Quantcast
Channel: FROM ACEH WITH LOVE
Viewing all 268 articles
Browse latest View live

Makan Siang Gratis bareng Ezytravel.co.id

$
0
0
“Aceh punya potensi untuk di kembangkan dalam dunia travelling, dan yang paling penting, Aceh punya blogger!” jawab mas Yudhie mantap sekaligus memupuskan harapanku akan jawaban dari mbak Cindie.


Tidak ada yang lebih susah dari pada menolak sebuah ajakan makan siang gratis. Apalagi, makan siang gratis di sebuah hotel “baru” di Banda Aceh. Mungkin, bagi kawan-kawan yang berasal dari kota besar, makan siang di hotel terbilang sebuah hal yang biasa. Akan tetapi, di Banda Aceh? Ini adalah sebuah fenomena yang langka dan menarik. Terutama bagiku yang anak kampong ini.

Berawal dari sebuah keisenganku mendaftarkan diri sebuah web yang aku sendiri tidak mengerti itu apa. Berbilang bulan kemudian, tiba-tiba sebuah invitation masuk via email. Dari Ezytravel.co.id. subjeck-nya, Meeting Up bersama Ezytravel. Apa pula ini? Salah kirim email kali ya. Klik..

Terus terang, terang terus, aku tidak begitu familiar dengan dunia maya, terlebih lagi ketika luna maya berubah haluan cintanya #garing. Ezytravel? Jangan-jangan ini MLM yang menawarkan perusahaan travel seperti yang muncul saban pagi di salah satu stasiun tv milik mantan Menteri yang suka foto ama boneka teddy.

Berlayarlah aku ke dunia maya. Didepan laptop sewaan ini, aku dapati bahwa ezytravel mirip dengan salah satu web OTA (online travel agent) yang baru-baru ini heboh dikalangan para blogger di Indonesia. Terus? Apa ezytravel mau bagi-bagi duit juga? Atau tiket? Atau? Makan siang? Ah semuanya ok. Tidak ada salahnya mengenalnya lebih dekat kan?


****
Dear, yudi, Sampai ketemu di Sei hotel, 6 Juni 2015 pukul 11.00 wib, Meniti tapak Ke Bumi Serambi Mekkah.  Diharapkan datang tepat waktu ya kawan-kawan blogger Aceh.

Salam, Yudhie
****

Wah wah wah.. ini sebuah email yang aneh. Mengajak ketemuan tapi pakai namaku. Ah, mungkin memang nama koordinatornya yudhie juga kali. Biarlah rasa penasaran ini aku simpan pada ketemuan nanti. Pucuk di ulam, cintapun tiba. Hari itu datang.  Tiga anggota team dari ezytravel mengenalkan diri. Mas Yudhie, Mbak Cindie ( ini cewek cakep, sumpah!#digorokbini), dan Mas eko dari Biztravel

Satu persatu, mereka mengenalkan diri. Aku masih bingung sendiri. Itu layar sebesar lemari masih belum memutar slide apapun. Kecuali gambar masjid raya dari samping kiri. satu-satu kupandangi peserta yang hadir. Lagi-lagi, penyakit acehnya kumat. Jam Karet. Janji jam 11 pagi tapi sampainya jam 12 siang. Fyuuh..

source : hellonusantara

Penjelasan di mulai dari mbak Cindie, si mbak cewek dengan rambut lurus ini berhasil membuat saya tak berkedip. Karena jasanya lah, akhirnya saya paham kalau ternyata ezytravel itu adalah

EZYTRAVEL.CO.ID - Didirikan pada tanggal 23 September 2011, dibawah PT. Dwidaya Indo Exchange adalah situs Online Travel Agent (OTA) bagi siapa saja yang ingin mencari dan memesan tiket pesawat, hotel, paket wisata dan kapal pesiar dengan harga termurah.

Di Ezytravel, kami percaya travelling dapat memperkaya perjalanan hidup kita dan membuat kita menjadi manusia yang lebih baik.
Eric Tjetjep - CEO PT Dwidaya Indo Exchange

dapat Muq cantik dari mbak Cindie :D
Di lanjut sama mas Eko yang juga menjelaskan kalau sekarang, menjual tiket pesawat dan travel itu mudah. Bisa dari kamar mandi ataupun dari kamar tidur. Cukup menyediakan internet dan modal awal yang terbilang cukup murah. Tentu saja setelah aku membandingkan dengan beberapa produk serupa. Keren, Aku tertarik untuk membelinya, dan tentu saja, otakku yang isinya bisnis, bisnis, serta bisnis ini mulai berputar kencang. Berbarengan dengan deru mesin dalam perut yang di putar oleh para cacing. Perpaduan tersebut menghasilkan sebuah tanda Tanya, Mas, makan siangnya kapan? Aku mengacungkan tangah dan para peserta yang lain menatapku dengan nanar.

Makan siang pun tiba!

makan Siangpun tiba, saat mereka sedang sibuk dengan nasinya, saya sudah selesai :D




Ya, kalian bisa menebak, siapa yang duluan ambil piring lalu mulai menyantap nasi. Aku!
Di meja makan, aku mencoba menanyakan sesuatu, kenapa harus Aceh? Kenapa Aceh di lirik oleh ezytravel.co.id untuk menjadi salah satu partnernya? Sambil ngelirik ke mbak cindie dan berharap dia yang menjawabnya.

“Aceh punya potensi untuk di kembangkan dalam dunia travelling, dan yang paling penting, Aceh punya blogger!” jawab mas Yudhie mantap sekaligus memupuskan harapanku akan jawaban dari mbak Cindie.

mbak cindie lagi ngasih penjelasan #__@
Mendengar kata-kata Aceh punya blogger, berarti aku masuk dalam salah satu dari sekian banyak blogger keren di Aceh. Ini sebenarnya antara naas atau harus berbangga. Aku bingung. Peserta yang hadir ataupun yang di wakili itu rata-rata blogger hebat pada bidangnya masing-masing. Aku? Cuma pemula yang beranak dua dan lebih sering di sebut “ayah panggilan karena suka menerima job sana-sini alias freelance.

Tapi, apapun ceritanya, ezytravel berhasil membuatku harus memecut diri. Berusaha lebih giat lagi. Bercerita lebih banyak lagi tentang Aceh dan Aceh! Semangat!! Deadline akan menumpuk seperti jerami! terima kasih Pinguin Orange Sitimur (Si Tiket Murah)


Singkat cerita, sebagai seorang yang pernah kuliah di salah satu kampus bisnis di Jakarta. Tentunya, aku ingin sekali membahas mengenai web ini lebih lanjut. Tapi, jemariku sudah lelah. Mata sudah perih, bagian punggung sudah minta di urut.

Jadi begini, ada 3 kelebihan dari ezytravel.co.id yaitu :

  • Harga Termurah Dari Yang Lain


Bandingkan harga tiket pada hasil pencarian di Ezytravel dengan penjual tiket lainnya. Kalau bisa menemukan harga tiket pesawat yang lebih murah, Ezytravel akan berikan harga yang sama dengan harga terendah yang Anda temukan plus voucher sebesar Rp. 100.000 untuk pembelian selanjutnya.


  • Tiket Resmi Langsung Dikirim

Ezytravel telah menggunakan teknologi Automatic Issued Ticket, begitu Anda melakukan pembayaran, sistem kami akan mendeteksi pembayaran secara otomatis kemudian langsung mengirimkan Tiket Elektronik (eTicket) ke alamat email Anda.




  • Harga Jujur Tanpa Jebakan
Harga yang tertera di hasil pencarian tidak akan bertambah sampai proses pemesanan selesai. Semua biaya transaksi pembayaran ditanggung sepenuhnya oleh Ezytravel

Terus? Ah udah, capek. Klik aja sendiri di www.ezytravel.co.id dan sampai jumpa di BandaAceh ya!
 
Aku bagaikan orang yang nyasar di sebuah kelas akselerasi 

Abel berhasil mendapatkan sebuah Mug cantik dari ezytravel




Lezatnya Gulai Kambing Khas Aceh Sangat Berbeda, Apa Rahasianya?

$
0
0
Tugu Aceh daerah Modal ( by Barry Kusuma)

Terawih baru saja selesai, beberapa pemuda masih saja mengalunkan ayat-ayat suci melalui pengeras suara di Meunasah dan Masjid. Mobil yang saya kenderai masih terus memacu kencang menuju sebuah kawasan yang terbilang masih di seputaran kota Banda Aceh. Ulee Kareng. 

Malam itu, saya ada undangan kenduri makan malam dalam rangka meresmikan salah satu rumah makan Khas Aceh. Sepintas tidak ada yang istimewa. Setelah 10 menit berkendara, sampailah di tempat yang di maksud. Alih-alih syukuran peresmian rumah makan baru, ini malah acara yang dilakukan  di sebuah kebun Lembu (Sapi) kosong. Beberapa anak muda sibuk dengan kerjaannya masing-masing. Ada yang menyiangi kambing, ada yang menyiapkan tungku masak, ada yang memotong nangka muda. Boom! Sejurus kemudian semuanya selesai. Berpadu dalam adukan mesra sang koki di atas sebuah belanga hitam besar. 

Beberapa saat kemudian, dia berhenti melenggang. Sekonyong-konyong dia lari kedalam pondok Lembu di dekatnya. Dan, kembali lagi ke belanga hitam legamnya dengan sebuah kantong plastic di tangan kanannya. 

“ka rap tuho ulon tuan, nyoe nyang peuget mangat ka rap hana teu boh” 
(hampir saja lupa saya, ini yang bikin enak hampir saja tidak dimasukkan)

Saya bingung. Apaan?

Baru saja masak, dan siap di santap (dok pribadi)
Dalam semburat cahaya lampu penerang yang remang-remang, berbalut dengan embun malam yang mulai membuat diri menggigil. Isi bungkusan itu berwarna hijau lumut, seperti tepung. Dengan cukup cekatan, di chef langsung menaburnya keseluruh isi belanga. Di aduknya lagi, lagi, dan lagi. 

Sekarang, semuanya sudah lengkap! Air di masukkan, dan api mulai dinyalakan. Dia masih mengaduknya perlahan. Jaga-jaga, jangan sampai dagingnya hancur dan bumbunya “pecah”. Selama kurang lebih satu jam. Masakan khas Aceh Besar ini jadi sempurna. 

Aroma khas timur tengah berpadu Hindustan menyeruak seisi kebun. Semua yang datang, kini antri di pinggir belanga hitam dan panas itu. Sembari membawa piring kosong. Satu persatu mereka di bagikan. 

“bang, yang tadi itu apa?” Tanya saya pada chefnya. Seketika itu juga, beberapa pemuda yang masih ngantri dan chef tertawa sampai terbahak-bahak. Beberapa ada yang menyeringai. 

“nyan keuh bakong Aceh (itulah yang namanya tembakau Aceh). Rugi aja kamu jadi orang Aceh, tapi itu tidak kamu kenali. Sudah, makan saja dulu. Tapi jangan sampai terlalu banyak ya? Bisa tidak bangun nanti sahur” jawabnya dengan terus membagikan kuah untuk tetamu yang hadir malam itu.

Saya tersenyum. Seumur hidup, baru kali ini saya menyaksikan langsung proses pemasakan Gulai kambing Aceh lengkap dengan bumbu rahasianya. Ternyata, itu bukan hanya mitos, melainkan memang pada kenyataannya begitu. 

Tadinya, saya mengira, bahwa gulai kambing pakai ganja itu hanya obrolan para koki yang tersebar di seluruh kota Banda Aceh dan Aceh besar. Ternyata, malam itu tempat 3 tahun lalu, di sebuah kawasan di seputaran kota Banda Aceh, saya masih bisa menyaksikan sebuah “ceremony” khas Aceh dengan bumbu khasnya pula.

Ada rasa gembira, ketika mengetahui budaya ini masih ada yang mempertahankan. Walaupun dengan cara sembunyi-sembunyi. Mengingat ganja kini bukan barang yang halal di negeri ini. Dan, tidak semua orang bisa menakar ganja yang pas untuk di masak. Kalau kelebihan, bisa fatal akibatnya. Kalau kekurangan, maka masakan tersebut akan menjadi berantakan. Begitulah, perjalanan kembali pulang membuat saya sedikit ngantuk. Perut ini kenyang, kepala ini sedikit lelah, dan mata ini mulai berat. Ah, nikmatnya… 

Ehem… jadi pertanyaannya sekarang, bila ada yang ingin menikmatinya, dimana ya kira-kira tempatnya? Nah! Ini masih menjadi teka-teki sampai hari ini. Bila sudah siang menjelang, warung-warung rumah makan khas Aceh besar yang menyajikan gulai ini, akan bungkam seribu bahasa. Tidak ada yang tahu persis, warung mana yang menggunakan ganja, warung mana yang tidak. 

Lalu, bagaimana kita bisa tahu, kalau warung itu pakai ganja atau tidak? Mudah saja, makan saja sampai tiga porsi. Ini pun kalau anda kuat. Setelah itu, tunggulah beberapa saat. Bila rasa kantuk datang menyerang dengan seketika dan terasa begitu kuat, menurut mitos yang beredar, itulah warung yang menggunakan biji ganja dalam campuran gulai kambingnya. Katanya…

Terus, terus, kalau tempat makan gulai kambing yang di rekomendasikan untuk di nikmati bisa di Banda Aceh itu di masa saja? Ah, ada banyak tempat yang-menurut pengalaman saya- yang enak untuk dinikmati. Bilang saja, rumah makan Hasan yang terletak di seputaran jalan Batoh, terus ada rumah makan Awak Awai di seputaran jalan Gedung social, dan terakhir, rumah makan yang terletak di samping jembatan cot Iri desa Ulee Kareng. Atau, bila ingin sedikit jauh dari kota Banda Aceh, rumah makan pak Amad di jalan Banda Aceh – Medan tepatnya di desa Samahani Aceh besar bisa menjadi pilihan.

Tidak ingin jauh? Tenang, di belakang masjid raya Baiturrahman juga ada. Enak kah? Wah itu tergantung selera. He he he…

Oh iya, satu lagi, ka rap tuwoe(hampir lupa), Waktu yang cocok untuk berburu gulai kambing Aceh ini, di sarankan pada hari jumat. Bukan, bukan maksud hati ingin mengajak anda menjadi murtad  dan kaplatdengan tidak melaksanakan shalat jumat. Melainkan, ketika hari jumat, gulai yang satu ini akan terasa lebih enak. Saya sendiri juga bingung kenapa bisa begitu. Entah mungkin karena ganjanya lebih enak (ini ngarang, sumpah he he) , ataukah karena hari jumat menjadi hari yang special bagi orang-orang Aceh. Sehingga kecenderungannya sebagian besar orang Aceh merayakannya dengan makan makanan yang enak.

Yang jelas, sehabis shalat jumat, gulai ini menjadi primadona bagi abang-abang yang baru saja pulang dari masjid. Terlambat sedikit saja, wuss… gulai habis tak bersisa! Jadi, jangan sampai terlambat ya kawan?!


Rumah Makan Awak Awai Di jalan T.Chik Ditiro Banda Aceh

warung makan menjelang shalat jumat, sibuk!

kira-kira 5o ribu itu ya segini


tapi walaupun terkesan sedikit, bisa puas-puasin makan sampai mabok :D

Ket : foto dokumentasi pribadi di ambil ketika hari jumat ^_^
Banda Aceh, 21 Juni 2015, YR

Aceh Tengah Suatu Ketika...

$
0
0



Danau Lut Tawar, Aceh tengah

Magrib mulai menggelayapi malam dipunggung Seulawah. Awan-awan jingga sudah memudar. Bergantikan kepakan sayap kelewar yang memutari puncak-puncak bukit. Sesekali, dia berdiam di sebuah pucuk pohon pinus. Sesekali dia terbang tanpa arah.
Malam tidak gelap kala itu, purnama yang membiru menemani perjalananku yang tak menentu. Deru mesin jeep mulai mengaung, memecah kesunyian di puncak seulawah. Kabut memutih mulai bergelayut di ranting-ranting pokok cemara. Persis seperti penunggu yang mematung sembari terus mengawasi setiap pengendara yang berlalu lalang. Bergidik bulu romaku dibuat olehnya.

Jalan aspal mulai gembung-gembung. Layaknya bisul pada tubuh busukku. Mobil jeep mulai kehabisan cara, tangki mulai bocor, tapi malam semakin gelap dan dingin. Sesekali, lolongan anjing hutan bersahut-sahutan. Seperti sebuah panggilan kematian yang turun dari puncak gunung yang beku.

Kelimpungan di tengah kabut dan malam yang dingin bukanlah sebuah mimpi dalam sebuah perjalanan yang indah. Tapi? Cinta ini harus ku labuhkan. Hasrat ini harus di sandarkan. Di sebuah tempat dalam bentangan alam gayo. Kalau begitu, biarlah malam ini aku bermalam di kakinya. Menarik selimut kabutnya. Sembari mencoba terlelap dalam pekatnya malam. Mobil rongsokan ini sudah mati total. Hanya bisa menunggu pagi untuk kembali menata persneling dan dapur pacunya. Aku terlalu lelah. Lelah menata hati, dan lelah bermandikan sinar purnama malam itu.

Diaroma malam, lolongan anjing gila, celetukan monyet-monyet bandot, yang berusaha memperkosa wanita tetangganya, membuat isi kepala ini berputar seratus delapan puluh derajat. Aku kini kembali harus menelan kecewa. Hanya sebuah buku diary yang entah dari mana yang hanya mengisahkan sebuah kematian yang pilu.

Dulu, beberapa tahun yang entah kapan, aku pernah bertarung mengeluti kematian dan cinta secara bersamaan. Tapi kini, sepertinya takengon menggetarkan kembali cerita lama itu. Jungkir balik aku mencoba mencernanya. Sekonyong-konyong kecantikan punggung Danau Lut Tawar mencoba memadamkan api cemburu. Padahal, tak ada kekasihku di sana. Kekasihku, ada di pinggir laut yang berpasir putih. Bermandikan cahaya mentari yang hangat. Bukan daerah dingin seperti ini.

Tapi, inilah cerita lain dari sebuah titik kehidupan. Malam, danau, dan cinta.

