuri pemukiman padat penduduk. Jalanan yang sedikit sempit, memaksa saya menurunkan kecepatan laju motor yang saya sewa tadi pagi di pelabuhan Balohan. Tak lama, kumpulan makam terbentang dihadapan saya. Dari yang masih bertanah basah, sampai kumpulan makam tua yang tak terurus. Saya berhenti tempat di sebuah gerbang makam yang terlihat sangat lusuh. Cat yang terkelupas, jamur tumbuh subur disekujur dinding gerbang membuat kesan gothic semakin terasa.

*****
“Makam ini sebenarnya sudah beberapa kali di pugar. Bahkan ketika masa rehab-rekon pasca tsunami lalu, International Labour Organitation juga ikut mendonasikan sebagian besar dana untuk membangun pagar di sekeliling makam.” Bang Albina menjelaskan kepada saya melalui telepon beberapa saat setelah saya kembali ke Banda Aceh.

Sekilas, memang terlihat begitu menyeramkan. Beberapa pohon asam tumbuh rimbun seolah tak terawat. Memayungi makam-makam tua yang berada di bawahnya. Dari depan pintu gerbang, mata saya menyusuri jalan setapak yang mengarah ke tengah areal pemakaman. Pohon kamboja tumbuh semakin menggila. Merangas sejadi-jadinya. Seolah ingin menutupi seluruh cerita sejarah dari para penghuni makam.

Pada plakat batu yang terpasang pada dinding gerbang yang berwarna hitam dengan tulisan bertinta emas, saya mendapati informasi bahwa tempat tersebut sudah menjadi pemakaman warga sipil dan militer Eropa yang berkebangsaan Denmark, Yunani, Perancis, Jerman dan Belanda. Makam ini sudah ada sejak tahun 1800an. Berbeda dengan Kerkhof Peujut Banda Aceh yang sebagian besar penghuni makam adalah serdadu belanda yang meninggal karena perang dengan kesultanan Aceh, di Het Kerkhof, mereka meninggal karena faktor usia, penyakit, dan peperangan.

Untuk makam Kapten Perancis itu, baru tahun lalu direhab oleh Kedutaan Perancis. Di pasangi batu marmer, di tata ulang. Mereka memang sedang gencar-gencarnya melakukan penelusuran terhadap situs-situs sejarah yang berkaitan dengan sejarah kepahlawanan perancis.” Dengan penuh semangat, anggota Dewan Perwakilan rakyat Kota Sabang ini terus menjelaskan kepada saya perihal sebuah makam yang terlihat berbeda yang berada di tengah areal makam.

*****
Tepat tanggal 28 oktober 1914, di pagi buta yang dingin Jauh di Pulau Pinang Malaysia sana, kapal perang legendaris Jerman pada Perang Dunia I bernama SMS Emden berhasil menenggelamkan kapal musuhnya. Sang kapten, berhasil mengelabui kapal armada sekutu Inggris yang berlabuh di pulau pinang. Emden memasang satu cerobong asap tiruan sehingga dari jauh terlihat seperti layaknya kapal Sekutu. Emden yang menerobos Pelabuhan Penang berhasil menenggelamkan sejumlah kapal perang Inggris, Rusia, dan Perancis.
Hari itu, adalah hari naas bagi Jacques Carissan, kapten dari kapal Le Mousquet dari perancis. Kapal tersebut harus mencium dinginnya dasarnya lautan, tenggelam. Le Mousquet tenggelam saat bertempur dalam jarak dekat melawan Emden di perairan Penang-Selat Malaka. Sang kapten selamat dari serangan maut tersebut, namun ia terluka cukup parah. Beruntung baginya, pihak jerman berusaha bersikap kesatria dengan mengangkut para korban luka dan selamat ke atas kapalnya. Lalu, mereka membawa para tersebut ke pulau Weh, Indonesia.

Carrisan meninggal dan dikuburkan di kota sabang. Pahlawan dari angkatan laut perancis ini, menjadi buah bibir di kampung halamannya.
“Batu nisan aslinya kapten perancis itu diambil dan dibawa pulang ke Negara mereka. Sebagai bukti otentik dan salah satu bukti sejarah untuk museum di perancis. Jadi, nisan yang ada di makam tersebut sudah tidak asli lagi.” Saya masih setia mendengar cerita bang Albina tentang sang kapten dari Perancis tersebut.

 Pahlawan Perancis Berakhir di Sabang
dibalik pokok kemboja itu, adalah makam sang kapten perancis
“Beberapa tahun sekali, angkatan laut perancis datang ke sabang dan melaksanakan upacara ala militer sebagai bentuk penghormatan mereka terhadap Kapten Jacques. Saya berharap, nantinya ini bisa menjadi dasar kerjasama militer antara Indonesia dan perancis. Atau, yang terdekat saja, saya berharap kedepannya, situs-situs ini akan menjadi salah satu daya tarik wisatawan dari eropa. Khususnya dari perancis” tutup bang Albina.

Waktu semakin senja, sesaat lagi adzan magrib akan berkumandang. Saya, masih harus membeli nasi bungkus untuk makan malam. Angin timur bertiup semakin kencang. Sesekali sinar mentari sore menyembul malu dari balik awan mendung. Tempat ini, masih terlihat sama sedari tadi. Berbeda dengan benteng Jepang di Anoi Itam. Tak ada satupun pengunjung yang datang melihat sebuah situs sejarah yang luar biasa di kota sabang ini.

Mungkin benar seperti apa yang dikatakan oleh bang Al, tidak banyak orang yang tahu, kalau ada pahlawan dari perancis yang dimakamkan di areal pemakaman Belanda Merbabu ini. Jangankan orang dari luar Kota Sabang, di kota itu sendiri pun tak banyak yang tahu. Untungnya, para penggiat Sabang Heritage Society yang terus menerus mendengungkan cerita ini, agar kelak tak hilang di telan waktu.

