Quantcast
Channel: FROM ACEH WITH LOVE
Viewing all 268 articles
Browse latest View live

Tips Berwisata Adventure bersama balita Di Banda Aceh

$
0
0

Pucok Krueng Raba (Arie yamani)

Orang bilang, kalau sudah berkeluarga, masih punya anak balita akan sedikit susah untuk menikmati hobi backpaker atau traveling. Saya harus mengakui, ya. Itu benar. Tapi ketika keinginan untuk menyusuri tempat-tempat baru nan eksotis terus mengganggu hati dan jiwa, maka mau tidak mau, semuanya harus bisa di jalani.

Seputaran Banda Aceh, satu persatu telah tumbuh dan berkembang destinasi wisata baru. Ada yang baru di permak, ada yang baru launching, ada yang baru di temukan. Bilang saja, krueng raba dan pucoek krueng. Yang terletak tidak jauh dari kota Banda Aceh. Sekitar 16 kilometer ke arah barat. Atau 1 kilometer dari Pantai Lhoknga. Atau, snorkeling Ke Pulau Tuan, yang letaknya hanya 5 kilometer dari mesjid raya Baiturrahman Banda Aceh. Dan masih berderet tempat wisata lainnya yang dapat melenakan perasaan mereka yang berjiwa “jalan-jalan”.

Sedari masa masih duduk bangku menengah atas, saya sudah menyukai tantangan alam. Baik itu adventure, touring, dan sekedar traveling. Motor tua edisi tahun 1969, vespa 1981 dan VW combi 1981 pernah menjadi koleksi keluarga saya. Semuanya karena saya menyukai hal-hal yang berbau sensasi jalan-jalan.

Kini, menikah, dan mempunyai dua orang anak yang masih balita. Sudah hampir 5 tahun ini, saya tidak bisa lagi menikmati hal-hal yang saya ceritakan di atas. Menikah, memiliki anak, seolah membuat saya terikat. Tak bisa lagi bebas bergerak. “Ka meu-ikat gakie” (sudah terikat kaki) begitulah ungkapan orang aceh.

Di jembatan jalan menuju gunung Semen
Hati kecil terus beronta, sesekali saya ingin pergi sendiri. Tapi, melihat uluran tangan dari anak perempuan saya, niat itu kembali saya urung.

Kenapa tidak saya angkut saja semuanya. Satu keluarga saya boyong naik motor. Bonceng berempat. Duduk erat-erat, bersama menikmati semua destinasi wisata aceh. Mulai dari yang dekat-dekat dulu. Paling tidak, niat lama kembali tersalurkan. Pun, sekalian saya mengajari anak-anak mengenai alam sejak dini. (ini cuma alasan biar ibunya anak-anak ngasih ijin :D ) 

Babak barupun mulai,  trip pertama, kami berempat, menjajaki Pucoek krueng Raba. Sebuah destinasi wisata alam yang baru-baru ini ngetrend di kalangan pecinta traveling aceh. Saya mengikat anak yang pertama dengan kain panjang. Duduk di depan dilengkapi helm kecil dan juga jaket. Anak saya yang perempuan di gendong erat oleh ibunya. Istri saya? Ya duduk manis di kursi paling belakang, yang langsung berbatasan dengan palang besi jok motor.

  1. Memulainya di Pagi hari
Saya memilih pagi hari, pertama cuaca Banda Aceh yang kala siang begitu menyengat, akan merepotkan saya ketika anak-anak kepanasan. Selain rewel, panasnya mentari siang dapat membawa efek yang tidak baik pada kesehatan anak. Kedua, jika memilih sore hari, sering membuat saya dan keluarga kekurangan waktu. Karena budaya aceh, kala magrib menjadi sebuah waktu yang sangat “sakral” yang harus di hormati. 
"Bek ba aneuk miet watee mugreb" (jangan bawa jalan anak bayi/balita waktu magrib
Sehingga, menjadi sebuah hal tabu, jikalau anak balita masih berkeliaran di luar rumah kala adzan magrib berkumandang. Pun, rata-rata jarak destinasi wisata di seputaran Banda Aceh, bisa dikatakan tidak begitu dekat. Juga tidak terlalu jauh. Akan tetapi cukup menyita waktu tempuh. Sehingga, bila memilih sore hari, bisa di pastikan kita tidak akan puas menikmati tempat wisata yang kita tuju. Kecuali, bila kita memilih di dalam kota Banda Aceh, semisal Gunongan, PLTD Apung, dan Masjid Raya.