Perjalanan berlanjut. Badanku kini penuh oli mesin. Tubuhku kini berbau bensin. Sulut saja pakai rokok Marlboro. Pasti aku akan muntaz terbakar. Jalanan mulai ramai, Dari simpang Bireuen, aku putar haluan ke kiri. Menyusuri jalanan aspal mix yang mulus. Menyusuri lembah-lembah kesombongan anak manusia. Kebun sawit. Jalan terus mengular. Berkelok sesuka hatinya. Sesekali, tebing tua dan jalan aspal rusak menemani. Ah, aku pikir wajar saja. Jalan ini setua penjajahan di atas negeri ini.

Delapan jam perjalanan. Menjadi sebuah perjuangan tanpa henti demi sedikit rindu dan asa. Mengantarkan sebuah kesemberautan dalam lingkar kepala. Aku bingung, menjewantahkannya bagaimana lagi. Biarlah, cerita ini ku sudahi sampai disini.

Karena takengon, selalu mempunyai tempat sendiri dalam cerita cintaku. Mungkin, tahun-tahun yang bergulung, akan kembali mengantarkanku bersanding dalam kesunyian malam, desiran cinta, dan panggilan kematian…


Dedicated to : seorang teman yang kini telah menikmati kensuyian di sebuah tempat yang tak seorangpun tahu. I`m gonna miss u Na . Setengah mati aku menulis sepertimu, setengah mati pula aku kelimpungan. Padahal, aku ingin sekali meniru caramu bertutur. tapi, kau pergi begitu cepat. Baiklah.. aku coba mengerti. bahwa sebenarnya, inilah yang kau cari kan?  http://sarinahyamin.blogspot.com/










Galau Aku di buat oleh Ezytravel.co.id

$
0
0
foto punya Ismi Laila W


Cinta sebelah mata bisa meningkatkan kapasitas otak. Begitulah kata bang Andrea. Tadinya hal itu sulit Aku pahami. Karena sastra gaya melayunya itu, tak jarang membuatku bingung. Tapi, kini semua terbukti dengan sendirinya. Finally, aku mengerti.  Mengapa, dalam waktu tak sampai sehari, kapasitas otakku meningkat tajam. Setajam silet yang berhasil menggerus semua bulu yang tak berdosa di bagian bawah lenganku. Ternyata, aku terkena sindrom cinta sebelah mata!

Menurut bang Arham, hidup yang paling indah itu, adalah hidup seperti bulu ketiak. Walaupun bau, pengap, terjepit, sempit, dan tak layak. Dia tetap tumbuh dengan suburnya. Begitulah kehidupan ini. Peri, sulit, muak, tapi semuanya harus di nikmati. Lalu bagaimana dengan rasa yang tak pernah di pandang oleh seseorang? Bagaimana juga dengan rindu yang tergulung selama 5 tahun belakang?

Ternyata, prinsip hidup bagaikan bulu ketiak membuahkan hasil. Sebenarnya, hampir-hampir Aku mengeluhkan keadaan yang terjadi kini. Seribu suara mencoba menggalaukan hati. Tapi, Aku berusaha sekuat tenaga untuk tidak mengindahkan bunyi distorsi gelombang suara yang datang. Menguinglah semau kalian! Aku tetap pada jalanku! 

Aku  ini sudah rindu Jakarta. Aku ingin bertemu dengan “kawan” baru nun jauh di pulau Jawa sana. Aku rindu kemacetan yang menggila di kota itu. Jakarta, Aku merindui segala kegilaanmu. Kata Insyafi, sebuah seni yang hebat adalah ketika menikmati kepedihan hidup dengan tertawa dan menganggapnya sebagai sebuah seni yang indah. (lama-lama Aku gila jadinya,  karena buku Ayah bang Andrea)

Pucuk di cinta, ulam pun tiba. Ketika semua rasa itu berbaur menjadi sebuah rindu yang tak terbendung. Seketika, sesaat setelah adzan magrib mendengungkan suaranya di seluruh langit kota Banda, dering nada Whatsapp terus berdenting. Menganggu pilu yang bergelayut di dasar hati. Apa pula ini! Bikin kaco aja!

(HelloNusantara) Bismillah, bersama ini, Ezytravel.co.id mengundang seluruh teman-teman blogger Nusantara untuk datang ke acara silahturahim dan workshop penulisan oleh wartawan Senior Kompas serta Acara Buka Bersama pada tanggal 30 Juni 2015.

… seperti yang sudah di sepekati oleh CEO Ezytravel.co.id maka kami memilih 2-3 Blogger dari masing-masing Hello untuk terbang ke Jakarta dan menginap di hotel di Jakarta.
Hellobogor.com : Harris maulana, Adi purwanto
HelloSemarang.com : Dewi Rieka, Sriyono Suke, hyuude
HelloLombokku.com : Eliyan Umamy, Eka Fitriani
HelloMakassar.com : Daeng Ipul, Daeng Made
HelloPalembang.com : Nike Andaru, Suzan
HelloAcehku.com : Yudi Randa, Ismi Laila

coba klik, dan lihatlah lebih dekat
He?! apa itu benar? Namaku bersanding dengan sebelasan nama lainnya. Tuhan ternyata masih menghitung. Menghitung seberapa besar rindu itu di dalam jantung ini. Lalu, ketika Tuhan mengkalkulasinya, maka Tuhan menggerakkan tangan ajaibnya untuk membawaku kembali ke kota hebat itu. (Alhamdulillah)

Ezytravel ternyata tak hanya berhasil mengagetkanku di awal bulan lalu, kini dia datang lagi. Kali ini, dia kembali menggalaukan hatiku. Aku ini apalah, hanya seorang “Ayah Panggilan” yang tak pernah kuasa menolak panggilan-panggilan cinta dari nada dering telephone ataupun dentingan email.  (cerita di panggil oleh Ezy pertama kali ada disini )

Jakarta, Aku datang…

Mbak, Aku datang…

Hari yang di nanti tiba. Aku menderita beser. Sepuluh menit sekali Aku ke kamar mandi. Padahal, pesawat yang akan mengangkutku di pagi buta belum juga kelihatan. Entahlah, mungkin Aku grogi. Ataupun Aku galau. Mbak cantik yang berambut lurus dengan wajah oriental sesuku dengan Jackie chan itu, pasti ada disana. Ya, pasti mbak Cindy hadir. Ah.. berdesir Aku dibuat oleh Ezytravel ini.

Adzan subuh belum berkumandang. Surau-surau masih terlelap. Lengkingan sirene dari masjid raya Baiturrahman pun belum ada. Hanya dengungan suara mobil ayahku yang bergemuruh. Memecah kebuntuan sunyi pagi buta kota banda aceh. Cepat yah, nanti anakmu ini terlambat!

****

suasana sesaat setelah acara mulai di jakarta cafe
Aku mungkin seperti keledai yang hendak menjadi kuda. Bagaimana tidak, sesampai disana. Saat menghadiri workshop yang di isi oleh mbak Elok Dyah. Mata ku hanya memandangi sekeliling. Dimana mbakku itu berada. Sesekali melintas seorang gadis imut yang berambut ungu. Iya, ungu. Bukan pirang, apalagi cola. Terlihat contras di tengah ruangan yang sudah penuh sesak ini. Namanya Mbak Iona. Salah satu karyawan di Ezytravel.co.id

Ruangan yang terbilang sedikit kecil itu semakin sesak. Sesaat setelah akhirnya berdirilah ia, tepat di hadapanku. Terperangah Aku di buatnya. Tangan-tanganku bergerak seperti kesetanan dengan mengusap-ngusap meja yang sedari tadi masih kosong. Sesekali, jemari yang kaku ini mematah-matahi dirinya. Mungkin, dia berharap agar dapat bersalaman dengan Mbak Cindy. Alamak, tak tahu diri pula si ayah panggilan ini. Anakmu di rumah, istrimu sedang sakit kaki. Kau malah cari perhatian dari wanita lain. Ah kapan lagi? Ini Jakarta bung! (dikebiri ama bini!)

Hai mas yud.. apakabarnya? Sapaan lembut itu mengalir sembari sebuah tangan menjulur ke arahku. Alamak… pingsan hatiku di buat olehnya. Mbak Cindy menyapaku. Tapi, kali ini bersamaan dengan mbak Iona! Apa dayaku. Hanya bisa terpaku lalu menyerahkan tanganku untuk di salami oleh mereka satu persatu. #mimisan

Terbang rasanya diri ini. Dalam hati, Aku mengutuki diri terus menerus. Dasar Ayah tak punya Otak! Ke Jakarta itu dalam rangka tugas bukannya malah mencari jati diri yang hilang! Istri dan anakmu di Aceh sana, menunggui dirimu pulang! Aku ini masih lelaki normal kan? (alesan!!)

Sekali lagi, apa dayaku? Aku ini hanya seorang hamba dhoif yang merindukan Jakarta. Dan, rindu itu di bayar lunas oleh Ezytravel.co.id. Kali itu, Aku tersenyum. Bangga menjadi bagian dari sebuah keluarga Besar Hello Nusantara. Bangga menjadi salah satu contributor dalam blog yang di kelola oleh ezytravel yaitu Helloacehku.com

Ah, beribu terima kasih pun, tak akan mampu membalas sebuah kebersamaan yang di berikan oleh Ezytravel.co.id. Darinya, Aku dapat menikmati kembali semua kenangan lamaku. Mulai dari peluh keringat, jaket bau dekil, sepatu yg pecahmacet, panas, dan nikmatnya menuntut ilmu, yaa inilah rumah keduaku. Jakarta. Terima kasih Ezytravel. Alhamdulillah.. 


Banda Aceh, 3072015 (YR)

Mbak Cindy sedang mengumumkan hadiah

mbak Iona yang...yang rambut Ungu

hadiah 4 giga dari mbak Cindy




Sepulang dari Jakarta, muka istriku mulai masam. Alamak! Dia tahu Aku menggila… puasaku double bulan ini. Bagaimana dengan puasa mu kawan?

Kupinang Engkau Dengan 100 Juta!!

$
0
0
foto by "Acehplanet(dot)com
Burung-burung gereja menari hilir mudik dibawah kubah masjid yang bernuansa putih dengan arsitektur khas eropa di era abad pertengahan.  Sepasang kekasih tengah bersedu bahagia. Satu di ujung utara, satunya lagi di ujung selatan.  Berdua, sesekali tersenyum dari kejauhan.

Pak Teungku Kadi (Penghulu), mulai mengambil alih ceremony yang mungkin akan menjadi sebuah perhelatan paling akbar dalam kehidupan kedua anak cucu adam yang tengah masyuk dalam ikatan cinta. Deru sesuara para undangan yang duduk rapi bersila diatas marmer Italia, sedikit sejuk. Membuatku ingin ke kamar kecil.

“saya terima nikah dan kawinnya, jamilah binti jamilun anak kandung bapak, dengan mahar 30 mayam emas, Tunai!” suara lantang yang terucap dari mulut pengantin pria membahana seisi masjid Raya Baiturrahman. Seketika itu juga dengung suara takjub dari para hadirin menggema ke pelosok kubah-kubah.


Ya! Aku sendiri takjub dengan jumlah mahar nikah yang di ucapkan oleh temanku kala itu. 30 mayam emas. Bukan jumlah yang sedikit. Yang di nikahi itu pun bukan gadis sembarang gadis. Anaknya salah satu pengusaha di tanah Rencong.

Ditengah ketakjuban para tamu, kedua mempelai itu akhirnya dapat duduk bersanding berdua. Diatas tilam yang berajut benang emas. Mirip para pangeran dan putri raja-raja aceh dahulu. Mereka saling salam, saling berhadap-hadapan. Kini, janji sehidup semati telah berikrar. Di dalam sebuah masjid nan megah.

Kala acara telah selesai, kala kedua pengantin kembali kerumah masing-masing untuk mempersiapkan resepsi pernikahan mereka di keesokan harinya, Aku berpikir keras. Aku ambil handphone, aplikasi kalkulator menjadi pilihan.

1 mayam emas, sama dengan 3,33 gram Emas 24 karat. 1 mayam emas (kini) sama dengan 1.700.000. sejurus kemudian, keluarlah sebuah angka yang cukup fantastis. Rp 51.000.000!!

Kaget? Ya, Aku juga dulu sempat kaget. Akan tetapi kekagetanku perlahan menurun. Mengingat tak lama lagi Aku pun akan menjalaninya. Menikah yang kala itu tak lama lagi. Menikah dengan seorang gadis Aceh bagian timur. Berulang kali Aku mengutuki diri dan keadaan. Kenapa Aku harus jatuh cinta dengan gadis Aceh? Sebelah timur pula! Minimal pasti 20 mayam Emas. Alamak..rezekinya abang ni dek.

Bila orang berkata, Cinta itu butuh pengorbanan, maka kami pria-pria kesepian diatas tanah para Sultan ini mengatakan kalau cinta itu butuh mahar untuk menghalalkannya. Tapi, begitulah cinta, dia datang dan jatuh di hati siapapun yang dia inginkan. Bila tak sanggup dengan mahar yang menggila, silahkan cari yang lain.

Aku akhirnya mencoba menghitung, seberapa besarkah perjuangan sang pengantin pria untuk dapat mempersunting gadis Aceh yang konon katanya ada sedikit arab-china-eropa-hindia ini.;

1.       Cincin tunangan (2 mayam)            : Rp. 3.400.000
2.       Seserahan saat tunangan               : Rp. 1.200.000
3.       Mahar Nikah ( 30 mayam)               : Rp. 51.000.000
4.    Seserahan saat resepsi (di hitung dengan isi talam sesuai dengan jumlah Mayam, walaupun tidak wajib)                                                                              : Rp 6.000.000
5.       Uang hangus                                      : Rp. 6.000.000
6.       Isi Kamar                                            : Rp 10.000.000
7.       Biaya resepsi                                      : Rp. 30.000.000
Totalnya : Rp 107.600.000!!**
Sip, Sempurna! Satu mobil agya. Ah masih murah! Belum satu Pajero Sport keluaran terbaru kok. Insya Allah Aku pasti sanggup. Sekali lagi, Cinta itu butuh pengorbanan. Walau hati dan jantung taruhannya. Begitu, bukan?
****

Percaya atau tidak, menurut beberapa literature tak resmi yang beredar di negeri tercinta ini, mahar gadis Aceh yang cantik nan jelita ini, merupakan mahar termahal kedua, setelah gadis bugis! Jadi, masih belum ada apa-apanya bila dibandingkan dengan gadis bugis. Ok baiklah, Aku akan melamarmu. Tunggu Aku di pelaminan. Tunggu Aku di lingkar masjid yang berwarna putih megah itu. Cintaku, Aku sudah menjual seluruh baju dan pakaian dalamku. Semuanya demi kamu!

Mungkin, inilah resikoku, yang lahir, besar, dan terdidik secara defacto ala Aceh.  Dalam adat negeri para “penggila” perang ini, Aku di didik untuk mau bekerja keras. Bersungguh-sungguh dalam menjemput rezeki. Lalu, mempersiapkan diri selayak mungkin untuk meminang kekasih hatinya dari belahan desa di provinsi paling barat Indonesia ini.

Kemampuan pria Aceh dalam mengumpulkan mahar, akan menjadi sebuah pertimbangan bagi keluarga sang gadis untuk melepas anak gadisnya. Mampukah ia untuk terus menafkahi si gadis nan jelita ini atau tidak. Ya, ini adalah salah satu sisi positifnya.

Aku hanya merenung, memang tak semua gadis Aceh yang seperti itu. Toh, masih ada yang “hanya” 3 mayam emas. Tentunya latar belakangnya juga berbeda. Ah, intinya begitu. Aku ingin muntah. Seisi kepala ini berputar seratus delapan puluh derajat.

Tapi, sekali lagi!

Bukankah cinta itu butuh pengorbanan? Cinta juga tak cukup dengan kata manis semata. Maka, ucapkan 
Ku Pinang Engkau dengan 100 Juta!!

Bna, 7/7/15 YR

Ket : ** harga yang tertera hanyalah kisaran harga yang tak baku. Karena, di setiap kabupaten/kota yang ada di Aceh, memiliki adat yang berbeda-beda. Ada yang lebih tinggi lagi, ada pula yang hanya hanya menerima seperangkat alat shalat. Ini hanya penggambaran sepintas yang terjadi pada keseharian penulis.  




Aceh Gila!

$
0
0
taken from Acehcyber(dot)net

Suka tidak suka, sebagian besar orang di negeri Indonesia ini mengakuinya. Kalau, orang Aceh itu gila! Begitupun dengan orang Aceh sendiri. Penduduk Aceh, mereka bangga ketika di katakan “Aceh Pungo(tidak waras)” akan tetapi mereka akan marah besar bila kita katakan kalau dia itu orang gila. Tuh, bingung kan? Senang di bilang pungo, tapi marah ketika dikatai gila? Begitulah…

Kalau ingin di tarik dari sejarah, istilah Aceh Pungo itu berasal dari penjajah Belanda.  Entah benar atau tidak, belanda merasa menyesal telah menyerang Aceh secara membabi-buta. Hanya karena Aceh, menjadi daerah yang satu-satunya masih berupa sebuah Negara merdeka di kawasan nusantara kala itu.

Ketika perang meletus, pihak belanda mendapat sebuah perlawanan paling sengit sepanjang sejarah perang mereka. Aceh, mengorbankan Perang Jihad melawan Kafir. Perang antar Negara berubah menjadi perang agama. Disinilah Aceh di kenal sebagai sebuah Negara yang “gila” perang. Kemampuan senjata yang tak seimbang, tidak menyurutkan langkah orang-orang Aceh untuk membunuhi pasukan belanda serta marsose.

Rencong, menjadi sebuah senjata andalan. Mereka menyerang seperti tak takut mati. Membunuh dengan gaya khas. Yaitu, membunuh belanda dengan menggunakan rencong atau kliwang, melakukannya dengan seorang diri. Serta dilakukan dimana saja, terhadap siapa saja. Yang penting Belanda! (kuburan belanda di banda aceh, katanya, kuburan belanda terbesar di indonesia, katanya..)
Pintu masuk ke Areal Kuburan Belanda di Banda Aceh (inbandaaceh[dot]com)

Begitulah, karena kenekatan para penjuang Aceh tersebutlah, akhirnya belanda mengatakan kalau orang Aceh itu Pungo. Ya, Aceh Pungo! Ungkapan yang kini di warisi turun temurun kepada seluruh generasi muda Aceh. Entah itu betulan gila ataupun hanya pura-pura gila.