&&&


Di muat oleh tabloid mingguan Pikiran Merdeka tanggal 29 Februari 2016 dalam Rubrik Sejarah (Tentunya versi yang dimuat di media tersebut sudah dilakukan pengubahan seperlunya"


Ija Kroeng, Dari Tradisi Sunat Sampai Perang

$
0
0
Ija Kroeng, Dari Tradisi Sunat Sampai Perang
keren kan kan kan? :D
Sebagai seorang pria yang ingin meng-sah-kan dirinya sebagai salah satu calon pria dewasa dalam beragama muslim, saya harus di sunat. Bukan sunnah ya, tapi S-u-n-a-t. itunya diilangin sedikit. Jangan Tanya rasanya bagaimana ketika “sesuatu” di colok oleh sebatang jarum. Tunggu dulu! Waktu itu, jarum halus belum ada di Aceh. kalaupun ada, harganya mungkin sedikit mahal. Sekarang, bayangkan! Betapa nyerinya ketika besi tajam nan berkilau itu mulai menjamah bagian tersayangmu. Sekali? Tergantung kondisi, kawan. Kalau tubuhnya terlalu imun dengan obat bius, maka akan ada jamahan lagi ke bagian tersayang itu. Saya? Pak Mantri memerlukan 3 kali hentakan tajam ke bagian yang selalu saya lindungi dalam hidup ini. Auuuhhh…
Lebay? Ya bisa jadi.

Sebenarnya, efek setelah itu yang menjadi perhatian dalam oretan ceracau tak jelas ini. Saya, harus memakai sarung sampai satu minggu lamanya. Mau tidur sarung itu harus diikat dan digantung agar bagian sarung tak kena kepala gundul yang baru saja di babat habis isi kepalanya. Kalau kena? Geli bercampur nyeri akan sukses membuat matamu terjaga walaupun sudah minum obat lelap.

Hendak ke kamar mampi-pun harus bersarung ria. Itu lengkap dengan gaya jalan kangkang seperti orang kelamaan duduk kuda atau terkena penyakit gajah pada bagian pangkal paha. Plus, tangan sebelah kiri harus menarik kain sarung sedikit maju ke depan. Kenapa? Apalagi kalau bukan karena rasa geli bercampur perih setiap kali kain sarung itu berusaha menyentuh dengan nafsunya kebagian “itu”.

Mau makan, bersarung. Mau main bola, kudu bersarung, sekalinya kena tendangan bola di bagian yang baru di sunat tersebut, maka jatah memakai sarung harus ditambah lagi 4 hari. Tergantung seberapa parah. Kalau berdarah ya masuk RS lagi. Kalau hanya bengkak, palingan hanya kena jewer emak. Selesai!

Seminggu bersarung, cukup mengajarkan saya betapa sarung itu sungguh berguna. Bukan hanya dipakai untuk ke meunasah, atau buat tangkap kalong, atau untuk menakuti para gadis ketika pulang mengaji sehingga ketika mereka menjerit histeris, hadirlah saya sebagai pahlawan di malam buta. Hahaha!

Begitulah, sarung, sebagai salah satu mainan masa kecil saya. Kain sarung, atau ija kroeng, di Aceh memang menjadi sebuah kain yang tak bisa terpisahkan. Bahkan, ketika seseorang meninggal pun, kain sarung mengambil bagiannya.

*****
“ija kroeng di Aceh itu harus kuat yudi!” bang khairul dengan begitu semangat ia menarik kain sarung ciptaannya sekuat tenaga. Plak! Plak! Tidak koyak dan tidak ada sedikitpun terkesan akan koyak. Saya masih bingung dengan kelakuan janggalnya.

Pria berambut gondrong dan berkulit putih ini masih berdiri tepat dihadapan saya. Membantu saya memasang kain sarung khas dari tanah rencong yang jahit sendiri olehnya. Khairul namanya. “orang Aceh pakai kain sarung pada saat perang, pergi ke sawah, mencari ikat di laut, dan dulu, dipakai juga ketika berkuda. Ini bukan saya yang ngomong Yud, tapi fakta sejarah!”  Saya hanya bisa mengangguk. Karena saya baru kali ini mendengarnya berbicara landasan ia menciptakan kain sarung yang sudah lama menjadi tradisi turun temurun di Aceh.
Ija Kroeng, Dari Tradisi Sunat Sampai Perang
kain sarung pun bisa menjadi pelipur lara ketika diri sedang jomblo :D

“Maka dari itulah orang Aceh membutuhkan kain sarung atau ija kroeng yang kuat Yud! Sayangnya, tidak ada literature sejarah yang mengatakan kalau ija kroeng pernah di produksi di Aceh. ini sungguh kasihan kan? Makanya saya ambil sikap dan memulai usaha ini” Gila! Landasan bang Khairul berpikir dalam menciptakan produk, sangat kuat sekali.

Saya masih terkesima tak percaya. Walaupun kain sarung ini terkesan mahal, tapi kisah dan untaian sejarah dibaliknya, membuat saya terkagum-kagum. Hari itu, saya kembali bangga mengenakan kain sarung. Bangga menjadi seorang pemuda Aceh, dan pemuda nusantara yang ingin menjadi sarung, bukan hanya sebagai sebuah produk budaya, melainkan sebuah jati diri.

Di ruangan yang sederhana milik bang khairul, saya kembali melengkapkan khasanah cerita kain sarung di tanah rencong. Begitu banyak fungsi kain ini. Bahkan hampir di setiap perjalanan ia menjadi teman yang setiap. Baik sebagai pelepas dingin, maupun penghalau nyamuk. Pun, mungkin, menjadi pengobat rindu, bagi mereka yang merasa kesepian. Aih..