    2. Menentukan Tempat yang cocok

Pintu masuk Pucoek Krueng
Ada banyak tempat wisata yang masih tergolong ramah dan bisa untuk bawa keluarga. Walaupun itu tempat wisata baru di Banda Aceh,semisal Air terjun Kuta Malaka, Ujung Kelindu di Aceh Besar, Pucoek Krueng Raba, situs Kapal KPLP Malahayati di Banda Aceh, dan lainnya. Saya sendiri, memilih Pucoek Krueng Raba. Walaupun tempatnya cukup jauh, tapi tempat tersebut masih mendukung untuk membawa keluarga dan anak Balita. Memang, jalan dari pantai lhoknga sampai ke pucoek krueng masih tergolong rusak. Tapi masih bisa di kenderai oleh kenderaan bermotor, bahkan ada yang membawa kenderaan roda 4 sampai ke ujung jalan. Pun, kondisi tempat wisata tersebut begitu tenang dan sejuk. Karena masih banyaknya pepohonan rindang yang hidup mengelilingi tempat wisata tersebut.(ya iyalah, orang ke gunung kok)


  3.  Cari yang murah meriah dan Aman

Sudah bisa di pastikan, bila membawa keluarga, dana yang dikeluarkan juga sedikit ekstra dibandingkan ketika saya travelling sendirian. Cukup banyak pilihan tempat berwisata yang murah meriah, di seputaran Banda Aceh. Tapi, murah dan meriah saja tidak cukup. Harus aman! Ini yang paling penting.  Karena, membawa anak balita itu bukan seperti bawa anak yang sudah masuk jenjang Sekolah dasar. Mereka masih begitu riskan. Bilang saja, anak saya yang bontot, masih berusia 1,5 tahun. Begitu turun dari motor, langsung ngacir. Walaupun masih tertatih, dia bisa hilang dalam sekejap. Bukan sekali dua kali, istri saya tiba-tiba di teriaki oleh para pengunjung lain di beberapa tempat wisata. Hanya karena si gadis saya ini tiba-tiba sudah kepinggir sungai, atau kepinggir laut, atau kepinggir jalan raya. Ya begitulah, murah saja tidak cukup. Tapi juga harus aman!

  4.  Logistik dan P3K

Bawa balita, tapi tak bawa perlengkapan mereka? Inilah yang di sebut salah satu bentuk kiamat kecil! Bayangkan kalau mereka tiba-tiba jatuh dan terluka. Walaupun cuma lecet kecil, mereka akan menangis sejadi-jadinya. Obat-obat yang mereka pakai sehari-hari menjadi hal yang wajib yang harus kita persiapkan. Popok, kantong plastik kecil, baju ganti, makanan ringan, dan air. Tapi ingat, tidak perlu bawa sampai dua tas ransel. Tapi bawa saja secukupnya. Seperlunya, tergantung sejauh mana dan jenis destinasi seperti apa tempat yang akan kita tuju nantinya. Ketika ke pucok krueng, saya hanya membawa 4 lembar popok, masing-masing 2. Dua pasang baju ganti, satu botol air mineral, dan beberapa snack. Selebihnya? Yaaa kameralah.. hihi