Lalu, berhentikah kegilaan orang Aceh saat ini? Ternyata tidak. Ada beberapa hal unik yang terjadi di keseharian orang-orang Aceh. Yang menurutku sedikit kontradiksi dari keadaan normalnya.

Jangan sebut orang Aceh itu, “Kafee”

Coba anda sebutkan orang Aceh itu kafee (kafir). Tanpa menunggu waktu lama sebuah bogem mentah akan mendarat di wajah manis anda. Padahal, bila anda Tanya, apakah dia orang islam, dia akan menjawab “ya saya islam seratus persen”. Tanya lagi, apakah dia shalat jumat? “ya kalau itu urusannya nanti lah”. Paham? Tidak? Baiklah…

Orang Aceh, itu, pada dasarnya rata-rata beragama islam. Mereka menjadikan islam sebagai sebuah landasan bagi kehidupan mereka sehari-hari. Tapi, giliran harus shalat wajib, sebagian dari mereka pasti ada yang ogah-ogah. Nah, yang ogah-ogahan inilah bila anda sebut dia “lage kafee kah!” (kayak orang kafir kau!”. Anda harus bersiap-siap menerima pukulan telak darinya. Begitulah, Orang Aceh Gila!



Coba rongten kepala orang Aceh, mungkin isinya Besi!

Tahukan kalian, kalau belanda itu sampai sakit kepala di buat oleh orang Aceh? Raja Aceh tertangkap, tapi rakyatnya masih tetap berperang? DOM 1989 menjadi bukti bahwa orang Aceh tak mudah dikalahkan. Presiden-presiden yang memerintah dari rentang waktu 1989 sampai 2004 semuanya pusing. Sakit kepala mereka.

Dikirimnya, Tank untuk menumpas pemberontak. Malah anak kecil yang angkat senjata. Dikirimnya, tentara organic. Malah banyak TNI yang berdarah Aceh menembak temannya sendiri. Mungkin, solusinya Cuma satu. Coba rontgen kepala orang Aceh. Mungkin isinya bukan lagi batu. Tapi besi.

Ada sebuah ungkapan yang tak lazim. Kalau orang Aceh itu keras kepalanya. Semakin di kerasi, semakin kuat dia memberontak. Inilah yang membuat Aceh sanggup berperang sampai puluhan tahun. Karena, semakin kuat di perangi, maka, semakin kuat perlawanan yang akan diberikan oleh orang-orang Aceh. Ya begitulah, Aceh itu Pungo Prang! (Aceh itu gila Perang)

Tapi, coba kenalilah mereka lebih dekat. Berlemah-lembutlah kepada orang-orang Aceh. Maka mereka akan memberikan kepalanya untuk di pegangi. Ya begitulah. Sebuah watak yang aneh untuk seorang yang gila perang, bukan? Aceh Pungo!

Cut Nyak dhien, walaupun sudah tua, tapi tetap ingin perang. "Pungo!"
Begitulah, beberapa bagian yang menyatakan bahwa masih ada “kegilaan” yang melekat pada diri orang Aceh. Walaupun tidak semuanya. Dan, tidak semuanya buruk.  Aceh Pungo, istilah dari belanda itu menjadi sebuah jati diri bagi orang Aceh, betapa patriotiknya mereka. Di sisi lain, ada sebuah keambiguan dalam sikap kesehariannya.


Mungkin, bila nantinya kawan-kawan, mengunjungi kami disini, kami akan menceritakan betapa ramah gilanya orang Aceh itu. Penasaran? Mainlah ke kampongku, di ujung Sumatra ini.
senja di pulau ujung sumatra 

Berburu kerang sungai di Desa Neuheun, Aceh Besar

$
0
0
suasana yang tenang di pinggir Sungai desa Neuheun



Berlibur, memang menyenangkan. Akan tetapi kalau berlibur dengan dana yang terbatas, waktu yang mepet, sepertinya bukan berlibur yang seru. Melainkan berlibur yang dipaksakan! Entahlah, anggap saja saya ini lagi galau karena isi dompet mulai dihiasi oleh lembaran foto kapten Pattimura. Alamak, serasa semuanya yang dilakukan menjadi serba salah.

Tapi, saya butuh Piknik! Karena tanpa piknik, hidup ini menjadi garing kan? Setelah menimbang dan menimang-nimang, akhirnya saya memutuskan untuk mengunjungi sesuatu desa yang lumayan jauh jaraknya dari kota Banda Aceh. Tempatnya di Kampung Neuheun (tambak) Aceh besar. Awalnya, hanya iseng, karena bila duduk santai di pantai Ulee lheueitu sudah terlalu biasa. Apalagi kalau hanya menikmati cemilan bakso bakar di pantai desa Alue Naga juga terkesan membosankan.

Niat awalnya, saya, istri dan anak-anak hendak mencari kepiting bakau. Walaupun kolesterol sudah diambang normal, akan tetapi kelezatan kepiting bakau berpadu dengan mie Aceh menjadi sebuah pernikahan makanan yang lezat sekaligus menggoyahkan iman diet ketat. Cuaca mendukung, jalanlah kami naik ke arah Pantai Krueng Raya yang terkenal dengan berbagai keindahan pasir putihnya. Sekitar 20 menit, tibalah di sebuah desa yang terkenal dengan kampong Jackie Chan ini.

Alamak! Saya baru sadar. Kalau sekarang sedang musim angin barat. Mana ada kepiting yang bagus di seputaran desa yang terdapat begitu banyak tambak-tambak ini. Dari atas jembatan, saya hanya melongo bodoh. Mirip kambing bandot yang melihat pasangannya di curi kambing kampong sebelah. Saya bengong, serasa mati kutu. Bingung mau berbuat apa. Meneruskan perjalanan ke arah Krueng Raya atau Pantai Ujong Batee, bensin motor sekarat. Balik pulang, seperti kalah sebelum berperang.

“bang, ikutan nyari kerang yok?” tiba-tiba istri nyeletuk sambil menunjuk sekumpulan ibu-ibu yang berendam di tengah sungai yang berair tenang. Tak jauh dari pinggir jembatan rangka baja tempat saya bengong ini. Ah iya! Kenapa tidak! Kan saya butuh piknik! Kepiting di ganti kerang, kan sama saja. Sama-sama kolesterol kuliner kan? Ok! Sip! Kita cari kerang!

siapa yang berani ajak Ziyad pulang kalau sudah seru begini? @_@
Motor butut saya parkirkan di sebuah warung yang ada pinggir jalan. Lalu saya mengendong kedua anak yang sudah menggeliat kesenangan seperti bebek melihat genangan air. “hore.. abang mandi sungai”

Jalan diatas pematang tambak dengan anak dua dipangkuan, bukanlah sebuah hal yang patut ditiru. Tapi mau bagaimana lagi? Saya harus berjalan sejauh 300 meter dari tempat awal memarkirkan sepeda motor tadi untuk bisa duduk berendam bersama ibu-ibu yang serius menggali-gali tanah dasar sungai.

Sejurus kemudian, anak-anak sudah mulai melepas pakaian kebangsaannya. Saya menyingsingkan celana dan lengan baju. Emaknya memilih maju pantang menyerah dengan seluruh atribut yang dipakainya. Hanya kantong plastic yang melekat ditangan. Ini untuk masukin kerang, begitu katanya. Ah suka hati kau sajalah dek. Abang sudah pusing.

Gali dengan tangan kosong, beberapa kerang cina mulai bermunculan. Satu persatu di tangkap oleh anak-anak. Mereka bergembira. Bisa main air sekaligus main tanah sekalian. Ayahnya? Ya jadi tukang kawal yang bijaksana. Siapa tahu ada ular yang lewat kan? Emaknya? Ah sama saja. Sebelas dua belas sama anak-anak.

ini dia kerangnya.. dan ternyata nggak cukup untuk dimakan sekeluarga #__#
Dua jam berlalu, sekantong plastic kerang cina yang bercangkang putih licin ini terkumpulkan. Cuaca semakin mendung, arus sungai sudah mulai pasang karena laut juga sudah mulai pasang. Maklum, sungai ini terlalu dekat dengan muara.

Jom kita pulang! Kita masak kerang ini dengan cara di rebus, lalu menumisnya dengan mie Aceh Tumis. Hmm.. liur saya sudah menetes. Tak sabar rasanya untuk segera sampai dirumah. Perut lapar, mata berair karena haru. Ah, betapa piknik itu tak perlu jauh. Yang penting, happy!


Bna, 23/07/15 YR

Tamasya ke Markas GAM Lhoknga, Aceh Besar

$
0
0
Teduhnya kolam pemandian Pucok Krueng Raba by arieyamani.blogspot(dot)com

Masih berbekas dalam ingatan saya era Daerah Operasi Militer masih berlaku di bumi Serambi Mekkah. Kala itu, teman-teman saya yang putus sekolah memutuskan untuk ikut jejak perjuangan. Berbagai macam motif mengemuka kala itu. Ada yang ingin balas dendam karena di culik ayahnya. Ada yang ingin menganggul senjata karena begitu benci dengan aparat. Dan masih ada seribu satu alasan lainnya.

Aceh kala itu tidak jauh dengan yang namanya Deadland! Saban hari, di sisi sudut kota ada tangis pilu para ibu dan anak gadis. Ada ceceran darah dan bau amis yang menyeruak dari ilalang. Sedikit salah, besok pagi sudah hilang entah kemana. Tak ada yang tahu. Hanya surah Yassin menggema seisi rumah.  Namun, di tengah hiruk pikuk rekontruksi Aceh pasca tsunami lalu, sebuah perjanjian maha hebat di tanda tangani. Aceh damai! Menjadi Aceh yang saya kenal di era 90an awal.  Tak ada lagi letupan senjata, tidak ada lagi ledakan granat, tidak ada lagi razia yang tak jelas tujuan dan arah rimbanya. Semuanya, kini berseri.

Kecamatan Lhoknga, yang terletak di kabupaten Aceh besar ini, merupakan salah satu daerah basis GAM kala Aceh masih di dera konflik. Saat itu, kecamatan ini terbilang cukup mencekam. Walaupun tidak separah daerah Aceh di wilayah timur. Karena mengingat letaknya yang tak terlalu jauh dari kota Banda Aceh, lhoknga masih sedikit terkontrol.

Akses jalan menuju Pucok Krueng
Perlahan dan pasti, lhoknga kini berbenah total. Mulai dari menata desa yang terhempas gelombang tsunami, sampai menata kembali lokasi-lokasi wisata yang potensial untuk di kembangkan. Pantai lhoknga kembali bergeliat. Pabrik Semen Andalas Aceh kembali menderu mesinnya. Dan, salah satu tempat yang menarik di lhoknga yang kini sedang naik daun adalah Pucok Krueng Raba ( ujung hulu Sungai Raba)

Lalu apa menariknya pucok krueng atau hulu sungai ini? Ternyata, tempat yang tenang dan adem ayem ini, dulunya merupakan salah satu markas GAM wilayah Lhoknga! Percaya tidak percaya. Bila ada waktu, lihatlah sendiri. Hijaunya air sungai berpadu dengan warna kapur di tebing gunung dan diselingi oleh hijaunya dedaunan rimba menjadi sebuah hal yang sulit untuk di biarkan begitu saja.

Pucok Krueng ini, kini menjadi salah satu destinasi wisata Gerilya di wilayah Aceh besar. Sayangnya, karena saya bersama keluarga, saya tidak sempat menjajal sisi-sisi bukit yang dulunya menjadi area kekuasaan GAM ini.  Kalau di lihat, sebenarnya masuk akal mengapa para gerilyawan Aceh dulunya memilih Pucok krueng menjadi basis persembunyian mereka. Selalu letaknya yang tertutup karena dulunya tak ada akses jalan menuju kemari, disini juga merupakan sumber air bersih yang alami.

Lihat saja, betapa meneduhkan tempat ini. Siapa nyangka kalau dulu sesekali letusan senjata ak-47 berderu dengan nyaring di sini.  Sungainya yang tenang mengalir pelan. Jernih. Saking jernihnya, saya bisa melihat ikan-ikan bermain di dasarnya. Lengkingan elang yang mencari mangsa menambah diaroma syahdu yang sulit di jelaskan. Suasana yang begitu damai ini begitu sulit di jelaskan.

Di ujung gunung kapur, terdapat gua yang air sungai mengalir di bawahnya. Sesekali, akan ada para bocah meloncatinya. Bila hendak naik lagi ke atasnya, kabarnya tak jauh dari mulut gua, kita akan mendapati beberapa jejak konflik. Mulai dari makam para anggota GAM yang wafat karena di sergap pasukan TNI, sampai jejak sepatu TNI yang tertinggal karena terus di buru oleh GAM. Tempat ini memang terbilang sederhana. Tapi dengan semua kisah dibaliknya? Pucok Krueng ini menjadi salah satu destinasi wisata yang patut di kunjungi.

Bila ingin merasakan sensasi yang lain dan seperti ingin bergerilya, maka telurusilah terusan Sungai Raba yang terletak di pinggir jalan Banda Aceh-Meulaboh. Dari sana, silahkan berboat ria sembari menelusuri sungai raba sampai ke hulunya. Sensasi yang sama seperti kita menyusuri “Delta Mekong” kala Vietnam berperang dengan Amerika kini tersaji di hadapan kita. Di Aceh, di Lhoknga.

Hari itu, saya merasa sangat beruntung. Berhasil menemukan jalanan yang berbatu dan sedikit terjal untuk bisa sampai ke Markas GAM Sagoe Aceh Besar ini. Anak-anak yang turut saya bawa serta tidak sedikit mereka rewel. Rerumputan yang apik tertata, dan tak banyak sampah membuat mereka merasa nyaman. Mungkin, setelah selesai musim angin barat ini, saya akan kembali menyambanginya di pelosok hutan lhoknga. Mau ikut?

Sungai Raba, mencari sensasi "Delta mekong" 

sisi lain Pucok Krueng, by Kompasiana
lagi-lagi anak tertua ku sibuk sendiri dengan kamera @_@
Suasana begitu teduh, betah berlama-lama disini


Pucok Krueng, 

salut saya, dia nggak rewel sepanjang perjalanan yang berbatu ini, Ziyad is the best hehe


Dan, ternyata wisata gerilya ini hanya ada 2 di dunia. Satu di el savador, dan satu lagi di Aceh!

Ezytravel.co.id Menyatukan Nusantara Melalui Cerita

$
0
0
kontributor hellonusantara buka puasa bareng ezytravel and team
foto by kang Dudi iskandar

Menyatukan negeri yang besar ini memang bisa dengan apa saja. Bisa dengan seni, bisa dengan penaklukan demi penaklukan, atau bisa juga dengan cerita demi cerita. Ezytravel.co.id berhasil melakukannya. Memang belum sampai pada tahap yang “wah” akan tetapi, dengan munculnya beberapa blog yang di gawangi oleh Ezytravel, Cukuplah bagi saya, untuk mengatakan ini luar biasa. 

Perusahaan yang bergerak sebagai biro perjalanan online ini, menerobos sebuah langkah baru di negeri yang indah ini. Dia membangun beberapa blog yang menceritakan mengenai keindahan Indonesia. Semuanya tentang keindahan negeri ini. Sampai saat ini, sudah ada enam blog yang bernaung dibawah kepemimpinannya. Menurut saya, cara ini unik. Menarik dan tentu saja saling menguntungkan. Bukankah untuk menceritakan tentang keindahan suatu tempat/daerah itu diperlukan orang yang berdomisili atau minimal pernah ketempat tersebut? 

ketika lainnya sibuk meributkan indonesia, kami sibuk menulis tentang keindahan indonesia. ini ketika
acara silaturahmi blogger hello dengan ezytravel.co.id
foto by Daenggassing.com
Melalui blog hello-nya, ezytravel menghubungkan Indonesia dari barat sampai ke timur negeri. Mulai dari helloacehku.com sampai ke hellolombok.com. mungkin ini terbilang sederhana. Tapi lihatlah ketika akhirnya beberapa contributor blog yang didirikan oleh ezytravel ini duduk bersama dalam sebuah meja. Ya, dalam sebuah meja. Dan itu juga di fasilitasi oleh Ezytravel ketika bulan ramadhan yang lalu. Tak banyak yang berani berbuat demikian.

Ada banyak hal yang didapatkan. Terutama tentang bagaimana kondisi paling real di daerah yang tersebut. Bilang saja Aceh, Aceh hari ini dikenal dengan provinsi yang menjalankan syariat Islam dan ini menjadi sebuah hal “aneh” bagi negeri ini. Ada hukuman cambuk, ada razia rok ketat, celana pendek, dan duduk ngangkang. 

Betapa suram rasanya Aceh kini. Lepas dari konflik disambut tsunami, lewat tsunami di hadang oleh syariat islam. Rasa-rasanya, tak ada niat orang dari Indonesia ini untuk menjejakkan kaki ke tanah rencong ini. Akan tetapi, siapa sangka, melalui blog helloacehku.com ada salah satu tulisan dari contributornya menulis tentang 10 alasan kenapa harus ke Aceh yang sampai hari ini sudah 11.600 view.  Lalu, di Aceh kini juga telah ada dan tumbuh sebuah model wisata baru. Wisata Gerilyanamanya. Sebuah wisata yang menyusuri tapak tilas konflik bersenjata di Aceh. mirip seperti Vietnam. Lalu, dimana benturan syariat dengan wisata di Aceh? bisa dikatakan syariah islam di Aceh tidak terlalu mempengaruhi sector pariwisata. Walaupun ada beberapa tempat yang akhirnya tutup karena terbentur dengan syariat yang dijalankan di Aceh.