&&&
Ija Kroeng, Dari Tradisi Sunat Sampai Perang
Tulisan singkat ini, diikutkan dalam pesta Giveaway Sithoen Ija KroengR.  Yang diadakan oleh www.safariku.com yang bekerja sama dengan  (instagram) @Ijakroeng yang akan melangsungkan ulang tahun ke satu nya tanggal 13 maret 2016 nanti.


Bagi kalian yang ingin memiliki kain sarung khas etnik Aceh ini, Gratis kok. (Di sini ada caranya ). Untuk yang malas menulis, bisa juga dengan mengikuti kontesnya di instagram. Selain kain sarung, kalian juga bisa mendapatkan tas goody bag khas dari ija kroeng loh.. buruan!!

Menyeruput Wine Coffee Di Kota Banda Aceh

$
0
0
Menyeruput Wine Coffee Di Kota Banda Aceh
Sarapan pagi saya ; kopi sanger press, kopi wine, kudapan dari ubi

“Sudah sarapan Yud?” Tanya Bang Adi, kepada saya sesaat saya tiba di warung kopi miliknya. Warung kopi sederhana ini, terletak sedikit menjorok ke belakang lapangan Blang Padang Banda Aceh. Warung kopi ini, terlalu sederhana. Tidak seperti warung kopi Aceh lainnya. Apalagi bila disandingkan dengan beberapa warung kopi jenis arabika yang berjualan di seputaran kota Banda Aceh, maka, tampilan warung kopi Blang Padang Coffee miliknya terlalu sederhana. Tidak ada WiFi,  dan tidak ada layar besar untuk menonton pertandingan bola. Semuanya serba sederhana. Klasik.

Saya hanya menggeleng kepala dan tersenyum kepadanya. Sarapan, sebuah kata yang sedikit sulit saya implementasikan. Entah sejak kapan, sarapan menjadi sesuatu hal yang “mahal” bagi perut saya.

“Wah kalau belum makan, nanti kamu bisa sakit kepala. Karena kopi ini lebih keras dari arabika biasa” Glek! Pria yang berbadan sedikit gempal ini terlihat mulai ragu akan nasib saya nantinya. Di tangan kanannya, botol berwarna berisi cairan berwarna hitam pekat dan sedikit ungu yang bisa saya tebak itu adalah kopinya. Kopi Wine yang dia janjikan beberapa hari sebelumnya.

Menyeruput Wine Coffee Di Kota Banda Aceh
Mirip botol wine kan?
Jujur, sedari dulu, saya selalu penasaran dengan rasa minuman yang bernama “wine” itu. Setiap kali melihat orang-orang bule di televisi menenggaknya, sepertinya nikmat sekali. Tapi, sayangnya, sebagian besar mengandung alcohol yang cukup membuat peminumnya mabuk. Ah entahlah, saya hanya pernah mendengarnya saja. 

Berangkat dari rasa penasaran tersebut, pagi minggu lalu, saya melangkah ke tengah kota Banda Aceh. Tepatnya, di seputaran rujak Aceh garuda ( disini). Sebuah warung sederhana, yang pembeli dan peminum kopinya bukanlah orang-orang sederhana dalam berpenghasilan. Kopi Arabika Gayo menjadi varian kopi andalannya. Enak kah? Aman kah? 
Satu hal yang harus kalian ketahui kawan. Kopi yang paling enak di muka bumi ini adalah Kopi Gratis! #hahaha
Wangi harum semerbak kopi bercampur aroma anggur menarik hidung dan mulut saya untuk segera mencicipinya. Panas? Kalian salah kawan. Kopi wine ini ternyata harus disajikan dalam keadaan dingin. Tidak ada asap layaknya kopi biasa. Tidak ada icip-icip manja menunggu kopi menjadi dingin. Kopi wine ini bisa langsung anda minum sekaligus. Saran saya, jangan lakukan hal itu. Kenapa? Kalian bisa tumbang karena kepala tak sanggup menahan tingginya kadar kafein dari kopi yang di jemur harus dibawah 24 derajat celcius ini.
Menyeruput Wine Coffee Di Kota Banda Aceh
mesin grinder kopi
Menariknya, kopi ini, ternyata tidak bisa di pesan kapanpun kita mau. Melainkan harus melakukan pre order terlebih dahulu. Karena kopi wine ini memiliki karakter khusus yang sangat berbeda dengan kopi arabika biasa. Ia, harus di dripper dengan mesin khusus dan bukan dengan air panas/mendidih. Melainkan melalui es. Dan, itu semua memakan proses minimal 6 jam!

Bila di hitung dari proses awal pembuatan kopi ini, bisa memakan waktu berbulan-bulan. Mulai dari pemilihan lahan yang harus diketinggian 1600 mdpl.  Penjemuran tidak di terik matahari, sampai roasting kopi dengan sangat hati-hati. Lalu aroma anggur atau wine tersebut?
Menyeruput Wine Coffee Di Kota Banda Aceh
jangan tanya gimana harumnya kopi wine ini.. rasain aja sendiri.. cium aja sendiri :D
“Tenang, nggak ada alcohol di kopi wine ini. Aroma wine-nya dari anggur yang dijemur bersamaan dengan biji kopi. Makanya, kalau minum kopi wine ini lebih enak dingin dari pada panas. Kalau panasnya nggak pas, rasanya bisa hancur, Yud. Lagi? “ Bang Adi kembali menuangkan kopi wine hasil racikannya ke sebuah gelas mini berwarna putih keramik. Saya hanya bisa senyum-senyum. Ini kopi yang paling keren yang pernah saya minum selama ini.  Kopi ini tidak pahit, ada rasa manis dan sensasi sedikit bersoda karena disajikan dingin.