   5. Safety Riding

Terkadang, karena terkesan pergi sedikit jauh, para pria akan memacu kenderaan dengan sedikit kencang. Begitupun saya. Melihat jalanan Banda Aceh di pagi minggu sedikit sepi, langsung tancap gas. Padahal, anak saya yang tua duduk di bagian depan. Akhirnya, melihat tingkahnya yang sudah tidak nyaman lagi karena dia sedikit ketakutan, saya memacu motor seperlunya saja. Tidak terlalu pelan, karena itu bisa membuat anak-anak pegal duduk terlalu lama di motor. Tidak juga terlalu kencang. Kenapa? Bukankah di atas orang gila ada orang gila lainnya? Bila anda sudah gila, maka paculah kenderaan anda sesuka hati. Bisa saya pastikan kalau akhirnya akan ada orang gila lainnya yang memacu kenderaan lebih kencang dari anda. Akhirnya? Kecelakaan pun tidak terhindarkan. Lagi-lagi, anak balita yang menjadi korbannya. Hanya karena ayahnya kumatgila. Kasihan, bukan?

Bila semuanya sudah siap, jangan lupa berdoa. Maka traveling mengelilingi tempat eksotis di Banda Aceh dan sekitarnya bersama keluarga dan anak balita, bukan lagi menjadi suatau halangan. Indahnya panorama alam, tempat-tempat sejarah, serta situs-situs tsunami yang masih tersembunyi, tetap bisa di nikmati walaupun membawa balita dan keluarga.

si kecil di pucok krueng Raba
Jadi? Tunggu apalagi? Traveling ke Banda Aceh dan sekitarnya sekarang! Bawa anak dan istri, karena mereka bukanlah halangan untuk menikmati indahnya panorama alam aceh! Udah… jangan bikin alasan!  Baru punya anak dua saja sudah bikin alasan, ini ada yang 11 anak semuanya bisa di ajak keliling dunia!










Banda Aceh, 28/03/15 
YR

Dua Sahabat, Satu Biduk #TFP 59

$
0
0
dua sahabat, satu biduk di danau laut tawar
Pagi masih, ketika saya menikmati sejuknya udara Negeri Di Atas Awan. Nama lain dari kota Takengon, Aceh Tengah. Duduk santai dengan riuh rendah suara burung-burung di lereng bukit barisan. Didepan,terbentang danau yang berwarna hijau yang berbaur biru langit. Danau Laut tawar namanya. Sesekali, beberapa burung terbang rendah, berkecipuk dengan air danau yang sejuk.

Sebuah biduk melintas diatasnya, memecah kesunyian di pagi yang dingin itu. Dua orang sahabat duduk diatasnya. Melakukan sebuah kerja sama apik. Satu mengkayuh, satu lagi menebar jaring. Setelah jaring tersebar sempurna, giliran yang kayuh menepuk-nepuk punggung danau. Sepertinya mereka menghalau ikan, agar bisa terjebak di jarring yang di tebar.


Dua sahabat, dalam satu biduk. Berkerjasama untuk makan sore itu. Sebelum cuaca dingin kembali menggeluti bukit barisan di malam hari.

****
blog ini di ikut sertakan dalam lomba Turnamen Foto Perjalanan Ronde 59-Biduk

yang di selenggarakan oleh Mas Danan Wahyu 

Mie Ramen Aceh di Ramen Akira, Banda Aceh

$
0
0
Desain rumah makannya, warna depannya merah-merah hitam gitu. Terkadang terkesan sedikit sadis, sedikit angker, sedikit eksotik, dan sedikit gothic



Seminggu ini, Banda Aceh bocor langitnya. Cuaca dingin tak menentu. Apalagi semenjak ba`da Tsunami yang berhasil mengkikis habis hutan bakau, membuat uap panas dari laut ditambah kencangnya angin berhasil membuat cuaca Banda Aceh berubah total. Yang biasanya angin sepoi-sepoi, kini bisa berubah menjadi angin ribut. Kadang-kadang, mendung bisa bergulung-gulung mirip awan nimbus. Ah, intinya Banda Aceh, seminggu ini jadi dingin. Udah gitu doang. Titik!