Ini artinya, bahwa ezytravel.co.id berhasil memberikan ruang yang cukup luas untuk para putra-putri daerah di Indonesia untuk menuliskan keadaan kalau negeri ini baik-baik saja. Semuanya aman terkendali. Tidak ada sebuah konspirasi yang ingin memecah belah Indonesia. Bahkan dari sini, kita juga dapat mengenal lebih dekat tentang kondisi terkini mengenai budaya, adat-istiadat, dan tempat wisata terbaru dari seluruh Indonesia.

Sepotong kue asli aceh pun menjadi begitu berharga ketika indonesia ini  bersatu
Kini, memang masih enak provinsi yang ikut andil dan turut serta menjadi bagian dari ezytravel dengan blog hello-nya. Helloacehku.com, hellopalembang.com, hellobogor.com, hellosemarang.com, hellolombokku.com, dan terakhir hellomakassar.com. Tak lama lagi, akan bermunculan beberapa hello lagi yang akan mewakili provinsi lainnya di Indonesia. Bilang saja, batam, lampung, Banjarmasin, dan papua. Dan, akhirnya nanti, mungkin akan ada 34 Hello yang akan menulis tentang Indonesia yang begitu indah ini. 

Saya membayangkan, bila suatu hari nanti, akan ada ratusan contributor yang menulis tentang keindahan Indonesia. Dari sabang sampai merauke. Dari miangas sampai pulau rote. Betapa banyak khasanah bangsa ini yang akhirnya berhasil di angkat kembali dan terpaparkan secara langsung serta jelas. Tanpa perlu media-media yang ekstrem yang menulis sesuka jidatnya. Kami di Aceh sudah menjadi korbannya. Demi membangun pariwasata, kami harus berjuang melawan media melalui blog. Dan, ezytravel.co.id bersedia membantunya. 

Terima kasih untuk semua teman-teman ezytravel. Ramadhan kali ini, begitu berkesan dan syarat makna. Teruntuk teman-teman Hello, saya senang dan bangga punya saudara macam kalian. Dan terakhir, Selamat Ulang tahun Kemerdekaan Indonesia ke 70


bukankah kebersamaan itu indah? 

sahur bareng hellonusantara


yups, liburan itu penting banget!
foto by :hellobogor.com (saya lupa siapa yang punya ini foto hehe)
Bna, 2/8/2015
Yr

*beberapa tulisan sebelumnya 




Kisah Pilu Rumah Kain Batik Aceh

$
0
0


Rumoh Ija Aceh yang merana, mati segan hiduppun enggan 
Siang yang panas nan menyengat, saya mencoba menyusuri salah satu desa di Banda Aceh yang pernah di hancur tak berhingga ketika di landa tsunami dan gempa lalu. Jalanan mulus beraspal hitam legam. Sayang, tak banyak pokok kayu yang hidup di sisi kiri kanan jalan. Terik mentari semakin terasa ketika sesekali angin yang bertiup dari arah laut membawa uap panas dari laut. Perjalanan hunting yang salah alamat. Begitulah kiranya.

Macam kerbau yang di jemur di tengah terik matahari, saya merepet tak jelas arah. Sesekali, anak kucing yang tiba-tiba menyeberangpun saya sumpah serapahi. Dasar kau Kucing! Tak tahu arah tujuan. Akhirnya saya memutuskan untuk mencari salah satu pusat kerajinan batik Aceh yang katanya terletak di desa ini. Iya, katanya. Karena saya sendiri baru dengar kalau di seputaran kota Banda Aceh, tepatnya di desa Lambaro Skep, ada sebuah rumah sentra batik Aceh bantuan dari Dana Tsunami lalu.

Plang setengah karatan rasa anggur 
Sebuah plang penunjuk arah yang berkarat menunjukkan arah yang harus di lalui bila ingin ke rumah sentra batik Aceh.  Rumoh Ija Aceh (rumah kain Aceh). Tak jauh dari plang tersebut, saya mendapati bangunan yang cukup besar dan berlantai dua ini tergeletak begitu saja. Tak terurus, tak berpenghuni. Beberapa hewan ternak sepertinya pernah bermalam di terasnya. Ilalang dan rumput liar mengenangi halaman sekitar gedung dengan rasa tak bersalah. Matahari siang yang terik menambah kesan suram dan pilu bangunan tersebut.

Nasibnya tak berbeda dengan beberapa badan koperasi dari hasil bantuan dana Tsunami. Kalau tidak mati suri, ya mati total. Begitulah penggambaran yang tepat untuk Rumoh Ija Aceh ini. Cat bangunan perlahan menggelupas. Mesin Air Conditioner berkarat tak jelas arah. Satu persatu debu berterbangan dari jendela yang kumuh. Mengerikan!

Beginikah nasibnya? Sepilu ini?

Tak jauh dari bangunan tersebut, saya bertemu dengan salah seorang pengurus rumah batik tersebut.  Beliau menceritakan kalau di rumah ija Aceh itu, mereka punya mesin pencampur warna batik. Wow! Usaha batik saudara saya yang sudah berbilang tahun saja tidak punya mesin pencampur warna batik itu. Mereka masih punya canting, malam, dan beberapa bahan baku batik lainnya.

Badan hukum yang tinggal nomor dan tanggalnya doang 
Tempatnya juga cukup memadai, di belakang, ada area jemur kain batik. Di dalamnya, ada tempat pemasanan batik, mereka punya cap motif batik tradisional Aceh kurang lebih sebanyak 200 buah. Bayangkan! 200 buah cap batik. Betapa kayanya mereka akan motif batik khas Aceh dan itu semuanya hanya tinggal kenangan! Tergeletak sia-sia tanpa ada sesuatu apapun yang mereka hasilkan.

Semenjak berdiri tahun 2008, mereka telah menghasilkan ratusan lembar kain batik khas Aceh. Saya beruntung, masih sempat diperlihatkan salah satu “sisa” produksi mereka dulu. Wow! Baru kali ini saya melihat sehelai kain batik motif Aceh yang sangat Aceh! benar-benar motif Aceh 100% tak ada perpaduan nusantara didalamnya. Warnanya juga warna khas Aceh, jingga berbaur dengan coklat dan sedikit kuning. (minggu depan harus beli untuk koleksi. Wajib! Titik)

“Terakhir, kami berproduksi awal 2010, dek Yudi. Setelah itu kami tidak lagi membuat batik Aceh”. beliau menutup pembicaraan kami siang ini.  Modal usaha yang besar menjadi kendala nomor wahid. Lalu, pengurus yang terkesan tak peduli dan selalu menunggu bantuan Pemda juga membuat rumah batik ini menjadi jauh dari kesan positif. Sulitnya pemasaran, dan masih kurangnya pelatihan membatik juga mereka alami.

Sang ilalang yang berebut naik masuk ke rumoh ija Aceh
Para pengrajin, sempat berusaha untuk tetap membatik. Menghasilkan sebuah mahakarya yang akan membangun kembali khasanah budaya Aceh. Tapi, semuanya kini hanya tinggal kenangan. Saya terpekur lesu tak berdaya. Tak ada gayung yang bersambut. Niat awal saya ingin mengunjungi tempat produksi ini adalah untuk bekerja sama dalam membangun usaha batik Aceh yang lebih baik kedepannya. Sepertinya, sementara ini saya harus berdiam diri. Sembari terus mengejar informasi lainnya dari pihak Pemda Aceh. Mencari cara, agar ini bisa di manfaatkan secara maksimal.

Bukankah mubazir rasanya, ketika daerah punya potensi tapi hal itu justru dimatikan begitu saja? Saat semua perlengkapan, peralatan dan kebutuhan suatu usaha yang punya prospek bagus sudah tersedia dengan cukup tapi ditinggalkan begitu saja. Kampung ini sempat hidup dengan batik Aceh. kini? Tak lebih seperti kampong bekas tsunami lainnya. Panas, gersang, dan mulai tak terurus. Ini ironi yang pilu di tengah siang bolong. Potensi wisata Banda Aceh yang di cuekkan begitu saja. Macam orang kena kusta waktu jaman Belanda. Kasihan...

Banda Aceh, 


Masjid Raya Baiturrahman Kini Tinggal Kenangan

$
0
0
Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh kala malam hari (by rakyataceh<dot>com)

Bangunan megah dan bernuansa putih yang terletak di jantung kota Banda Aceh ini, sudah beberapa kali mengalami pemugaran. Sejak Aku pertama kali mengenalnya, dia sudah berdiri di situ dan sudah berwarna putih megah macam itu. Umurnya memang tidak muda lagi, 403 tahun sudah. Terbakarpun sudah, sampai ia harus merengkuh tanah dan kalang debu. Ketika ia terbakar, maka terbakar pulalah “kegilaan” orang-orang yang mencintainya. Mereka mengangkat senjata, rencong, parang, sampai pedang. Demi menuntut balas atas perbuatan tak tahu diri itu.

Tahun berselang, kini dia telah berdiri dengan 7 kubah dan 4 menara. Tapi? Kisah pilu kembali datang memayungi bumi para pejuang ini. Belum reda kisah pilu tentang padamnya rumah kain batik Aceh, kini masjid kebanggaan orang Aceh, pun ikut membawa kabar duka. Dia hendak di pugar!

****
Saya masih teringat dengan jelas, ketika Faraz Azziyad, anak sulungku, masih berumur 1 tahun. Dia masih belum bisa jalan dengan sempurna. Berdiri dengan kedua kakinya pun susah. Pilu hati ini rasanya saban kali ia berusaha mengikuti langkahku. Dia merangkak sejadi-jadinya. Padahal dia sudah bisa berucap kata dengan baik. Para tetua kampong, menyarankan agar Aku membawanya ke halaman masjid raya Baiturrahman di pagi hari. Kalau bisa, lebih baik kala shubuh datang.

“bawa dia ke halaman masjid, buka sandalnya, dirikan ia di rumput, lalu usaplah kedua belah paha dan betisnya dengan embun dari reremputan di halaman masjid itu”

Tak harus menunggu lama, esok paginya Aku membawa ziyad bermain embun pagi di pelataran masjid Sultan Aceh ini. Dia tersenyum. Menjambaki satu persatu helaian rumput yang malu-malu dengan balutan air. Udara masih sejuk. Ikan dalam kolam, masih kenyang dengan sarapan paginya. Ziyad terus tersenyum, tertawa, ia riang sekali. Ya, semua itu masih membekas. Karena tak lama setelah itu, akhirnya ziyad bisa berlari. Bahkan tak pernah lagi berhenti berlari sejak saat itu.

Bilqis Aqeela Dzakira pun bernasib sama dengan abangnya. Dia mendapatkan giliran bermain embun dan mengotori celana panjangnya 20 bulan kemudian. Sama seperti abangnya, hanya saja, si gadis berambut kruwil ini lebih menyenangi hangatnya sinar mentari pagi. Sunsrise yang memanjati perlahan Tugu Modal masjid Raya Baiturrahman.  Betapa, Aku bersyukur atas hal tersebut. Masjid ini, bukan hanya berdiri kokoh lalu menjadi landmark bagi kota Banda Aceh. akan tetapi masjid ini, memberikan cinta yang tak ternoda untuk semua yang menyayanginya. Dia, berbagi kisah dalam setiap langkah anak manusia.

Tapi, ini mungkin akan menjadi sebuah kisah klasik bagi kedua anak-anakku. Tak tahu harus bagaimana lagi bila suatu saat, Tuhan menakdirkan anak ketiga kepadaku. Ke halaman masjid mana lagi Aku kan membawanya untuk bermain embun pagi? Dimana lagi tempat yang harus Aku percayai bahwa lembutnya tetesan embun pagi mampu menguatkan otot betis anakku hingga ia mampu berlari?

Masjid raya Baiturrahman, kini pemugaran telah di mulai. Memang, bangunan intinya tidak di lakukan pemugaran. Akan tetapi hanya halaman masjidnya. Nantinya, masjid ini akan di beri payung raksasa. Akan ada basement,  lalu entah apalagi yang akan di bangun. Anggaran yang di tuangkan juga tidak sedikit. Mampu menghidupi rakyat Aceh sampai 10 tahun tanpa kerja. Triliyun rupiah yang pasti.

Lanscape baru area masjid Raya Baiturrahman nantinya (by serambinews.com)
Bukan, bukannya Aku ingin menolak pembangunan masjid ini. Tapi, ada rasa kehilangan yang besar dalam diri ini. Seolah hilang rupa kekasih yang telah lama di nanti.  Halaman rumput akan berubah marmer dari Italia. Yang dipayungi oleh payung besar bak Masjid Madinah. Lalu, dimanakah lagi rumput hijau nan syahdu itu? Dimana lagi, lantai bersejarah tempat matinya seorang jendral Belanda?

Tak ada lagi, wahana untuk duduk santai di bawah pepohonan hijau untuk beberapa tahun ini. Pembangunan telah di mulai. Pohon palem tercerabut akarnya. Sebentar lagi terembesi juga akan menemui ajalnya. Lalu, perlahan pohon kurma dan sawit akan meninggal. Apa yang tertinggal? Semen, besi pancang yang sombong, lobang besar yang menganga, dan marmer dari Italia.

Lalu tempat untuk anak-anakku bermain dan menari bersama angin sembari menikmati alunan suara adzan yang memanggil? Ah sudahlah. Ini proyek orang hebat. Bukan pikiran yang bagus bagi orang kampong macam Aku. Masjid ini, mungkin akan kehilangan KEACEHAN-nya. Menjadi masjid yang ber-MADINAH. Mungkin, akan menjadi sebuah masjid yang mempunyai arti baru. Ah entahlah. Aku tak layak menilai pemikiran sang pemimpin yang mungkin sedang menggali untuk pilkada dua tahun lagi.


Selamat Tinggal Masjid Raya Baiturrahman-ku, dan teruntuk kalian, kawan, yang ingin memotretnya dan berharap akan bisa melihat kemegahannya? Kawan, kalian sudah terlambat. Seterlambat Aku dan istri untuk merumuskan anak ketiga. (dikeplak ama bini!)

Satu persatu pohon Palem atau entah apa namanya tumbang (foto by me)
serasa bukan masjid raya Baiturrahman klo udah kayak gini ya?
nantinya disini akan dibangun payung elektronik dan lantai marmer
kapan kah akan selesai? sedih
jangan pernah bermimpi lagi untuk bisa mendapatkan foto seperti ini lagi, karena kini, semuanya telah tiada! (foto by : gpswisataindonesia.blogspot)









Turnamen Foto Perjalanan Ronde 60

$
0
0

Jalan baru Kampung jawa to Ulee Lheue ( Banda Aceh)

Alhamdulillah, Teurimong geunaseh beurayeuk that ( terima kasih sebesar-besarnya) untuk bang DananWahyuyang telah memilih foto sederhana saya (secara saya sama sekali tidak mengerti fotographi)  sebagai pemenang dalam Turnamen Foto Perjalanan ke 59.  
Rasanya, hari ini saya masih nggak percaya, tapi senangnya itu kayak bisul sebulan akhirnya pecah dengan sendiri.
Baiklah, untuk tetap menjaga kesucian turnamen yang paling bergengsi dalam insan blogger (traveller) Indonesia, kali ini saya memilih tema :

Road!
Kelokan cinta menuju kota seribu Bukit, Aceh tengah

Jalanan berkalang tanah dan batu, menuju ke Pucoek Krueng (Aceh Besar)



Jalan, bukanlah sebuah hal yang asing bagi seorang traveller. Jalan, bisa bercerita banyak hal. bisa menjadi sebuah kisah cinta, sendu, tangis, bahagia. Jalan, selalu menjadi sebuah refleksi sebuah negeri yang kita kunjungi. Jalan, mulai dari berkelok, sampai lurus tak berujung. Mulai dari titik nol, sampai akhirnya beribu kilometer. Bukankah setiap jengkal jalan ada cerita kalian di dalamnya? 
Saya membebaskan pemaknaan jalan dalam lomba ini, bisa saja jalanan yang di atas sebuah jembatan layang.  atau di sebuah jembatan desa, kan tetap ada jalannya? Jadi yang penting temanya, Jalan. ( Sebenarnya, tema yang sama juga pernah di muat oleh bang Adam dan Susan disini) tapi, ah sudahlah. Semakin lelah engkau berjalan, semakin banyak pula cerita yang engkau ciptakan oleh langkahmu sendiri.

Main Road at Takengon City
Apa sih Turnamen Foto Perjalanan Itu?
Turnamen Foto Perjalanan (TFP) adalah sebuah permainan berantai para blogger, khususnya (travel) blogger Indonesia, sebagai sarana berbagi foto perjalanan secara kolektif. Setiap ronde, tuan rumah akan menentukan sebuah tema, dan para peserta akan mengirimkan foto perjalanan sesuai dengan temanya. Foto-foto yang masuk akan dipajang di artikel ronde yang sedang berlangsung. Nantinya, tuan rumah akan memilih seorang pemenang. Hadiahnya? Menjadi tuan rumah turnamen ronde berikutnya. Dan roda turnamen pun berputar!


Aturan Main Turnamen Foto Perjalanan (TFP) Ronde ke-57:

Turnamen Foto Perjalanan (TFP) Ronde ke-60 ini berlangsung pada: 20 April 2015 – 27 April  2015 (batas waktu pukul 23.59 WIB).

Foto harus merupakan karya sendiri. Peserta TFP bebas meng-upload foto dimana saja, asalkan milik/akun sendiri (web, blog, Flickr, Picasa, Photobucket, dan sebagainya)
Submit foto pada kolom komentar artikel ini dengan format berikut:
o   Nama: -
o   Nama blog: -
o   Link blog: -
o   Akun Twitter: -
o  Judul foto: -
o  Keterangan foto (secukupnya): -
o  Link foto (maksimal ukuran 600 pixel): -
  1. Ada kemungkinan foto yang kamu kirim akan di re-host oleh tuan rumah. Terutama kalau terlalu besar atau bermasalah.
  2. Foto tidak diperkenankan dalam bentuk kolase.
  3. Foto yang tidak patut tidak akan di-upload di sini (misal: menyinggung SARA, nyeleneh, atau menghina pihak lain)
  4. Submisi lebih cepat lebih baik, sehingga fotomu bisa tampil seatas mungkin.
  5. Pengumuman pemenang sekitar 2-3 hari setelah batas akhir turnamen ronde ini.
  6. Foto-foto peserta akan segera  dipajang bersamaan di ujung artikel ini, berdasarkan urutan antrian pada kolom komentar di bawah ini.
FAQ About Turnamen Foto Perjalanan

Mengapa mengikuti Turnamen Foto Perjalanan?