Menyeruput Wine Coffee Di Kota Banda Aceh
Bukan hanya orang muda, orang tua pun ada kok

Satu botol ukuran botol sirup, kopi ini di jual seharga 75 ribu rupiah. Sayangnya, seperti yang saya sebutkan tadi, pesan dulu. Tapi kalau mau minum kopi arabika sanger press? Ya silahkan saja. Ah iya, jangan terlalu banyak meminum kopi wine ini, kawan. Terlebih lagi bila kalian lupa sarapan pagi seperti saya. Kalian tahu? Saya butuh waktu lebih dua jam duduk tenang untuk bisa bangkit kembali dari tempat duduk. Selain terhipnotis dengan aroma kopi yang khas, kepala saya seperti orang mabuk. Sedikit berputar-putar dan pusing. Haha tapi kalian wajib mencobanya!


Blang Padang Coffee Luwak Gayo Arabica
Jalan Imam Bonjol Banda Aceh 
(Samping Kantor Pegadaian Blang Padang)
Open  from : 09.00 - 24.00 WIB






5 Warung Kopi Arabika Yang Asyik Di Banda Aceh

$
0
0
5 Warung Kopi Arabika Yang Asyik Di Banda Aceh
Foto By  : Indegem
Tidak pas rasanya bila ke Aceh tak mencicipi kopi khas Aceh. awalnya, di Aceh, atau Banda Aceh khususnya, hanya mengenal kopi berjenis robusta. Atau yang lebih dikenal dengan nama Kopi Ulee Kareng. Tapi, sejak 2009 lalu, kopi jenis arabika mulai merambah kota Banda Aceh. hal ini tentu sejalan dengan ketenaran kopi arabika dari tanah Gayo itu sendiri.

Sekarang, bila anda seorang penggemar kopi, maka tidak ada salahnya mencicipi rasa yang unik dari kopi jenis robusta ulee kareng ataupun kopi Arabika Gayo. Ada banyak sekali café ataupun warung kopi di seputaran kota Banda Aceh ataupun kota lainnya di Aceh yang menyediakan kopi khas Aceh ini. Saking banyaknya, Aceh dikenal dengan negeri seribu warung kopi. Mulai dari pelabuhan laut sampai Bandar Udara. Mulai dari terminal sampai pasar Ikan. Semuanya ada warung kopi.

Berhubung di Banda Aceh kini begitu banyak warung kopi, Maka berikut ini adalah 5 warung kopi arabika yang asyik dijadikan tempat tongkrongan di Banda Aceh :

Warung kopi Arabika Kuta Alam

 Yang membuat warung kopi ini seru untuk ditongkrongin adalah tempatnya yang sejuk. Bagaimana tidak, warung kopi yang terletak di tengah kota Banda Aceh, tepatnya di seputaran Simpang Lima Banda Aceh, persis di samping gedung Persatuan Wartawan Indonesia cabang Aceh.

5 Warung Kopi Arabika Yang Asyik Di Banda Aceh
malam di warung kopi Kuta Alam
Sensasi menikmati kopi jenis arabika di bawah rimbunnya pohon mangga, berlantaikan tanah dan berbatu kerikil membuat suasana ngopi semakin unik. Hal tersebutlah yang membuat warung kopi Arabika kuta alam yang baru beroperasi di tahun 2015 ini menjadi tujuan setiap pecinta kopi di Banda Aceh. bukan hanya kopi gayo dengan kualitas premiumnya yang enak, akan tetapi hot chocolate-nya juga enak.

Alamat : T. Angkasah no. 6-7 Banda Aceh

Blang Padang Coffee Luwak Gayo Arabica

Lain Kuta Alam Kopi, lain pula Blang Padang Coffee Luwak Gayo Arabica. Kalau di kuta alam anda akan merasakan sensasi sejuk di bawah pepohonan. Maka di sini, anda akan diajak untuk menikmati kopi khas gayo di alam terbuka. Alias di bawah langit malam yang sejuk. Seru bukan?
 
Kopi Wine khas dari blang padang Kopi
Warung kopi Blang Padang ini mempunyai satu lagi menu kopi khas, Kopi Wine. Kopi gayo arabika beramora dan berasa anggur. Kopi yang di jemur dengan teknik khusus dan di drip dengan cara khusus ini menjadi salah satu menu kopi unik yang patut anda coba. Tenang, tidak ada kandungan alcohol di dalamnya. Dan harganya? Hanya 75 ribu rupiah saja.

Alamat : Jalan Imam Bonjol (samping pegadaian) Banda Aceh

Warung Kopi Rumoh Aceh

Malam di warung kopi arabika Rumoh Aceh ( foto by tommy)
Namanya sesuai dengan tempat. Rumoh Aceh, yang berarti rumah khas tradisional Aceh. yups. Warung kopi dengan desain rumoh Aceh ini menjadi salah satu pelopor cikal bakal berdirinya warung kopi arabika gayo di Banda Aceh.


Kopi luwak arabika gayo dan kopi gayo specialty menjadi andalannya. Tapi, yang paling (saya) di-rekomendasikan adalah coffee latte Arabica. Hmm.. lazis.. susunya pecah di mulut. Kopinya yang keras menjadi lembut. Sajiannya pas, tidak terlalu manis ataupun pahit. Uniknya lagi, menu makanan yang ditawarkan sebagai kudapan bersama kopi adalah kudapan khas Aceh. semisal Timphan.

mereka berbisik sedang menggugah aceh dari warung kopi aceh foto by Facebook
Ah, hampir saja lupa. Di sini, berlaku sebuah aturan tata krama khas Aceh. bila biasanya anda bisa berbicara bebas di warung kopi, maka di Rumoh Aceh, anda tidak di ijinkan menaikkan kaki di atas kursi, tertawa terbahak-bahak dan berkata kasar. Maka, dengan demikian, bisa dipastikan kalau tempat ini cocok sekali bagi anda yang merindukan ketenangan di warung kopi.
 Jalan Rawa Sakti V No. 122 B, Banda Aceh

Keude Kupie Aceh
 
5 Warung Kopi Arabika Yang Asyik Di Banda Aceh
Keude Kupie Aceh ( foto by Fendra)
Berawal dari hobinya duduk di warung kopi untuk menikmati kopi sembari lesehan bersama teman-temannya. Rahmat, sang pemilik Warung Keude Kupie Aceh (KKA) membangun warung kopinya. Desainnya mirip dengan desain warung kopi Rumoh Aceh, akan tetapi, di KKA anda dapat menikmati kopi sembari duduk di beranda atas rumah Aceh.