  1. Ajang berbagi (sharing) foto. Bersama, para travel blogger Indonesia membuat album-album perjalanan yang indah yang tersebar dalam ronde-ronde turnamen ini.
  2. Untuk dinikmati para pencinta perjalanan lainnya.
  3. Kesempatan jadi pemenang. Pemenang tiap ronde menjadi tuan rumah ronde berikutnya.
  4. Plus,blog dan temamu (dengan link yang bersangkutan) akan tercantum dalam daftar turnamen yang dimuat di setiap ronde yang mendatangNot a bad publication, Right?
Siapa saja yang bisa ikutan?
  1. (Travel) blogger. Tak terbatas pada travel blogger profesional, random blogger yang suka perjalanan juga boleh ikut.
  2. Setiap blog hanya boleh mengirimkan 1 foto. Misal, DuaRansel yang terdiri dari Ryan dan Dina (2 orang) hanya boleh mengirim maksimal 1 foto.
  3. Pemenang berkewajiban menyelenggarakan ronde berikutnya di (travel) blog pribadinya, dalam kurun 1 minggu. Dengan demikian, roda turnamen tetap berputar.
  4. Panduan bagi tuan rumah baru akan diinformasikan pada pengumuman pemenang. Jika pemenang tidak sanggup menjadi tuan rumah baru, pemenang lain akan ditunjuk.
Nggak punya blog, tapi ingin ikutan?
  1. Oke deh, tidak apa-apa. kirim sini fotomu. Tapi, partisipasimu hanya sebatas penyumbang foto saja. Kamu nggak bisa menang, karena kamu nggak bisa jadi tuan rumah ronde berikutnya.
  2. Eh tapi, kenapa nggak bikin travel blog baru aja sekalian? WordPress, Tumblr, atau Blogspot. Gampang kok, pakainya.
Hak dan kewajiban tuan rumah:
  1. Menyelenggarakan ronde Turnamen Foto Perjalanan (TFP) di blog-nya
  2. Memilih tema
  3. Melalui social media, mengajak para blogger lain untuk berpartisipasi
  4. Meng-upload foto-foto yang masuk
  5. Memilih pemenang (boleh dengan alasan apapun)
  6. Menginformasikan pemenang baru apa yang perlu mereka lakukan (panduan akan disediakan)
Mengapa saya tidak diundang?
>> Memang tidak diperlukan undangan untuk mengikuti turnamen ini, langsung join saja!

Daftar Ronde Turnamen Foto Perjalanan:
  1. Laut – DuaRansel
  2. Kuliner – A Border that breaks!
  3. Potret – Wira Nurmansyah
  4. Senja – Giri Prasetyo
  5. Pasar – Dwi Putri Ratnasari
  6. Kota – Mainmakan
  7. Hello, Human! (Manusia) – WindyAriestanty
  8. Colour Up Your Life -Jalan2liburan
  9. Anak-Anak – Farli Sukanto
  10. Dia dan Binatang – Made TozanMimba
  11. Culture & Heritage – Noni Khairani
  12. Fotografer – Danan Wahyu Sumirat
  13. Malam – Noerazhka
  14. Transportasi – Titik
  15. Pasangan – Dansapar
  16. Pelarian/Escapism – Febry Fawzi
  17. Ocean Creatures – Danar Tri Atmojo
  18. Hutan – Regy Kurniawan
  19. Moment – Bem
  20. Festival/Tarian – YoesriantoTahir
  21. Jalanan – PergiDulu
  22. Matahari – Niken Andriani
  23. Burung – The Traveling Precils
  24. Sepeda – Mindoel
  25. Freedom – Pratiwi Hamdhana AM
  26. Skyfall – Muhammad Julindra
  27. Jembatan – Backpackology
  28. Tuhan – Efenerr
  29. Gunung – Elizabeth Murni
  30. Batas – Ayu Welirang
  31. Jejak – Daru Aji
  32. Sungai – Omnduut
  33. Rumah Ibadah – Sikiky
  34. Kampung – Monda
  35. Museum – Avant Garde
  36. Taman- Ari Murdiyanto
  37. Pencakar Langit – Dede Ruslan
  38. Terminal/Stasiun – Sy Azhari
  39. Hujan – Diah
  40. Danau – Messa
  41. Wastra – Indah
  42. Grey – Lies Hadi
  43. Gua – Uwien Budi
  44. Awan – Syifna
  45. Siluet – Yofangga
  46. Refleksi – Tiga di Bumi
  47. Jendela – Endah Kurnia Wirawati
  48. Chamber – Indah
  49. Barang Tua – Silviana
  50. Kemarau – Cheila
  51. Peaceful – Dee An
  52. Framing – Depz
  53. Let’s Jump! – Endah Kurnia Wirawati
  54. Kabut – Rinaldi Maulana
  55. Waterfalls – Rifqy Faiza Rahman
  56. Keindahan Alam Indonesia – Geo Funny
  57. Langit Biru – Lina W. Sasmita
  58. Sunrise - Muhammad Akbar
  59. Biduk – Danan Wahyu
  60. Road - Yudi Randa
  61. Kamu.. iya! Kamu!

Pendiri dan Koordinator Turnamen Foto Perjalanan:
Email: dina@duaransel.com
Twitter: @duaransel
Facebook: fb.com/duaransel
Pertanyaan seputar penyelenggaraan dan lain sebagainya? Hubungi Dina.

Bagaimana? Mudah dan menyenangkan bukan? Jadi, segera kirim foto bertema “Road“ kalian di kolom komentar di bawah ini, ya! Ayo, kita tunjukkan betapa indahnya ciptaan dunia ini dengan berbagi foto TFP Ronde 60 mulai sekarang!
=================================================================================

1. Mystical Road

Nama: Haya Nufus
Nama blog: It's My Mind


Akun Twitter: @hayatunnufus

Judul foto: Mystical Road
Keterangan foto : Allée des baobabs di Morondava, Madagascar yang kami kunjungi tepat tahun lalu adalah kawasan cagar alam yang di tumbuhi 30-an pohon Baobabs berusia 800-an tahun. Pohon-pohon itu tertanam berbaris mengapit jalanan tanah yang dipertahankan serupa itu oleh penduduk lokal.
Link foto (maksimal ukuran 600 pixel): http://blog.hayanufus.com/2015/04/mystical-road.html
2. Jalan Serasa Milik Berdua
Nama : Gunawan
Twitter : @guna1adi



Judul : Jalan serasa milik berdua
Keterangan : Mungkin bagi mereka jalanan ini hanya milik mereka berdua. Tak peduli seberapa ramai atau besar jalannya ataupun karena mereka hanyalah becak bermotor
Lokasi : Xi'an, China 


3. Path





Nama: Titik
Twitter: @yusthatitik
Link post: https://celoteh4ti.wordpress.com/2013/12/10/pulang/
Link foto: https://celoteh4ti.files.wordpress.com/2013/12/20131210-002233.jpg
Judul: Path
Keterangan:
Di puncak gunung Tsurugi, Prefecture Tokushima, Jepang, setapak dari papan kayu ini tersusun rapi, menghubungkan spot-spot untuk kita menikmati keindahan alam dari puncak gunung. Sesuai esensinya, jalan adalah penghubung dua tempat yang berjarak, demikian juga setapak ini. 


4. Tombolo



Nam: Lani
Nama blog: Coklat kayu
Link blog: www.lanlani.blogspot.com
Akun Twitter: @LaniEhak
Judul foto: Tombolo
Keterangan foto: Tombolo membentuk pasir bar hampir 20 m panjangnya, yang menghubungkan pulau Sharp dengan pulau di dekatnya,Kiu tau island. Saat surut ia muncul di atas air menciptakan jembatan temporer antara dua pulau.
Link foto: https://farm8.staticflickr.com/7603/17031782219_5579330ce6_b.jpg



5. Jalan Tak Berujung

Nama : Dimas Angga
Nama Blog : pedomellonz.blogspot.com
Twitter : @DmasAngga
Link : http://s742.photobucket.com/user/niken14135/media/DSCN3171_3_3_zps8xkhlyow.jpg.html
Judul : Jalan Tak Berujung
Keterangan : Jalan manapun yang kau tempuh akan aku ikuti selama kau berada disisiku...
Lokasi : Jalur Gunung Putri - Mt Gede 



6. The Road of Life


Nama : Dee An
Nama Blog : www.adventurose.com
Link Blog : http://www.adventurose.com/2015/04/the-road-of-life.html
Twitter : @dieend18
Judul Foto : The Road of Life
Keterangan Foto : The road of life twists and turns, and no two directions are ever the same. Yet or lessons come from the journey not the destination - Don Williams, Jr
Link Foto : http://4.bp.blogspot.com/-9bo0jeRTfOE/VTiNMGgiNYI/AAAAAAAAILE/3HfWNrBXeXw/s1600/P1060327.JPG



7.  Meliuk di Taman Tepi Laut 



Nama : Noerazhka
Blog : www.noerazhka.com
Akun Twitter : @noerazhka
Judul Foto : Meliuk di Taman Tepi Laut ..
Caption :
Senja di Lhok Nga, kala itu. Ombak yang pecah di permukaan karang-karang Taman Tepi Laut, sungguh memesona saya, sekalipun langit sedang tidak begitu baik auranya. Terlepas dari itu, jalanan menuju kesana berkualitas luar biasa. Meliuk, tanpa cela. Keheranan tidak dapat saya sembunyikan, sampai-sampai Pak Guru, driver yang mengantar saya dan rekan-rekan berceletuk ringan,

” Tidak kalah dengan di Jawa kan ? “

Saya iyakan.
Link foto : https://www.flickr.com/photos/noerazhka/17057381060/



8.  Melongok Jalan Terindah di Sabang


Nama : Hijrah Saputra
Blog : www.hijrahheiji.blogspot.com
Twitter : @Hijrahheiji
fb : Hijrah Saputra Yunus
Judul : Melongok Jalan Terindah di Sabang
Cantik dan bikin merinding, begitulah jalan menuju Puncak GT, Pulau Weh Kota Sabang digambarkan dengan kata-kata. Pemandangannya indah karena letaknya di tebing. Namun siap-siap deg-degan saat melewati belokannya yang curam. Weh! 
Link : http://hijrahheiji.blogspot.com/2015/04/melongok-jalan-terindah-di-sabang.html 


9. Jalan Kehidupan




Nama : Syifna
Nama Blog : www.gatedelhi.wordpres.com 
Twitter : @inisyifna
Judul : Jalan Kehidupan 
Link Foto : https://gatedelhi.wordpress.com/2015/04/25/jalan-kehidupan/
Keterangan : Jalan kehidupan, ketika aku berjalan kedepan, kemudian menengok kebelakang dan kini aku pun tau bahwa jalan yang sebelumnya aku lewati adalah titik awal untuk menempuh jalan ke masa depan. Kecil ataupun lebarnya jalan tersebut, majulah terus untuk melangkah kedepan, tapi tetep liat spion ya hehehe


10.Ended Here

Nama : Monda / @monda6
Blog :http://mondasiregar.com/2015/04/26/tfp-60-road/
URL foto : http://i1.wp.com/mondasiregar.com/wp-content/uploads/2015/04/IMG_6058.jpg?fit=500%2C500
My journey on the road of life will be ended here, someday, TPU Pondok Rangon, Jakarta Timur.


11. Jembatan di Hutan Kota 

DATA PESERTA LOMBA
Nama: Azhar Ilyas
Akun Twitter: @azharbanda
Nama blog: http://nowayreturn.blogspot.com
Link blog: http://nowayreturn.blogspot.com/2015/04/jembatan-di-hutan-kota-tfp-ronde-60.html
Judul foto: Jembatan di Hutan Kota
Link foto : http://2.bp.blogspot.com/-I4XIVnpuV5g/VTvNR4y0e6I/AAAAAAAADAc/mqdqHIfv9oI/s1600/P_20150318_182031_HDR.jpg

Deskripsi Foto:
Jembatan kayu ini merupakan bagian dari Hutan Kota BNI yang terletak di salah satu sudut Kota Banda Aceh. Menelusuri jembatan ini, kita akan merasakan nuansa relaksasi yang memberi inspirasi untuk sejenak mengambil nafas setelah bergumul dengan padatnya kesibukan sehari-hari. Tampak dalam foto suasana di Hutan Kota pada saat matahari terbenam. 


12. Jomblo

Nama : Agung Gidion R.
Status : Jomblo
Twitter : @ranseltua
Blog : ranseltua.com
Link Foto : http://1.bp.blogspot.com/-lpdZLwVfO7c/VT2DG0fwr-I/AAAAAAAABB4/BJqa9F0IOSU/s1600/_MG_4896%2B-%2BCopy.jpg
Judul Foto : Jalanku Indah Karena Ilalang

Keterangan Foto : Kubuka salah satu jendela diatas sebuah roda, sambil melaju pelan, ku biarkan jemari membelai lembut kepala ribuan ilalang. Diantara jelanan aspal yang sepi, inilah ketenangan yang begitu murni. 

13. Di tengah Dusun


Nama : Raditya Jati
Akun Twitter : nggak punya...
Nama Blog : http://denmasbrindhil.wordpress.com
Link Blog : https://denmasbrindhil.wordpress.com/2015/04/27/di-tengah-dusun-turnamen-foto-perjalanan-ronde-60/
Judul Foto : Di Tengah Dusun
Link Foto : https://www.flickr.com/photos/74062379@N05/8240748014/in/set-72157629498606999
Keterangan : Di tengah dusun di daerah Cangkringan, Sléman, saat itu hijaunya suasana sekitar menjadi perhatian. Jalan aspal di tengah dusun menjadi pembeda, juga menjadi sarana untuk menjelajah kehijauan yang ada, lebih jauh lagi. 




14. 

Nama : Syarfina S. Malem
Twitter : @syarfy
Blog : www.syarfy.blogspot.com
Link Foto : http://2.bp.blogspot.com/--RPBwQ68tw8/VT2w8DHmsmI/AAAAAAAAA0s/4B-8HE8WXBo/s1600/Jalan%2BKe%2BSungai%2BKanis.JPG
Judul Foto : Jalan Berliku di Atas Awan

Keterangan: Sebuah tempat wisata yang tersembunyi di balik dinginnya Aceh Tengah. Menujunya harus melalui jalan menanjak terjal dan berliku, seakan sedang terbang menuju awan. Gunung dan hutan terhampar menemani hembusan-hembusan nafas yang mulai berat. Sesaat kemudian, jalan akan menurun tajam dan akan kau temukan sungai mengalir di kawasan dengan suhu panas menyengat. Rahasia alam nan alami.



15. Jalan dan penguasanya

Nama: Ari Murdiyanto
Twitter: @buzzerbeezz
Blog: http://buzzerbeezz.com/
Link Foto: https://buzzerbeezz.files.wordpress.com/2015/04/20140226-img_8760.jpg?w=620

Judul Foto: Jalan dan Penguasanya

Keterangan: Jika kalian berpikir penguasa jalanan adalah emak-emak yang naik motor, atau emak-emak naik motor yang lagi pawai, bisa jadi kalian belum pernah melihat penguasa jalan yang satu ini. Mereka menguasai jalan seenaknya, tak peduli dengan pengguna jalan lain. Diklakson disuruh minggir? Belum tentu mereka mau. Masih mending mereka terlihat pawai ramai-ramai pada satu sisi jalan. Tak jarang malah mereka duduk-duduk memblokade jalan raya. Mungkin kalau kita nongkrongnya di mall atau warung kopi, jalan raya bagi mereka adalah tempat nongkrong. Sapi-sapi inilah penguasa jalan sesungguhnya. Ya, hanya di Aceh, jalan raya memiliki penguasanya sendiri. Tak percaya? Coba saja sesekali lewati jalan raya Banda Aceh – Meulaboh. Pemandangan seperti ini jamak terlihat. 


16. Meliuk di Atas Bukit

nama : isna nugraha putra
twitter : @isna_saragih
blog : djangki.wordpress.com
link foto :https://pbs.twimg.com/media/CDmstIrXIAI2mWJ.jpg
judul : Meliuk di Atas Bukit
ket : sejauh mata memandang, di ujung barat terpancang Kerinci, gunung tertinggi di tanah Sumatera, di ujung timur melimpah ruah air danau Kerinci, dan di sepanjang jalan yang meliuk ini, aku merasa begitu kecil diriku melihat diri-Mu... 

17. jalan penuh gaya


Danan Wahyu
Orang boleh melewati perjalanan penuh makna  di antara bukit  dan gunung. Kita melewati jalan penuh gaya, meski harus mati gaya karena kepanasan. Ya sudahlah kita leyeh-leyeh dulu sambil bergaya.

Kopi, Mengantarkan Kemerdekaan Tanah Gayo

$
0
0
Masjid Raya Aceh Tengah yang telah Merdeka

Tepat 70 tahun Indonesia merdeka, tubuh saya masih terguncang hebat didalam sebuah mobil keluaran tahun 2004. Pekik kemerdekaan mulai merajai seisi langit dataran tinggi Gayo. Mobil hitam pekat ini masih terus melaju sambil sesekali berdecit karena jalanan yang tak rata. Bergelombang, berlubang, dan berkelok terus menerus. Plastic yang sedari tadi berisikan remahan rambutan yang memerah, akhirnya berganti dengan seluruh isi perut yang keluar karena mobil ini terus berlompat-lompat sejadi-jadinya.

Saya memejamkan mata. Memaknai sakit yang duduk di punuk kepala. Sesekali, perasaan haru menyelimuti hati ini. Tanah Gayo, tanah para pejuang terakhir kemerdekaan negeri Indonesia ini, kembali aku kunjungi setelah 4 tahun lamanya. Ada rasa sedih, ketika membayangkan jalan yang tak pernah becus dikerjakan. Jalan menuju kota kopi yang terkenal seantero dunia ini, tak lebih macam jalan menuju ke pemakaman umum. Keriting, dan becek.