Tempatnya yang luas, free wifi, dan jauh dari kebisingan jalan raya. Kiri kanannya, masih ada beberapa areal persawahan. Nah, bukankah dengan demikin minum kopi semakin nyaman dan menarik? Terlebih lagi sajian sangernya.. wuidih…

Jl. Mon Kuta, Lambhuk, Ulee Kareng, Kota Banda Aceh

Keude Polem Kopi Arabika
 
5 Warung Kopi Arabika Yang Asyik Di Banda Aceh
Siang di warung kopi Polem arabika ( foto by hikayatbanda.com)


Ini dia tempat favorite saya dan keluarga. Kenapa? Selain kopi arabikanya terjamin kualitas. Di sini, ada sajian kopi favorite saya. Kopi Gayo Arabika “Weng” Telur. Jarang sekali menu kopi arabika bercampur telur saya temukan di Banda Aceh. Biasanya, hanya kopi robusta yang ada.

Nah, untuk mengakomodir kerinduan para pecinta kopi weng telur inilah Kedai Kopi Polem Banda Aceh menyediakan menu khusus. Rasanya? Laziss habis! Kuning telur ayam kampung yang di mixer dengan kopi menimbulkan sensasi yang sulit diungkapkan. Hebatnya lagi, tidak ada bau amis telur di setiap serupan kopi yang masuk ke mulut anda.  

Alamat : jalan Iskandar Muda, Lambhuk, Banda Aceh

Ya, ini hanya baru 5 tempat asyik untuk menikmati sajian kopi khas gayo di kota Banda Aceh, apakah masih ada tempat lainnya? Ada, Banyak! Saking banyaknya, sampai bingung menulisnya dari mana. Jadi, bila ke Banda Aceh, jangan lupa menikmati sajian kopi khas dari tanah gayo ya kawan.


Mengenal Batam dari Dananwahyu.com

$
0
0
Mengenal Batam dari Dananwahyu.com

Pertama kali main blog setahun lalu, saya mengenal seorang travel blogger kondang yang asal muasalnya sedikit ambigu. Dia cowok tulen, sedikit bulet, berkaca mata, status antara jomblo atau single masih di pertanyakan. Jargon yang di usung oleh abang ganteng ini adalah “Jinjing Hermes ke Singapura”. Alamak, bala apa yang diturunkan Tuhan kepada saya ketika melakukan blog walking sampai nyasar di blog yang diangkat dari namanya. Dananwahyu.com. simple, tidak ada kesan yang dipaksakan dalam setiap alur cerita yang ditulisnya. Paling tidak, itulah kesan pertamanya. Selanjutnya? Terserah anda yang ingin mengenalnya lebih jauh.

Pria sehat nan tambun ini, bernama asli Danan Wahyu Sumingrat. Sedikit janggal kah? Wajar. Saya juga demikian. Ini orang Sumatra atau orang jawa? Ternyata ia seorang pujakusuma, putra jawa kelahiran Sumatra. Lalu, apa sih yang membuat saya akhirnya tertarik untuk mengikuti setiap isi ceritanya? Tak lain dan tak bukan adalah karena ia menulis cerita tentang batam. Unik, dan selalu dari sisi berbeda. Lebih hebatnya lagi, ia dapat endorse hotel-hotel di Batam. (ntah iya, saya belum konfirmasi loh ya :D ) Hmm.. ini dia yang menjadi idaman saya. Jagoan di kandang sendiri. Lalu baru berlanglang buana ke kandang orang.

Mengenal Batam dari Dananwahyu.com

Darinya, saya sedikit belajar, bahwa, segala sesuatu itu akan indah bila tepat dinikmatinya. (apaan sih?) Maksudnya begini, saya selalu mengenal Batam dari mulut ke mulut. Tidak ada indah-indahnya. Tidak jauh berbeda dengan kabar tentang Banda Aceh atau Aceh diluaran sana. Semua yang dibicarakan dan di tulis itu selalu yang negatifnya. Batam, di kenal sebagai tempat bintang hidung belang. Batam, dikenal sebagai pusat menghalalkan segala cara. Lautnya tak cantik, banyak mafia dll. Lalu apa bedanya dengan Aceh? yang hanya dikenal dengan konservatifnya? Beda tempat, beda penanganan. Tapi, menjadi orang yang solutif itu perlu. Bukan begitu bang Danan?

Video abang Danan yang dirilis tahun 2014 lalu, sepintas kita bisa melihat keindahan lain dari Pulau Batam. Walaupun pulau yang menjadi pelabuhan bebas ini menjadi bulan-bulanan industry, tapi beberapa pulau di sekitarnya masih banyak yang cantik. Lautnya juga keren. Ada koral, ada tumbuhan hijau di pinggir lautnya. Ah, jadi pengen ke Batam euy. Apalagi bisa keliling Pulau dengan Helikopter..
Mengenal Batam dari Dananwahyu.com
Salah satu hotel mewah di Batam (foto by dananwahyu.com)

Semakin sering saya mengikuti blognya (Di sini alamat blognya), semakin tahulah saya, bahwa Batam itu memang punya sisi kerennya sendiri. Pulau yang dihuni pertama kalinya oleh suku melayu di tahun 231 masehi ini, ternyata tidak hanya menyimpan cerita negative untuk disampaikan kepada dunia. Batam, yang berevolusi sangat cepat ini, akhirnya pada tahun 2010 meluncurkan program Visit Batam 2010 - Experience it. Berhasil kah? Ternyata cukup berhasil sodara-sodara! Hotel-hotel kelas international banyak yang berdiri di tanah kota. Dan, lagi-lagi, bang Danan dapat merasakan sensasi klimaks akan kehadiran hotel-hotel keren ini. Di Aceh? hmm.. semoga. Doakan saja ya.

Posisinya yang sangat-sangat dekat dengan Singapura, membuat Batam begitu diuntungkan. Dan, lagi-lagi, yang paling diuntungkan dari kedekatan Batam dengan Singapura adalah bang Danan! Kenapa? Karena Ia bisa kesana kapanpun dia mau. Bukan hanya itu saja, Blogger yang kini memiliki 5.545 pengikut ini, pernah menulis sebuah cerita atau tips, bagaimana bisa jalan-jalan murah ke singapura dalam waktu kurang dari 24 jam. (sayangnya saya lupa postingannya yang mana). Tapi itu menjadi menarik. Dan, tahukah anda? Kalau cerita beliau itu akhirnya heboh di Banda Aceh?
Mengenal Batam dari Dananwahyu.com
Jembatan Barelang (foto by : indonesia.travel )
Banyak dari kami akhirnya ingin ke batam. Tentu saja ini Karena didukung oleh penerbangan direct flight dari Banda Aceh-Batam PP oleh maskapai singa. Harga tiket? Murah. Cuma 500.000an ribu. Bosan keliling batam, ngacir ke singapura deh sebentar sambil jinjing hermes dan foto sambil minum air pancoran yang keluar dari mulut singa. Selesai. Pulang. Tidur di hotel berbintang. Sepertinya menyenangkan. Apalagi bisa selfie ria  (jamaah selfieyah) di jembatan Barelang. Ah, terlalu banyak cerita tentang batam yang dituliskan oleh abang jawa lahir dan besar di pulau andalas ini. Mungkin, lain waktu, saya akan menceritakannya lagi (kalau kena julo-julo link ya.. hihi) 


[Syair Aceh] Syai'e Bungoeng

$
0
0
[Syair Aceh]  Syai'e Bungoeng
Hai bungoeng kapreh dilee
Bahgia ka troeh watee
Wahai bunga sabarlah dahulu
Bahagiamu sudah akan tibawaktunya

Hantom ta com bee
Cit ka meuhue salah
Tidak pernah tercium aroma
Sudah terlihat bahwa ada yang salah

Begitulah. Cerita demi cerita mengalir mengisi malam. Seringai dari seringai. Senandung demi senandung. Wahai teungku raja. Disini pemuda mengaliri jiwa dengan senandung syair. Dari ujung negeri.

Tentang cut putroe yang selalu menjadi dinda meutuwah. Dalam dinginnya salju. Dari sejuknya hembusan angin malam. Dengan lembutnya belaian sinar rembulan.

Wahee teungku raja
Lalee lalee geutanyoe lalee
Aneuk ka ditateh, umue ka tuha
Puteh ngen janggoet, kuneng ngen miseh
Wahai tuan Raja yang mulia
Lalai lalai kita masih saja lalai
Anak sudah besar, umur sudah menua
Putih dengan jenggot, kuning dengan kumis

Cut putroe memanggil Cudaraja dengan senandung. Bersyair mengiringi kesunyian malam. Sesaat lagi ramadhan. Bukankah demikian wahai cut Da?

Adak dihatee lon pula bungoeng
Hiasan taman keu hayeup mata
Lon harap bungoeng rayeuk beurejang
Lon dodo sayang lah sayang ngen ie mata
Andaikan dihati aku menyemai bunga
perhiasan taman penyejuk mata
Ku berharap bunga tumbuh mekar
ku timang sayangdengan air mata

Begitukah rasa yang dinamai cinta? Bersalut jilbab biru. Mendendangkan syair-syair berbait rindu. Dengan lantunan rapai. Dengan alunan seruling kale. Bergemerincing ulee ceumara dikepala. Terselip diantara jilbab dan melati. Sesekali harum semerbak jeumpa. Tersambut seulanga diujung jalan. Benar, sesaat lagi ramadhan wahai Cut intan boh hatee.

Rajutlah. Mimpi dan rindu. Bersatu mengalbu dari biru. Menjelma selendang dalam untaian benang senja. Lalu terbang perlahan dengan auarora dari langit utara. Tanyakan. Tanyakan kepada langit. Bahwa cerita ini memang begini. Langit dengan barisan warna. Pelangi dengan si penawar rasa. Adalah rindu itu menuntun hati menuju ke langit wahai Cut Putroe?




[Tulisan lawas, sisa-sisa dari blog multiply era tahun 2005 lalu]

Cagar Budaya Kota Tua Jakarta

$
0
0
Cagar Budaya Kota Tua Jakarta
Sumber Foto : wikipedia.org
Tidak sedikit orang yang berpikir mengunjungi Jakarta karena pusat perbelanjaannya yang begitu banyak dan megah. Semua tersedia dimanapun tentunya karena Jakarta terkenal dengan sebutan kota metropolitan. Selain itu untuk wisata hiburan tentunya Jakarta terkenal dengan Taman Impian Jaya Ancol, Kebun Binatang Ragunan, Taman Mini Indonesia, maupun lainnya. Tentunya Monumen Nasional atau yang dikenal dengan Monas tidak pernah terlewatkan karena Monas merupakan ikon dari Ibukota Jakarta. Namun tidak banyak orang yang terpikirkan untuk mengunjungi Museum Bank Mandiri. Salah satu museum yang dimiliki oleh Jakarta selain Museum Fatahillah, Museum Satria Mandala, maupun Museum Wayang dan lainnya.