Udara mulai sejuk, dinginnya sampai ke dalam mobil. Air Conditioner di matikan, cukup dingin buat tubuh saya yang hanya tinggal tulang dan kulit ini. Saya mencoba menguatkan hati. Sabar, sebentar lagi kita akan mengecup manis si cantik Pukes di Loyang Pukes. Lalu mengecap gurihnya kopi Gayo asli. Ah iya, kali ini, saya membawa serta seluruh isi keluarga kecil kepelataran kota yang terletak di ketinggian 1.200-1.300 mdpl. Libur panjang menyambut kemerdekaan Indonesia, berarti saya harus melunaskan janji akan cinta yang termaktub 5 tahun lalu.

Hari mulai gelap, hujan masih turun teratur dan pelan. Awan-awan mendung masih mendekap erat puncak gunung Burni Terlong di sisi utara. Padahal angka di jarum digital kuno saya masih menggambarkan pukul 6 sore. 16 derajat celcius. Cukuplah angka ini menjadi alasan bagi saya untuk segera cek in di hotel tertinggi di tanah Gayo. Tarik selimut, lalu tidur!
Di Kejauhan terlihat pacar lama saya sedang berbalut kabut. Danau Lot Tawar, Takengon

****
Percakapan santai antara saya dengan salah seorang penggiat kopi di tanah Gayo, menghantarkan rasa penasaran sekaligus rasa kagum saya akan kehebatan Gayo. Pagi sudah pukul 10 lewat. Tapi matahari masih malas. Semalas orang yang masih ingin tidur di kasur empuk berbalut selimut tebal. Padahal sudah tak ada AC, tapi dinginnya kurang ajar. Kawan baru saya, akhirnya datang menjemput. Inilah saat yang dijanjikan. Mencicipi citarasa kopi arabika Gayo yang sebenarnya.

Dari sebuah warung kecil yang terletak di depan sebuah bank berlabel bank rakyat berwarna biru, saya memesan segelas kecil espresso lengkap dengan sejumput gula merah. Tak sampai 10 menit, aroma kopi yang bercampur fruits menusuk hidung. Warnanya tidak hitam seperti kebanyakan kopi. Tapi lebih kecoklatan. Kental dan berbuih halus. Teksturnya pun lebut dan gurih. Ah nikmat..

mencicipi kopi asli Gayo, foto by, Sayidfadhilasqar.com

Obrolan demi obrolan mengalir, khas orang-orang Aceh kebanyakan. Obrolan itu bermula dari jaman sultan Iskandar muda, sampai akhirnya muncul teori konspirasi belanda untuk menjatuhkan Aceh dalam segala hal, termasuk kopi.

****
Tahukah kalian, kalau sebenarnya kopi yang di jual sachet itu sebenarnya adalah “limbah” kopi yang sudah tak layak untuk di jual atau di ekspor? Tahukah kalian, kalau sebenarnya meminum kopi yang baik dan sehat adalah dengan tidak mencampurnya dengan gula? Pahit dong?!

saya beruntung bisa bertandang kemari
Percaya tidak, bila saya katakan kalau sebenarnya kopi itu manis, kopi itu beraroma fruits seperti coklat, mangga, jeruk, dan pisang? Ah iya, saya juga baru tahu. Tadinya saya juga tidak percaya kalau kopi yang sebenarnya itu tidak pahit. Sampai akhirnya saya di undang untuk mengunjugi sebuah pabrik kopi yang bisa dibilang salah satu terbesar di Tanah Gayo, tepatnya di kawasan Takengon.

“Abang tahu? Betapa jahatnya belanda itu? Kita di paksa tanam kopi. Terus di ajari cara membuat kopi yang kata mereka itu baik untuk kita. Dia ajari kita menggoseng kopi sampai hangus. Lalu di suruh kita menumbuk dan menyaringnya. Kita pun meminumnya dengan gula! Bisa abang bayangkan betapa bodohnya kita. Kita disuruh minum arang kopi, sedangkan kopi yang bagusnya di bawa pula ke kampong halaman dia. Jadilah kita akhirnya kena asam lambung, dan sakit lain yang disebabkan oleh kopi gosong robusta tadi” bang Iwan membuka percakapan.

Saya masih berusaha focus untuk mendengar penjelasannya mengenai kopi Gayo yang fenomenal itu. Saya masih terkagum-kagum setelah melihat betapa luasnya pabrik kopi ini. Yang bikin saya kagum bukan masalah luasnya, tapi pabrik kopi ini adalah sebuah koperasi dengan jumlah anggota mencapai 6000 lebih anggota, sudah berdiri sejak 12 tahun yang lalu. Dan sekarang, mereka sudah mengekspor kopi ke luar negeri dengan jumlah rata-rata 2200 ton pertahun! Ini koperasi? Atau sebuah corporation?

hujan membuat kopi semakin nikmat!!
“Silahkan diminum kopinya bang Yud,” sebuah kopi lagi-lagi tersuguh didepan saya. Malu rasanya menolak tawaran tulus dari seorang manager Public Relantionship di koperasi Baburrayyan ini.  Padahal, baru saja tadi pagi ngopi bersama bang Sayid Fadhil. Kali ini, kopi yang dihidangkan berbeda dengan kopi yang tadi pagi saya minum. Ini bukan espresso, melainkan kopi encer biasa. Tetap tidak pakai gula. Tapi Bang Iwan mungkin paham, kalau saya tidak terbiasa dengan kopi tanpa gula, akhirnya ia menyertakan gula secara terpisah di atas meja.

Kopi pahit ini “manis”. Saya sampai terheran dibuatnya.  Sebelum saya bertanya, bang iwan langsung menjelaskan kalau begitulah rasa aslinya kopi. Jadi, jangan heran, kalau kopi di italia itu terasa manis padahal tidak pakai gula. Itulah rasa asli kopi. Dan sayangnya, kopi ini hanya di peruntukkan ekspor. Tidak memungkinkan di jual dalam negeri sendiri. Karena mengingat harganya yang mahal. Ditakukan pasar dalam negeri tidak siap menerimanya. Jadilah kopi Gayo asli ini di ekspor ke seluruh penjuru dunia.

Saya beruntung, akhirnya bisa merasakan kopi kelas dunia tanpa perlu repot-repot ke perancis atau ke italia. Hanya duduk di punggung bukit, berjaket ria, saya sudah bisa mencicipi betapa nikmatnya kopi asli Gayo ini. Wajar, bila akhirnya Belanda bersusah payah mengibuli orang Aceh agar tidak mencicipi kopi asli dari negerinya sendiri.

“kami sekarang, bisa berbangga bang Yud, karena kami bisa menjual kopi Gayo ini di atas harga rata-rata kopi dunia!” he?? Hampir-hampir saya menyembur kopi ini ke muka bang Iwan yang berwajah putih itu. Sombong sekali!

“kopi kita sudah bersertifikasi dunia, organic, dan fair trade. Toh starbuck juga sudah membuat kontrak dengan kita. Jadi, ketika harga dunia perkilonya 10 dollar, maka kita bisa menjualnya dengan harga 11 dollar. Dan ini betulan bang yud, saya tidak bohong. Semua orang berebut sama kopi kita. Dan saya bangga, kalau akhirnya, kami bisa ekspor sendiri tidak harus melalui agen medan. Kami sendiri yang menentukan harga jual bukan lagi tengkulak medan ataupun Jakarta. Sekarang, anggota koperasi kami sudah senang, kopi Gayo, di tanam oleh orang Gayo, di olah oleh orang Gayo, di jual oleh orang Gayo, dan akhirnya,  harga jual di tentukan oleh orang Gayo”

Wajahnya merona, dan saya paham. Kalau dia merasa bangga sekaligus merasa lega. Akhirnya orang Gayo tidak lagi dalam jajahan tengkulak-tengkulak yang tak tahu diri di provinsi seberang. Mereka paham, kalau akhirnya mereka kini sudah dikenal oleh dunia, punya nilai jual yang tinggi. Untuk pertama kalinya, saya bisa melihat dan mengerti bagaimana sesungguhnya makna kemerdekaan itu. Inilah kemerdekaan itu yang sebenarnya. Seperti orang Gayo yang akhirnya merdeka setelah bertahun-tahun terjajah. Ya, Tanah Gayo akhirnya merdeka!

percaya atau tidak, mereka tetap bangga dengan kopi mereka
Saya kemballi nanar dan sadar, kalau esok harinya saya harus kembali berjibaku dengan jalanan yang berlobang, bergelombang, berbatu, keriting dan becek. Ini belum termasuk kelokan tak tahu diri, dan jembatan putus. Ah, walaupun akhirnya tanah Gayo merdeka, tapi pemerintah provinsi ini kayaknya lupa kalau jalan menuju tanah Gayo masih berkubang debu.

Takengon, 19 Agustus 2015
YR

Saya tidak bohong, di karung ekspor ini tertulis, grade I arabica Green Bean!! merdeka!!

Ngopi Sampai Mabok, di Kedai Kopi Polem Banda Aceh

$
0
0

Kopinya pake ganja? Kok bisa sampai mabok?

Sepulang dari dataran tinggi gayo, saya kembali menjadi kemaruk sama kopi. Sebenarnya, sedari kecil saya sudah mencintai kopi khas Aceh. Akan tetapi, karena sakit maag yang cukup akut akhirnya, kebiasaan ngopi ini terpaksa saya hentikan. Sampai akhirnya, Gayo mengajari saya mengenai bagaimana ngopi yang sehat dan tidak membuat sakit maag saya kumat.

Saya beruntung, seminggu lalu bisa menikmati kopi gayo Grade I kualitas ekspor langsung di pabriknya. Tentunya, rasanya yang asli dan khas ini menjadi sebuah pengalaman yang tak bisa di lupakan.  Inilah yang menjadi dilemma. Sesampai saya kembali kepangkuan istrinda tercinta, saya menjadi addict kopi lagi. Saya ceritakan kepada istri, kalau saya bisa minum kopi lagi tanpa harus ribut menahan perihnya sakit lambung.

Kedai Kopi Polem di jalan T Iskandar, Lambhuk (foto by : Fahriza)
Di putuskanlah, kalau saya boleh menikmati kembali kopi. Dengan catatan, kopinya harus asli Gayo, harus arabika, dan harus espresso tanpa gula. Cukup gula merah saja yang di emut-emut manja sebagai penawar rasa pahit kopi.

Pada prinsipnya, di kota Banda Aceh, tradisi minum kopi bukanlah hal aneh. Toh kota ini terkenal dengan kota seribu warung kopi kok! Tapi, kebanyakan kopi yang di jual di kota Banda Aceh berjenis kopi robusta. Baru beberapa tahun belakangan ini kopi Arabika mulai dinikmati di kota yang berpenduduk tak seberapa ini. Awalnya, kopi arabika masih terdengar asing bagi kalangan Kopiers (maksa) di Banda Aceh. tapi, seiring dengan banyaknya edukasi, akhirnya kopi arabika gayo pun mulai merambah dengan mulus warung-warung kopi di Banda Aceh.

Jangan heran, di aceh ini biasa, jam ngantor tapi mampir ke warung kopi (by Fahriza)
Seminggu  sudah saya hunting kopi espresso di kota Banda Aceh, dan sempat sakit perut ketika minum kopi espresso di kota Juang Bireuen,  akhirnya, sebuah invitation datang melalui akun facebook saya. Seorang sahabat lama akhirnya mewujudkan mimpinya untuk membuka sebuah warung kopi khas Arabika gayo. Dan, dia mengundang saya sekaligus menantang saya. Apakah kopi ini berhasil menyelamatkan saya dari sakit maag atau tidak.
Hari yang di nanti tiba. Rabu, 26 agustus 2015, kedai kopi polem ini akhirnya launching untuk pertama kalinya. Undangan cukup rame, sepertinya mereka datang karena kopi gratis hehe. Saya seperti biasa, datang sedikit siang. Keadaan yang cukup rame memaksa saya untuk duduk di sudut. Walaupun akhirnya, posisi ini cukup menguntungkan. Karena saya bisa mabok tanpa diketahui oleh orang banyak. Haghaghag…

Bang, mau kopi apa? Espresso atau kopi seduh ala orang eropa? Fahriza menyapa saya. Telinga yang sedikit sensitive dengan eropa dan kopi ini naik secara tak sengaja. Seduh ala eropa? Kopi macam apa itu. Rasanya gimana? Bedanya apa? Ah dari pada saya terus penasaran. Akhirnya saya memesan kopi seduh ala eropa ini. Mumpung gratis kan?!

Bubuk kopi yang telah di giling sedikit kasar, air panas yang baru saja mendidih, lalu, gelas kopi, dan sebuah alat yang belakangan saya baru tahu bernama “French Press” ini tertata di meja saja. Saya sempat kaget ketika Fahriza menuangkan segelas bubuk kopi arabika gayo ke French Press** dengan sebelumnya menaruh saringan halus di atasnya. Sedikit demi sedikit dia menuangkan kopi. Gayanya mirip barista ala-ala gitu.
Step 1, Panasi dulu penyaringnya

Step 2 : bubuk di tuangkan lalu di siram perlahan dengan air panas

Step 3 :Seduhan kopi mulai tercium aromanya

Step 4 : nah ini dia kopinya selesai.



Tak lama berselang, sajian kopi yang harum keluar dari wadahnya. Membuat hidung patah saya ini gatal. Iler mulai menetes. Sepertinya enak. Bismillah, saya menyeruput perlahan. WoW! Rasanya lebih keras dari kopi espresso. Lebih nendang dari kopi yang di seduh biasa di warung-warung kopi.  Teguk demi teguk. Penganan kue khas Aceh pun ikut menemani. Bersanding mesra menemani kopi yang hitam dan panas ini.

Rasanya? Karakter kopi gayo yang beda dengan kopi daerah lainnya terasa dengan pas disini. Ada sedikit gurih, sedikit manis, dan pahit yang lembut dalam setiap serupan kopi. Saya terperanjat. Sembari terus menikmati sambil merasa-rasa lambung. Kumat tidak sakit maag saya.


Aroma buah seperti yang saya dapatkan ketika ke pabrik kopi, memang tidak saya temukan disini. Akan tetapi, kekuatan rasa kopi arabika gayo terbilang mirip. Hanya saja, di kedai kopi polem rasanya sedikit pahit.  Saya merasa lega, ketika satu jam kemudian lambung saya masih aman dan tidak ngulah. Tanpa terasa, (lagi-lagi mumpung gratisan) saya memesan lagi kopi seduh ala Eropa ini.
“gimana bang? Aman lambungnya?” Tanya fahriza kepada saya.
“aman Alhamdulillah, rasanya juga pas! Mungkin mulai besok basecamp akan saya pindahin kesini hehe” jawab saya sekenanya.

Tak terasa, waktu telah berlalu lebih dari 3 jam. Kopi sudah dingin, gula merah dadu juga sudah mulai habis. Laptop juga mulai habis baterai. Ini saatnya beranjak pulang. Tugas Ayah Panggilan menanti di rumah.

Stop, waktu menjadi berhenti ketika ngopi ala-ala.. terlihat alat French Press tersaji di atas meja secara lengkap (By fahriza)
Bruks!!..

Saya terduduk lagi ketika mencoba berdiri dari tempat duduk. Kepala sedikit berat. Mata terjaga sempurna. Sepertinya saya Mabuk Kopi! Alamaak…  saya baru sadar kalau saya sudah minum kopi kebanyakan. Kemaruk! Gara-gara gratis saya sampai lupa, klo kopi yang di sajikan tadi adalah seduhan kopi murni tanpa blending macam-macam. Kopinya lebih kental dan “keras” dari kopi seduh biasanya.

Duh, terpaksa saya harus mengurungkan niat untuk pulang. Duduk lagi, buka laptop lagi, lalu pesan kopi espresso satu lagi! #Eh? Tenang, saya hanya duduk santai dan minum air mineral saja kok. Mencoba tidak panic. Karena ini hanya efek sementara dan hanya terjadi pada orang-orang yang kemaruk macam saya ini. Jadi, bukan karena ada campuran ganjanya. Itu hanya HOAX. Karena Kopi Ganja sudah sulit di temukan di Banda Aceh. Percayalah, sebelum akhirnya anda masuk jeruji besi. Tak usah merasakannya..

Intinya? Sensasi kopi yang saya rindukan dari tanah gayo akhirnya terbayarkan dengan baik oleh Kedai Kopi Polem Banda Aceh. Sst.. mumpung gratis, ntar sore balik lagi aah..
ehem, ini aslinya, saya di kawal untuk nulis hahaha Peace bang

Jln. T Iskandar Lambhuk Banda Aceh
(disamping Grand Lambhuk Hotel)
Email : kedaipolem@gmail.com
Telp : 085260292255

**French Press merupakan alat seduh kopi yang populer di era modern ini. Banyak penikmat kopi yang suka dengan alat satu ini. Keunggulannya adalah minyak kopi lebih keluar sehingga kopi lebih kental dan licin. French Press praktis, tapi menghasilkan kopi yang enak dengan karakter rasa yang kuat dan tanpa ampas tentunya. Kami ada tip untuk Kamu yang suka seduh kopi dengan French Press. by :google.com

[Syair Aceh] Hikayat Bang Gambe

$
0
0
Anak gadis sedang menarikan tarian Aceh (by www.sumutpos.co)

### Beberapa teman, meminta saya untuk menuliskan sesuatu yang serupa puisi, atau pantun, atau pun sajak yang berbahasa Aceh. Kata mereka, ini sedang in. Ide menulis seperti ini, sudah lama hilang. Sejak saya tidak lagi berkecimpung dengan buku-buku Aceh kuno. Kasihan memang, tapi mencari buku-buku hikayat jaman, itu bukan mudah. Terlebih lagi Aceh pernah konflik lama. Ini juga memberikan efek yang tidak sedikit terhadap perkembangan sastra Aceh. Jadi, selamat menikmati hikayat seorang pemuda Aceh yang saya sebut sebagai “bang Gambe”
***

Lam malam jula ulon tuan meupanton
Lam rimba raya ujeun troen teuga, hana di tham 
Basah ngen bajee, saket ngeh jantong
Bek keuh salah neukira hatee, gaki ka saket ngen ceumeukam

Ø  sewaktu malam, saya berpantun seorang diri
Ø  dalam hutan rimba hujan turun dengan derasnya, tak ada yang sanggup menahan
Ø  basah dengan baju, sakit didalam jantung
Ø  janganlah engkau salah menakar hati, kaki ini sudah sakit dengan cantengan (sejenis jamur pada jempol kaki yang mengeluarkan bau busuk)

Allah ya rabbi
Bek le neubrie teuka angen ngen geulumbang
Sayang that tulo di bineh pasi
Gadoh ngen hate, weuh ngen jantoeng..