Pada dasarnya Museum Bank Mandiri ini banyak sekali daya tariknya. Meski tak banyak orang mengenalnya, akan tetapi museum yang ada di Jalan Lapangan Stasiun No 1 ini merupakan cagar budaya Kota Tua Jakarta. Tepatnya posisinya berada di depan Stasiun Kereta Api Beos Kota. Tentunya untuk menuju ke museum ini terbilang sangat mudah. Lokasinya yang berada di pusat Kota Tua Jakarta memudahkan Anda untuk menuju museum ini dengan menggunakan kereta api maupun bus way Trans Jakarta. Selain itu posisinyajugacukupstrategis. Tidakjauhdari Museum Bank Mandiri terdapat beberapa hotel, tempat kuliner, maupun pusat perbelanjaan. Nah, bagi anda yang ingin kebetulan ingin mencari hotel anda bisa klikdisini

Sejarahnya, Museum Bank Mandiri merupakan museum perbankan yang pertama berdiri di Indonesia. Museum ini di resmikan pada tahun 1998an. Tidak hanya itu, yang lebih mengesankannya lagi, museum ini dibangun oleh tiga arsitek asal Belanda yang sangat professional dalam bidangnya saat itu. Yang mana awal pembangunannya dimulai pada tahun 1929. Yang mana sebelum dijadikan museum, tempat ini merupkan salah satu bank Belanda yang dikenal dengan Nederlandsche Handel Maatschappij atau yang sering disebut dengan de Factorij NHM.

Cagar Budaya Kota Tua Jakarta
Sumber foto : opusmang.com
Bersamaan dengan Bank Ekspor Impor Indonesia atau yang sering dikenal dengan Bank Exim pada tahun 1968, gedung bank ini dialihkan. Pengalihan gedung ini menjadi kantor pusat Bank Exim menjadikan adanya proses legal marger empat bank. Di mana Bank Exim bersama dengan Bank Dagang Negara, Bank Bumi Daya bersama Bank Pembangunan Indonesia. Dan pada tahun 1999 barulah menjadi Bank Mandiri.

Bangunan yang memiliki empat lantai ini juga memiliki luas kurang lebih 21.509 m2. Gedung museum yang berkonsep ala Art Deco ini masih dipertahankan keasliannya. Seperti halnya jendela, ubin lantai, dan juga pintunya. Jika Anda lihat, museum ini sangat terawatt tidak hanya tampak luarnya saja, namun juga dalam museum ini begitu dijaga keasliannya dan kebersihannya. Tidak ada alasan lagi bukan untuk tidak menikmati daya tarik museum ini.

Anda juga pastinya akan menemukan sebuah ruang bawah tanah. Ruang ini merupakan tempat berbagai macam brankas penyimpanan uang, batang emas, surat berharga, maupun safe deposit box. Terlihat sekali bahwa pada masa itu bank NHM tidak pernah kebobolan karena adanya penjagaan yang begitu ketat. Tidak hanya itu, di lantai bawah tanah ini Anda juga akan merasakan nuansa Jakarta pada saat pemerintahan Belanda yang mana Anda akan disuguhkan pemandangan miniatur Kota Jakarta, sepeda onthel pada masa itu, bahkan jam besar yang sangat kuno dan antik.

Setelah Anda melihat lantai bawah tanah, selanjutnya Anda dapat menikmati lantai dasar. Di lantai ini Anda akan disambut dengan suasana ruang kasir Cina maupun operasional bank pada zaman itu. Yang mana dilengkapi dengan patung manekin untuk lebih menghidupkan suasana bank pada masa pemerintahan Belanda. Jangan heran jika pada saat itu kegiatan perbankan memang didominasi oleh warga keturunan Cina dan Belanda yang mana hal tersebut merupakan aturan dari pemerintahan Belanda. Selain Kasir Cina, Anda juga dapat menikmati pemandangan mesin hitung yang antic, alat tulis, surat deposito, ATM, buku kas besar, maupun benda-benda perbankan dari setiap masa.

Cagar Budaya Kota Tua Jakarta
Sumber foto : ciputranews.com
Anda mungkin heran karena gedung ini memiliki lift yang sudah menggunakan mesin lift modern.  Di sini ada dua jenis lift. Yang mana lift satunya untuk mengangkut pengunjung sedangkan yang lain untuk pengangkutan uang atau barang. Namun ketika Anda menaiki tangga menuju lanta iatas, Anda akan terkagum-kagum melihat indahnya interior gedung hanya dengan melihat kaca mozaik. Yang mana mozaik ini menampilkan empat musim yang dimiliki wilayah Belanda Eropa dan juga terdapat tokoh nahkoda Belanda yaitu Cornelis de Houtman. Selain itu Anda juga dapat melihat ruang redaksi dan ruang rapat yang cukup luas dan terawat serta sangat bersih. Dan saat ini lantai atas ini dijadikan sebagai tempat penyimpanan property Bank Mandiri dan juga dijadikan suatu ruangan untuk art center.

Sudah jelas bukan bahwa tempat ini merupakan salah satu tempat yang bersejarah yang mana dapat mendidik bagi orang dewasa maupun anak-anak. Agar setiap pengunjung juga berupaya untuk melestarikan cagar budaya yang dimiliki Negara Indonesia. Dan tentunya Anda tidak perlu khawatir karena fasilitas di sini cukup lengkap mulai dari mushola, toilet di setiap lantai, kantin, perpustakaan, maupun toko cinderamata tersedia di sini. Semoga Anda menikmati waktu Anda di Jakarta dengan menyempatkan mengunjungi Museum Bank Mandirisebagai salah satu cagar budaya Kota Tua Jakarta.

Mengejar "Mantan" di Jakarta

$
0
0
Tapi kalau kau sampai menikah, kau tak akan pernah lupa bahwa mobil sudah di gerbang! Kami datang untuk membawamu pada Rancho. Tapi hanya karena takut pada orang-orang kau menikahi keledai ini, Phia
Penggalan percakapan Film 3 Idiot ini terus menerus terngiang di telinga. Rashtogi, salah satu pemeran pria dalam film tersebut berusaha menyakinkan seorang wanita, bernama Phia untuk berani melangkah. Mengambil sebuah keputusan besar agar tidak kecewa dikemudian harinya.

Untung tak dapat di raih tanpa usaha yang maksimal. Bahkan ketika kita berpikir bahwa semuanya sudah selesai. Pagi masih terlalu pagi untuk saya menyesali keadaan kenapa semalaman harus padam listrik. Listrik mati, berarti anak-anak akan rewel sepanjang malam. Mereka rewel, artinya saya dan istri harus kerja ekstra di malam hari. Sampai menjelang shubuh listrik di kota Madani ini masih saja belum nyala. Angin tak bertiup malam itu. Seolah merestui kemalangan yang sedang berlaku.

“Bang, bangun, Abang telat!” baru saja mata terpejam untuk mengusir lelah. Tiba-tiba istri berteriak dengan panik sembari mengoyang tubuh saya dengan hebat. Ia terus menerus menunjuk jam dinding. Celaka dua belas! Pukul enam kurang lima menit! Shubuh lewat, dan bukan hanya subuh yang lewat. Pesawat singa merah pun sudah terbang menuju kota medan. Saya ketinggalan pesawat pagi itu, kawan!

Menggerutu tidak bisa menyelesaikan masalah. Keadaan sudah terlanjur basah dan harus mandi wajib di pagi buta. Sesekali saya termenung, merenungi nasib yang seolah begitu kacau. Tiket sudah ditangan, kontrak kerja sudah di cetak. Tinggal bangun pagi saja susah? Pemalas! Batin saya terus menggerutu tak jelas. Anak-anak sampai bangun hanya karena saya yang terus menerus menggerutu.

Mandilah dulu, terus kita ke Bandara sekarang. Nanti kita bahas di sana. Pokoknya jalan dulu ke bandara” Di usapnya pipi ini dengan lembut. Istri saya mencoba menguatkan diri ini. Ah, iya, kenapa tidak di coba. Mandi junub, lalu bergegas ke bandara.

Keadaan semakin tidak terkendali. Motor tua ini bertingkah sejadi-jadinya. Bermogok-mogok ria di tengah jalan yang sekiri-kanannya adalah persawahan. Cari bensin di mana? Sarapan belum. Secangkir teh pun, belum terserap di lidah. Istri masih setia menemani. Terus menerus dia mencoba menenangkan pria lebay yang ngomel-ngomel tak jelas itu. Seperti tak tahu diri.
****  
Kaki sudah di bandara Sultan Iskandar Muda, telephone sudah berdering, tempat di ujung sana sudah disiapkan. Apa hanya karena hangus tiket berangkat maka semuanya harus dihentikan di sini?! Tidak! Biarkan orang berkata saya kerja tak jelas. Biarkan saya tak disenangi oleh mertua karena kerja “cula caloe”. Saya tetap berangkat. Apapun caranya. Mereka itu kan tidak tahu cobaan dompet ketika harus bertanding dengan mahalnya harga popok bayi dan naiknya harga susu formula?

“Rid, tolong tiket ke Jakarta jam sepuluh pagi hari ini juga ya? Insya Allah duitnya nanti saya bayar kalau sudah di Jakarta. Please” saya berusaha mengakhiri drama perjalanan kembali ke Jakarta dengan sebuah sms singkat ke seorang teman lama, istri hanya mengangguk tanda setuju. Dan itu artinya, kami harus memeras isi celengan yang berisi duit sisa untuk melewatkan pertaruhan hidup di bulan April.

Film 3 pemuda yang dianggap idiot di sebuah kampus di negeri Hindustan yang telah saya tonton puluhan kali itu, berhasil membuat saya menjadi seorang yang nekat. Yups, akhirnya saya tetap berangkat jam 10 pagi, sampai di Jakarta pukul 2 siang. Sedangkan acara sudah mulai sejak pukul satu siang. Drama berakhir! Saya terbang dan berhasil sampai Jakarta lengkap dengan delay dan kebut-kebutan di jalan tol sampai ke seputaran gajah mada.

Gelisah yang tak menentu akhirnya sirna. Senyum-senyum mengembang, ketika saya akhirnya berhasil bertemu dengan 4 orang blogger keren. Sebuah rasa senang yang tak terkira. Daeng Ipul, Mbak Dewi Rika,Bang Idep dari Lombok, dan kang Unggul Sugena. Singkatnya waktu pertemuan hanya menyisakan sedikit cerita. Tapi, saya senang, apalagi ketika pihak www.ezytravel.co.idmemberikan sebungkus makan siang, sekotak kue, dan beberapa air mineral kemasan. Rasanya, seperti bertemu oase di tengah padang pasir. Bagaimana tidak, makan pagi di niatkan dalam makan siang di pukul empat sore.


Tadinya, saya berharap bisa bertemu mbak Cindy (ceritanya di sini), sayang, dia sedang cuti. Mbak Iona yang berambut ungu pun sudah tak ada lagi di gedung dwidaya tour. Ternyata, ia, sudah resign beberapa bulan sebelum saya ke Jakarta. Ah…

Paling tidak, Jakarta, I’m Back!
Senang bisa kembali bertemu dengan pihak ezytravel




Viewing all 268 articles
Browse latest View live