Ø  Allah ya Rabbi
Ø  Jangan Engkau berikan angin kencang dengan gelombang
Ø  Sayang sekali burung pipit di pinggir pantai
Ø  Hilang dengan hati, sedih dengan jantung

Bang gambe ngen aneuk dara
Teuduek sapat dua-dua, ngen jeulamee hana soe kira
Oh troeh lon tanyoeng padum jeulamee gata brie
Di jaweub le gambe, lon tuan bayeue ngen gadee 

Ø  Bang Gambe dengan dua anak perempuannya
Ø  Termenung bersama dua dua, dengan mahar tidak ada yang sanggup penuhi
Ø  Sampai akhirnya saya Tanya berapa mahar yang diberikan
Ø  Di jawab oleh bang Gambe, saya bayar dengan Gadai

Bang gambe peugah, bek jeut keuh aneuk meutuwah lagee manok keumarom
Gasyai bibie ngen desya, gadoh niet ngen broek hatee
Hai rakan lon, tadong disinoe, di bineh glee
Sayang aneuek glang ditinggai le ma, bek keuh ke manoe, meu sikat igoe pih ka itam

Ø  Bang Gambe katakana, Janganlah kamu wahai anak yang baik hati seperti ayam mengeram
Ø  Kasar bibir dengan penuh dosa, hilanglah niat dan hati dalam keburukan
Ø  Wahai saudaraku, berdirilah kita disini, di pinggir hutan
Ø  Sayang sekali anak yang cacingan di tinggal oleh ibunya, janganlah engkau menangis, sikat gigipun sudah hitam

Beudoh hai rakan, ta ingat teuma
Bek jeut ke ureung pungoe, bak ta duek-duek ka reuet keudroe
Di peugah pungoe gata beungeh, dipeugah kaphee gata meupakee
Tapi bak meubuet lebeuh jahee ngen anuek durhaka

Ø  Bangunlah wahai sodaraku, kita ingat ingat kembali
Ø  Jangan engkau menjadi seperti orang gila, yang sedang duduk pun bisa jatuh sendiri
Ø  Bila dikatakan gila, kamu marah. Di katakan kafir kamu akan melawan
Ø  Tapi bila di lihat perbuatan, lebih jahat dari anak durhaka

Meunan keuh saboh hikayat ulon kata
Bak ta calitra gadoeh watee ngen rasa
Bang gambe ka meukawen ngen aneuek dara
Bak ta bayang-bayang, sayang that umue ka tuha

Ø  Begitulah sebuah hikayat yang saya sampaikan
Ø  Terlalu banyak bercerita habis waktu terbuang percuma
Ø  Bang Gambe kini sudah menikah lagi dengan anak gadis
Ø  Kalau kita renungkan, sayang sekali umur ini sudah menua



Tulisan lawas saya di sini

Ketemu "Harta Karun" Di Desa Lampulo Banda Aceh

$
0
0
Sunset di Desa Lampulo (taken by www.arieyamani.blogspot.com)

Desa Lampulo terletak di semenanjung utara kota Banda Aceh. terletak tepat di tepi laut dan bisa di pastikan kalau desa ini merupakan salah satu desa yang terparah terkena dampak keganasan gelombang tsunami pada 2004 lalu. Ribuan orang dinyatakan hilang, desa porak-poranda. Desa yang menjadi salah satu daerah terpadat penduduknya di kota Banda Aceh, menjadi desa yang paling sedikit penduduknya setelah tsunami.

Setelah sepuluh tahun berlalu, rahasia demi rahasia mulai terkuak dari desa yang menjadi hunian para nelayan di Banda Aceh. desa yang terkenal dengan objek wisata perahu nelayan di atas boat ini, ternyata juga menyimpan sejarah serta harta karun yang sangat mahal harganya. Iya, Harta Karun!

Jika harta karun berupa emas, maka koin emas pernah ditemukan di seputaran tambak desa ini dan desa sebelahnya. Lalu, dalam sekejap saja, desa ini sekarang di penuhi oleh para peneliti arkeologi baik dari dalam maupun dari luar negeri. Berbondong-bondong mereka melakukan penelitian di seputaran desa tersebut.

Awalnya, Kampong Pande, tetangga desa Lampulo memang telah lama di jadikan sebagai salah satu daerah wisata sejarah di Banda Aceh. Bahkan, kampong ini pula di tetapkan sebagai titik Nol Kota Banda Aceh. sebuah kondisi yang jauh berbeda yang terjadi dengan desa Lampulo. Desa lampulo tak ubahnya hanya sebuah desa nelayan yang kumuh, bau amis ikan, dan daerah yang sering dikaitkan dengan daerah pengembangan pelabuhan ikan. Di desa ini juga akan dirayakan untuk pertama kalinya Hari Nusantara 2015 Indonesia yang tak lama lagi akan berlangsung.

Lalu, Bagaimanakah nasib harta karun yang tersebar di seputaran desa tersebut? Ah iya, saya hampir saja lupa. Harta karun di desa ini adalah terdapatnya puluhan situs kuno dari era kemasyuran kerajaan Aceh Darussalam tempo dulu. Bahkan digadang-gadang, kalau makam-makam kuno di sekeliling desa ini merupakan bukti bahwa kawasan lampulo dan sekitarnya merupakan sebuah kawasan yang sangat maju pada jamannya.

Para Arkeologi kini sedang berusaha memindai berbagai batu nisan kuno yang megah dan cantik yang tersebar di seluruh tambak dan seputaran desa. Mereka harus bertarung dengan waktu. Pasalnya, seluruh tambak yang terdapat di desa lampulo akan diratakan dengan tanah. Demi menjadikan kawasan ini sebagai kawasan Pelabuhan Ikan Terpadu. Pemerintah Aceh yang katanya pembela “keacehan” ini tidak segan-segan untuk meratakan seluruh situs yang menandakan kehebatan Aceh di masa lalu.

Di sekitar makam kuno yang berderet-deret itu, juga di temukan berbagai pecahan piring keramik, tembikar, gerabah, dan berbagai hal yang menandakan bahwa ratusan tahun yang lalu, di ujung pulau sumatera ini pernah ada sebuah kerajaan yang cukup besar. Beberapa literature sejarah menyebutkan kalau sebenarnya di seputaran daerah inilah kerajaan Aceh bermula sebelum akhirnya dipindahkan ke tengah kota Banda Aceh oleh sultan yang memerintah saat itu (Sultan Alaidin Mahmudsyah 1267-1309 Masehi). Salah satu sebab pemindahannya adalah Tsunami yang pernah terjadi di masa itu.

Di hulu krueng Aceh (Sungai Aceh) ini pula pernah tercatat, bahwa  situasi ibukota Kesultanan Aceh Darussalam, ketika itu sangat ramai oleh lalu-lalang kapal-kapal berukuran besar yang masuk hilir mudik membawa barang-barang perdagangan ke tengah wilayah kota. Bahkan kapal-kapal besar dari mancanegara itu, bisa masuk langsung melalui jalur Krueng Aceh hingga menembus wilayah jantung kota. Hal ini dimungkinkan, karena pada saat itu jalur Krueng Aceh merupakan jalur bebas hambatan untuk masuknya kapal-kapal perdagangan dan kapal penumpang. Sebab, tak ada tiang-tiang jembatan Peunayong dan Pante Pirak yang berdiri di tengah sungai pada saat itu.*

Jadi jika demikian, wajar rasanya bila di sekitar desa ini terdapat begitu banyak makam-makam kuno yang tersusun secara berkelompok. Dan karena susunannya inilah para peneliti semakin penasaran. Harus di akui, Aceh “sepertinya” memang pernah memiliki sebuah kerajaan yang besar dan kuat. Dan untuk membuktikan hal ini, saya sampai harus menyusuri bukit Lamreh untuk melihat sisa-sisa makam Kerajaan Lamuri (yang katanya lebih tua dari kerajaan Samudra Pasai).

NIsan yang terserak, menjadi saksi sejarah aceh di masa lalu. sebuah harta karun dari negeri aceh
foto by : mapesa
Kini, perlahan tapi pasti, situs kuno ini akan menemui ajalnya untuk musnah selamanya. Pemerintah daerah terkesan sombong dan sembrono demi rupiah ingin menenggelamkan puluhan situs bersejarah di kota Banda Aceh. Pelabuhan besar tak lama lagi akan berdiri. Sedangkan makam kuno yang merupakan identitas Aceh masa lalu akan tergerus olehnya. Para arkeolog masih terus berusaha meneliti sebenarnya, ini makam siapa? Tahun berapa? Dan mengapa begitu banyak gerabah di sini. Mengapa bisa ada piring keramik cina yang berumur 1000 tahun ada disini.Masih begitu banyak pertanyaan yang masih harus di jawab.

Tapi satu yang jelas, bila dulu Tuhan mengantarkan Tsunami untuk menutupi kemegehan kerajaan Aceh kala itu, maka kini Tuhan, kembali mengirim tsunami untuk membuka tabir kehebatan Aceh di masa lalu. Ya, karena tsunami-lah akhirnya endapan lumpur dan tanah yang telah mengendap ratusan tahun terangkat. Hingga akhirnya harta karun Aceh ini tersibak begitu saja. Dan sekarang? Pemerintah Aceh telah menciptakan “tsunami” nya sendiri untuk menutupi kembali bukti kehebatan masa lalu Aceh di desa yang terkesan kumuh ini. Akankah harta karun ini akan hilang sekali lagi?



sebuah nisan yang tak kalah pedihnya, sebuah harta karun yang dibuang begitu saja
foto by : Mapesa


NOTE : Saya Sangat Tidak Menyarankan kepada setiap pengunjung yang hendak ke lokasi makam, mengambil pecahan Gerabah ataupun potongan harta karun yang berada di desa tersebut.

Setiap objek cagar budaya di lindungi oleh Undang-undang no 11 Tahun 2010


Berpetualang Ke Bukit Lamreh, Bukit Seribu Makam Kuno Aceh

$
0
0

Sepertinya mengejar cerita sejarah akan “kehebatan” Aceh pada masa lalu sudah mulai merusak pikiran waras saya sebagai seorang ayah yang baik dan benar. Sebelumnya, pada minggu-minggu yang lalu saya diajak untuk melihat makam kuno di desa lampulo lengkap dengan semua harta karunnya. Kini saya kembali diajak untuk mengunjungi sebuah desa yang cukup jauh dari kota Banda Aceh dengan tujuan yang sama. Menggali harta karun Aceh yang telah lama hilang.

Perjalanan kali ini menuju ke kawasan pelabuhan Krueng Raya. Sebuah pelabuhan yang lebih dikenal sebagai pelabuhan sejarah dari pada pelabuhan bongkar muat barang. Pelabuhan ini sudah lama berdiri. Mengingat, secara sejarah, pelabuhan Krueng Raya telah diceritakan pada kisah kehebatan Laksamana Keumala Hayati yang fenomenal itu. Di lain sisi, pelabuhan ini juga telah lama berkembang sejak era kerajaan Hindu-budha Aceh, yaitu jaman Kerajaan Indra Patra.
Jarak tempuhnya lumayan, kurang lebih 40 KM dari pusat kota Banda Aceh. Lelah, sudah pasti, gempor pant*t apalagi. Tapi hasrat dalam diri begitu menggoda. Seolah saya kembali menjadi muda lagi. Yiihaaa..

Motor butut saya terus melaju dengan kecepatan sedang. Jalanan yang sepi, biasan cahaya mentari pagi terus menemani, sesekali terdengar deburan ombak di sisi kiri jalan. Sesekali, Ziyad memekik karena motor yang ditumpanginya harus mendahului sebuah mobil tangki Pertamina ukuran besar. Satu jam sudah, saya berpikir bahwa lokasi hunting kali ini ada di daerah yang mudah dijangkau dengan motor. Ternyata? Saya salah!

Pelabuhan Krueng Raya di lihat dari atas bukit Lamreh, Aceh Besar
Dari pelabuhan Krueng Raya, saya masih harus memacu motor ke arah bukit “Soeharto” alias perbukitan Lamreh. Jalanannya masih beraspal bagus. Akan tetapi sudah mulai menanjak tak tahu diri. Motor butut ini di isi 4 orang, dua orang dewasa dan dua orang batita. Ditambah perlengkapan batita yang cukup menambah beban.

“dek, kalau sudah naik ke arah bukit, nanti sebelah kiri ketemu dengan sekolah, sampingnya ada lorong berbatu. Adek nanti masuk ke lorong itu ya”  Kak Era menjelaskan melalui telepon genggam. Maklum saja, saya sebenarnya tertinggal jauh di belakang mereka. Sedangkan mereka sudah lebih dulu tiba. Mereka? Ya, ada beberapa teman yang sudah lebih dulu sampai di bukit yang katanya penuh dengan batu nisan kuno. (katanya lebih kuno dari pada makam di Desa Lampulo). Ada bang Arie yamani, kak Ayie dan Suaminya bang David, Kak Era dan Yuni.

Saya sedikit ragu, apakah kali ini saya telah salah tujuan. Masa iya, bawa anak-anak menjelejah hutan dan naik turun bukit? Apakah motor ini mampu melaju dalam jalanan setapak di sepanjang bukit? Ah sudah, bismillah saja.

Benar dugaan saya, ternyata jalannya benar-benar jalan setapak. Jalanan yang biasanya dilalui oleh para pekebun ataupun peniliti yang akhir-akhir ini sering berlalu-lalang untuk meneliti kumpulan makam kuno di daerah perbukitan Lamreh ini.

harus jalan kaki, karena motor sudah tidak memungkinkan lagi di pacu :D
jalan setapak yang harus saya dan keluarga lalui.
Jalan masih naik turun. Bebatuan cadas berserakan dimana-mana. Belum lagi tanaman liar yang sesekali tersibak ke muka saya. Tak terasa, kami sudah masuk jauh kedalam area hutan perbukitan Lamreh. Sampai akhirnya saya ketemu juga dengan rombongan teman yang lebih dulu sampai. Saya masih bingung, di area yang seluas ini, mau di cari kemana itu makam? Bentangan bukitnya benar-benar luas. Salah jalan sedikit nyasar. Salah besok sedikit nyasar. Sepertinya ini lebih layak disebut berpetualang dari pada mengunjugi makam!

“kami juga baru pertama kali kemari Yud! Jadi kakak juga nggak tahu dengan pasti dimana letak kumpulan diwai makamnya hehehe” alamak?! Ini orang ngomongnya kok tidak ada beban ya? #nepokjidat

“jadi? Kita sekarang hunting dong kak?” saya sedikit meringis. Ada anak di pangkuan dan di punggung yang duduk dengan santainya. Satu beratnya 12 KG yang satu lagi 16 KG. (Jadi ayah itu memang butuh perjuangan. Terutama harus sering angkat beban)

Apa yang hendak dikata? Semuanya sudah serba terlanjur. Terlanjur sudah jalan jauh dan motor sudah terlanjur masuk kedalam hutan bukit Lamreh. Terlanjur sudah menggendong anak sekaligus dua. Terlanjur sudah capek dan mulai kepanasan. Baiklah, sekalian saja terlanjur bingung mencari makam kuno yang lebih dikenal dengan Plak Pling Lamuri!

Setiap lorong kami jelajahi. Tapi lagi dan lagi semuanya buntu dan tidak menunjukkan bukti keberadaan makam kuno Lamuri. Sampai akhirnya, kami terus menyusuri jalanan menurun. Terus menurun. Dan turunan semakin curam. Mentari sudah mulai naik ke tengah kepala. Panasnya mulai merambah ke ubun-ubun. Seketika, suara deburan ombak terdengar sangat dekat. Wah! Ternyata kita sampai di pinggir laut!

Ah siang yang panas, menjadi waktu yang tepat untuk melepaskan lelah sembari bersandar di pepohan yang rindang di pinggir pantai. Sayang, warna tosca yang berbaur biru tidak keliatan hari itu. Laut serasa muram. Deburan ombak mengalun pelan. Angin bertiup perlahan, cukup untuk mengeringkan keringat yang sudah mulai membaui badan. Kabut Asap kiriman dari Riau dan Sumatra Utara telah menyentuh Aceh. sehingga langit terkesan mendung dan sendu.
di ujung sana adalah tanjung kelindu atau lebih di kenal dengan Ujung Dunia, sayang, cuaca buruk

ini pulau Amat Ramayang, yang menjadi legenda seperti malin kundang di aceh

leyeh-leyeh dengan pemandangan kayak gini bikin males gerak hehe


Sudah, yang penting saya dan anak-anak bisa bermain sesaat di pinggir pantai. Menemukan pantai ditengah rimbun tanaman liar hutan dan tanah yang berbukit-bukit itu memberikan sensasi tersendiri. Dari kejauhan terlihat ujung kelindu yang sedang naik daun karena kedatangan artis beken Nadine Chandrawinata. Di sisi kiri, ada pulau Amat Ramayang, yang katanya dikutuk jadi batu mirip dengan cerita Malin Kundang di Sumatra Barat sana.
pengen banget bisa ke ujung dunia itu..:((

Tanpa bekal yang cukup, akhirnya kami memutuskan untuk kembali pulang. Tapi, saya masih penasaran. Sebagus apakah makam Plak Pling Lamuri ini, sampai-sampai begitu banyak peniliti beradu argumentasi mengenai umur dan peradaban yang pernah ada di bukit lamreh ini. Saya memutuskan untuk memanjati sisi bukit yang berbatasan dengan pantai tersebut. Perlahan demi perlahan. Tanpa terasa saya sudah di puncak bukit. Terlihat pemandangan yang indah. Persis sama seperti yang saya lihat di pinggir pantai tadi, tapi kali ini saya melihatnya dari ketinggian. Ah, foto! Eh? Saya baru sadar ternyata saya tak bawa kamera maupun handphone. Semuanya tertinggal di bawah bersama istri dan anak-anak. Hiks..

Usaha menaiki bukit tidak sia-sia, paling tidak, setelah memutari punggung bukit beberapa kali, akhirnya saya menemukan satu buah. Iya satu buah! Nisan yang telah patah. Desainnya unik. Ukirannya terlihat berbeda dengan ukiran pada makam-makam kuno atau makam raja di seputaran kota Banda Aceh. Ini terlihat lebih kecil bersegi empat, mirip obelix tapi kecil. Berhubung saya lupa membawa kamera, akhirnya patahan makam itu hanya bisa saya nikmati sendiri. Saya memutuskan untuk menuruni bukit perlahan dan pulang.

Praaaks..!!  terdengar hantaman keras dari bawah motor saya. Sepertinya saya menabrak sesuatu ketika hendak memundurkan motor. Terlihat sebuah batu besar yang menghalangi ban depan motor saya.

Eh?! Inikan dia?? Salah satu Batu Nisan Plak Pling Lamuri yang sedari tadi saya cari! Bentuknya mirip dengan yang saya lihat di atas bukit tadi. Hanya saja, ini sudah hancur. Dimakan usia, dan tergeletak begitu saja. Semut-semut nakal menjadikan ruas-ruas batu sebagai markas persembuyiannya. Tidak lagi terlihat ukiran-ukiran khas dari india. Hanya batu kosong bersegi, penuh dengan bolongan di sekujur tubuhnya. Di sampingnya juga terdapat beberapa pecahan gerabah. Mulai dari keramik cina sampai gerabah dari tanah liat.
Ini batu nisan kuno para bangsawan kuno di Bukit Lamreh

ini adalah gerabah atau pecahannya dari era ratusan tahun yang lalu


Alamak! Kalau tahu di parkiran motor saja ada makam kuno dan pecahan gerabah, buat apa saya repot-repot naik kepuncak bukit Lamreh. Lengan saya masih perih karena tergores dahan-dahan yang berduri. Kaki ini masih pegal karena naiknya cukup terjal. Saya masih mengomel dan merepet sejadi-jadinya.

“nothing to lose lah bang. Kan akhirnya abang bisa ketemu yang aslinya di atas sana. Lagian, anak-anak juga senang karena mereka bisa berpetualang bersama ayahnya didalam hutan kayak gini” jawaban lembut dari istri saya akhirnya memenangkan hati yang sedikit panas. Ah iya juga ya? Bukankah ini saatnya mengejar makan siang? Lapar…


jalan pulang yang kami lalui, beda jalur pergi dengan jalur pulang itu memang luar biasa  
leyeh leyeh sembari menengok bukit lamreh di kejauhan
####### 


Berikut adalah beberapa foto asli nisan Kuno yang telah ditemukan oleh para peneliti dan kini terancam punah.


foto by misykah.com

foto by misykah.com

Foto By https://id.wikipedia.org

Di Lam Reh terdapat makam Sultan Sulaiman bin Abdullah (wafat 1211), penguasa pertama di Indonesia yang diketahui menyandang gelar "sultan". Penemuan arkeologis pada tahun 2007 mengungkapkan adanya nisan Islam tertua di Asia Tenggara yaitu pada tahun 398 H/1007 M. Pada inskripsinya terbaca: Hazal qobri [...] tarikh yaumul Juma`ah atsani wa isryina mia Shofar tis`a wa tsalatsun wa tsamah […] minal Hijri. Namun menurut pembacaan oleh peneliti sejarah Samudra Pasai, Teungku Taqiyuddin Muhammad, nisan tersebut berangka tahun 839 H/1437 M (Sumber dari https://id.wikipedia.org/wiki/Kesultanan_Lamuri )

Ini Dia Cara Mudah Mendapatkan Tiket Murah Ke Aceh!

$
0
0
danau Lut Tawar di Aceh Tengah, terlihat seperti di New Zealand bukan? :D

“Ke Aceh/Banda Aceh itu mahal cuy! Sekali terbang bisa lebih satu juta! Kalau PP elu hitung aja sendiri”

Kalimat diatas paling sering saya dengar ketika saya mengajak beberapa teman untuk mengunjungi tanah kelahiran saya di ujung barat pulau Sumatra. Sebuah kota kecil dengan segudang sejarah kepahlawanan dan sedikit pemberontakan. Tapi, Aceh tetap menyimpan sejuta daya tarik yang akan membuat kalian betah untuk berlama-lama disini.
Bilang saja, pesona pantainya, lalu alam bawah laut pulau Weh, belum lagi ditambah dengan gugusan pulau banyak yang bisa membuat anda lupa kalau sudah waktunya anda beranjak kembali pulang.

Tapi, jadi pertanyaan sekarang, benarkah ke Aceh itu mahal? Saya jawab, bisa iya, bisa tidak. Iya mahal, bila penerbangan yang anda lakukan misalnya dari Jakarta – Banda Aceh menggunakan penerbangan regular semisal lion air dan garuda Indonesia. Semenjak harga minta dunia naik, minyak pesawat dari Jakarta ke Banda Aceh naiknya seperti tidak “sekolah”. Dulunya hanya rp.600.000an sekali jalan, sekarang bisa sampai Rp. 1.000.000 sampai Rp 2.000.000! 

Iya, saya paham kok, kalau dengan tiket segitu mendingan ke singaparna (Singapura) yang di seberang lautan sana kan? Belum lagi akomadasi selama di Banda Aceh, belum lagi makan-makannya! Wah bisa habis berapa tuh kalau ada seminggu saja di Banda Aceh dan sekitarnya. (Tahukah anda kalau ada trik biar bisa makan gratis di Aceh? tunggu ceritanya :D)

Tiket ke Banda Aceh tidak mahal, bila anda memang ingin sedikit berusaha lebih. Sekarang, air asia sudah beroperasi di Aceh. rute penerbangannya, semuanya ke luar negeri. Semisal, Kuala Lumpur, Singapura, Penang dan Jeddah. Sudah tahu dong kemana arah pembicaraannya? Yups, gunakan promo maksapai LGCC ini sebaik mungkin. Bisa-bisa penerbangan Jakarta ke Banda Aceh hanya Rp 800.000 saja! Bayangkan! Hampir setengah harga dari penerbangan regular bukan?

Berikut adalah print screen ketika saya iseng-iseng mencari penerbangan dari Jakarta-Banda Aceh. pada tanggal 14 oktober 2015 . catatan, kurs ringgit Malaysia terhadap rupiah hari ini adalah Rp 3.318 per ringgit Malaysia.

 
tiket penerbangan Air Asia dari Jakarta Ke Kuala Lumpur tanggal 14 oktober 2015


penerbangan dari kuala lumpu ke banda aceh dengan Air Asia pada tanggal 15 oktober 2015



Nah, sekarang lihatlah harga tiket penerbangan regular, rata-rata di atas satu juta rupiah. Kalau naik pesawat BUMN Indonesia harganya bisa hampir menyentuh angka Rp 2 juta loh!

Penerbangan reguler, ini hanya sebagian yang bisa di print screen, yang dibawahnya lebih parah lagi :D
  •    Penerbangan Jakarta-Kuala Lumpur pada 14 oktober 2015 adalah Rp 414.500
  •    Penerbangan Kuala Lumpur-Banda Aceh pada tanggal 15 oktober 2015 (promo) adalah 116 ringgit malaysia ( Rp 385.000)
  •    Total Jakarta ke Banda Aceh via Kuala Lumpur adalah Rp 799.500 (waktu tempuh hampir 24 jam)
Penerbangan regular Jakarta – Banda Aceh adalah Rp. 1.050.000 (tergantung maskapai) waktu tempuh 4 jam.


Iya, iya saya tahu, kalian mau bilang apa. Banyak waktu yang terbuangkan? Kalau biasanya naik pesawat regular hanya membutuhkan waktu kurang lebih 4 jam dari Jakarta-Banda Aceh. tapi, bila naik pesawat AA ini anda harus menghabiskan waktu hampir 24 jam. Tapi, bukankah bagi anda seorang backpackers ini adalah sebuah keuntungan double? Ke Aceh sekaligus mampir main-main ke Malaysia (walaupun dibandaranya doang hehe)? Atau anda juga bisa membuat ittenary di Kuala Lumpur dulu. Puas disana, lalu ke Banda Aceh via Kuala lumpur. Hmm… sepertinya tidak ada salahnya mencoba bukan?


Jadi tunggu apa lagi? Sampai ketemu di Banda Aceh ya!

Masih ada senja yang tertinggal Di Ulee Lheue

$
0
0
Senja biruku.. bertahun sudah kita tak ketemu (Senja Di Ulee Lheue)

Dua minggu sudah, cuaca kota kecil ini tak menentu. Seolah tak ada lagi senyum yang biasa menyemangati hari-harinya. Kabut asap perlahan mulai menyelemuti kota. Tipis memang, tapi cukup membuat keadaan seperti kota mati. Suasana murung, tak berseri layaknya gadis cantik dari di ujung lamno yang bermata biru.

Bocah kecilku meliuk diantara kasur dan bantal guling. Mereka merengek berharap bisa bermain di tepian pantai. Tak perlu jauh, sekitar rumahpun jadi. Mendung yang tak mau berpindah dari langit Banda, hanya membuatku merasa serba salah. Sempat beberapa waktu, Aku merenungi keadaan. Begitu muram kah negeri ini ketika kabut asap menyelimutinya. Dimana senja biruku nanti? Dimana sinar hangat kala matahari terbit di tepian puncak Gunung Seulawah?

Ulee Lheue, sepotong desa yang kini hanya bisa berdiri dari sisa-sisa kedahsyatan tsunami masih mencoba bertahan. Berharap senja itu datang lagi. Berharap hujan turun dengan lembut membasahi rimbun bakau yang mencoba menjejalkan kakinya kedalam pasir yang menghitam. Aku bersyukur kepada Tuhan, Dia masih menyimpan sedikit kasih sayangNya kepada kampong kecil ini. Hujan turun perlahan sedari pagi. Dan sorenya dia berhenti.

Mentari malu-malu muncul dari balik tutupan awan yang berarak laksana ikan tongkol. Pancarannya sedikit sayu. Memancar dari sela-sela kabut yang tak sudi menghilang. Angin bertiup dari barat. Mungkin, sebentar lagi angin selatan akan datang. Hujan akan lebih sering berkunjung. Bergegas Aku mengambil kamera, dan memasang popok kedua bocah kecilku. Ini saatnya kita ke pantai!

Jalanan masih sedikit lembab. Bilqis sudah bersandung dari atas motor butut ayahnya. Sepertinya dia senang hari ini. Ziyad, anak tertuaku, masih terus merapalkan boat ikan, boat ke sabang, dan boat tentara kesayangannya yang selalu berlabuh di tepian teluk Ulee Lheue. Aku? Tentu saja ingin merayakan hari dimana senja kembali bergeliat di kota kelahiranku ini.

Kota “perang” ini kembali menjadi salah satu kota romantis. Muda-mudi yang tak jelas sudah menikah atau belum berbalut dalam rasa yang mereka sebut cinta. Gaya duduk di motor yang aduhai pun berlombaan dengan saling menempelkan dada ke punggung sang pengemudi. Padahal, yang Aku tahu, sore ini tidak dingin. Tapi mereka seolah merasa kedinginan dan mencari kehangatan dengan saling mendekap.Seolah pantai ini miliknya berdua saja. Sial!

ketika Air Surut, mereka bisa bermain sesukanya, menari sesukanya (Senja Di Ulee Lheue)
Laju motor butut berjalan sempurna. Menuju ke satu titik persimpangan yang pasti. Dari bundaran masjid Baiturrahim Aku menurunkan arah tepat di samping masjid tersebut. Jalanan kecil dan buntu. Berbatasan langsung dengan tanggul pemecah ombak. Sambil mengisyaratkan bahwa disini, tak ada pasangan kekasih yang berani meraba-raba bagian yang tak boleh diraba sebelum nikah.

Angin masih berhembus sederhana, bocah-bocah mulai berlarian diatas pasir yang mulai di warnai dengan jingganya mentari senja. Aku hanya duduk bersama dengan kekasih hati. Sesekali, Aku katakan, akankah ada yang ketiga diantara dua bocah itu? Alih-alih senyum bahagia yang kudapati, melainkan sebuah cubitan sakit yang jauh dari kesan kasih sayang lengkap dengan tatapan mengerikan. Delik mata yang dalam. Seperti senja yang terus perlahan menurun di balik bukit.

Akhirnya, setelah menunggu beberapa tahun, Aku berhasil memotret cara ini (senja di Ulee Lheue)
Sore itu, Aku bisa mengerti. Betapa Tuhan begitu mencintai negeri ini dengan segala macam kekurangannya. Aku pun mengerti mengapa istriku menunda dulu peranakan yang selanjutnya. Semuanya terjawab oleh senja sore itu. Kalau istriku hamil dan melahirkan lagi, maka senja yang indah ini akan Aku lewati tanpanya. Karena ia, pasti sibuk bergumul dengan bayi merah yang terus menerus meminta ASI.

Ah. Sudahlah.. biarlah cerita senja ini menjadi awal semuanya. Awal hilangnya Kabut Asap. Awal hilangnya duka dari negeri yang luar biasa ini. Yang Aku tahu, senja itu, kini datang lagi..
Aku pulang, cintaku, hanya ini yang ku dapatkan hari ini (Senja Di Ulee Lheue)

Museum Kapal PTLD Apung I, Destinasi Wisata Terbaru Dari Banda Aceh

$
0
0
Monumen Kapal PLTD Apung I Banda Aceh (by Arie Yamani)
Tadinya di Banda Aceh hanya ada museum Aceh, Museum Tsunami dan museum Ali Hasyimi. Maka per tanggal 14 september 2015 lalu, Banda Aceh telah memiliki sebuah museum baru lagi. Kali ini bentuknya lebih unik dari museum pada umumnya. Museum Kapal PLTD Apung I namanya. Museum ini berdiri didalam ruangan kapal PLTD apung itu sendiri. Tadinya ruangan yang diperuntukkan untuk mesin Genset Listrik yang memiliki kemampuan penyaluran listrik 10,5 megawatt, kini disulap menjadi sebuah ruangan yang sejuk dan menjadi sebuah galeri.

Kapal PLTD Apung I ini awalnya adalah sebuah kapal generator listrik kepunyaan Perusahaan Listrik Negara (PLN). Ketika Aceh masih dilanda konflik pasokan listrik ke Aceh sering terganggu. Untuk itu, pemerintah RI saat itu berinisiatif mengirimkan kapal Pembangkit Tenaga Listrik Diesel Apung I ini ke Aceh pada tahun 2012. Akhir tahun 2014 tsunami datang melanda Aceh, kapal yang memiliki luas 1.900 meter persegi dan bobot 2.600 ton ini akhirnya ikut tersapu bersama arus tsunami ke tengah kota Banda Aceh.

Alat Peraga yang menjelaskan Sejarah PLTD APUNG 1 ( Museum Kapal PTLD Apung I)
Kini, kapal PLTD Apung I ini menjadi salah satu situs monument peninggalan tsunami yang paling ramai dikunjungi oleh wisatawan. Untuk melengkapi khasanah sejarah tsunami dan PLTD Apung I ini, dibangunlah museum yang menceritakan jejak tsunami di Aceh dan sejarah kapal apung ini sendiri, bahkan sampai menceritakan mengenai korban yang selamat di atas kapal tersebut.

Anda jangan murung dulu, museum kapal apung ini bukanlah seperti museum pada umumnya. Bentuknya lebih mirip geladak kapal atau ruang mesin kapal. Didalamnya, tangga-tangga besi melintang dari satu sisi ke sisi lainnya. Beberapa televisi berlayar datar menampilkan berbagai informasi mengenai kapal tersebut dan korban-korban yang selamat dari terjangan tsunami.

Pengunjung sedang melihat cerita tentang Tsunami 2004 ( Museum Kapal PTLD Apung I)
Didalam museum ini juga bisa kita temui mengenai jejak rekam relawan-relawan tsunami dari berbagai Negara. Sedikit mengenai ulasan rumah Aceh yang merupakan local wisdom Aceh mengenai tsunami, sampai beberapa gerabah peninggalan tsunami juga ikut di hadirkan. Tampilan sudah modern. Beberapa peraga sudah menggunakan teknologi terbaru. Cara mendisplaynya pun sudah sangat modern jauh dari kesan museum sejarah pada umumnya.
Ruangannya yang tidak terlalu besar dan berlantai dua. Pada lantai satu, anda akan disuguhkan oleh beberapa alat peraga seperti televisi yang memberikan informasi sejarah tsunami dan kapal ini sendiri. Lalu, naiklah ke lantai dua. Disini, anda akan mendapati foto-foto mengenai perjalanan tahap rehap rekon tsunami. Berbagai foto dari wartawan asing yang bertugas di Aceh selama pasca tsunami akan anda dapati disini. Anda hanya membutuhkan waktu satu jam saja untuk bisa menikmati seluruh isi museum.

Tampak Lantai 1   Museum Kapal PTLD Apung I


tampak lantai 2  Museum Kapal PTLD Apung I
Jadi, bila biasanya anda ke Banda Aceh hanya bisa bermain di bagian luar Kapal PLTD Apungatau bahkan naik sampai ke sisi atap kapal tersebut, kini anda bisa bermain didalamnya. Dari museum ini juga akan dijelaskan bagaimana kapal tersebut bisa terbawa sampai ketengah pemukiman penduduk di kota Banda Aceh.  Selamat menikmati destinasi baru dari kota Banda Aceh ya, kawan!

Televisi layar datar yang di jadikan salah satu alat peraga informasi ( Museum Kapal PTLD Apung I)

tampilan keseluruah lantai 1  Museum Kapal PTLD Apung I

pengunjung di  Museum Kapal PTLD Apung I
tampak Keseluruhan ruangan museum  Museum Kapal PTLD Apung I dari lantai 2

YR, 21/09/15
Viewing all 268 articles
Browse latest View live