Dingin, enaknya makan yang hangat-hangat. Dingin, enaknya makan yang berkuah dan disajikan masih dalam keadaan yang berasap. Ish, jadi pengenlah…

Jadilah, semalam tadi, saya lagi-lagi mengajak anak-anak dan istri untuk cari dinner. Biasalah, ini kan masih bulan muda, masih tanggal satu, baru juga gajian tadi sorenya (istri yang gajian, saya mah apa atuh, tak bergaji) jadi dananya masih segar. Sesekali gerimis, sesekali guntur menyapa, sesekali kilat mewarnai gelapnya lagi Banda Aceh, (kok jadi mirip cerita kliwon gini?).

“Bang, mau makanan Jepang lah..” pinta istri yang sepertinya kumat kangen Jepangnya. Padahal, ke Jepangnya cuma tiga kali, itu pun cuma ke Nagoya doang, ish, ini puteri kadang-kadang kumatnya bikin mumet.

“Yah, makan mie Jepang lah” pinta anak yang juga punya turunan sok Jepang dari emaknya.  Saya dan si gadis kecil? Kami hanya saling pandang keheranan di tengah cuaca yang mendung-mendung syahdu. Baiklah, kita makan Mie orang Jepang!


Motor butut  dipacu ke arah jalan Teuku Umar, seputaran Setui, Banda Aceh. yang sering nongkrong di Canay mamak setui pasti tahu. Wong tokonya sebelah-sebelahan kok!  Mie Ramen Akira, namanya. Tolong di catat, mungkin suatu saat akan perlu. Siapa tahu ingin makan mie ramen dan gyoza yang pake kecap asin itu. Ada di seputaran Jalan Teuku Umar, Setui. Banda Aceh.

Oh ya, For your information juga nih, harap di catat juga, siapa tahu nanti keluar ketika ujian. Satu lagi rumah makan jepang, ada di seputaran kompleks Kampus Unsyiah Darussalam Banda Aceh, tepatnya? Pas di samping lapangan Tugu. Mudah carinya, tanya saja, rumah dosen yang istrinya orang jepang dimana? Insya Allah pasti nyasar, eh, ketemu. Amin.

Mie Ramen Bawang Putih dengan Toping Cumi
Balik lagi ke rumah makan Mie Ramen Akira..

Desain rumah makannya, warna depannya merah-merah hitam gitu. Terkadang terkesan sedikit sadis, sedikit angker, sedikit eksotik, dan sedikit gothic. Lalu, lampion jepang atau cina yang tergantung besar-besar didepannya, menarik perhatian saya. Masih sepi, belum terlalu ramai. Warung sebelah juga sedang renovasi. Jadilah saya dan keluarga sedikit leluasa, mulai dari parkir sampai cari meja makan.

Tadinya, saya sangat berharap, ini warung bisa lesehan. Tapi ternyata tidak, saya harus duduk di kursi dan ada mejanya. Sedikit repot memang, apalagi bawa anak-anak balita yang super aktif. Sambil makan bisa joget-joget. Atau kadang-kadang sambil adzan. Pernah sekali, sambil makan, sambil lakukan gerakan Shalat. Giliran pas mau sujud, itu bagian ekor mengenai meja dan piring serta gelas, duar! Semuanya terbang. Sip! Ayahmu yang baik hati ini harus bayar nasi, air jeruk, berserta piring dan gelasnya. Ah, masih bulan muda!

Aneka Ramen…

capek saya putar2, dia memang maunya terbalik. Maaf @_@
Menu yang di tawarkan hampir semuanya Mie Ramen. Mulai Tsukamen, yang katanya mie dingin. Tolong jangan tanya sama saya, gimana bentuknya, karena saya sendiri nggak paham. Terus, ada Mie ramen bawang putih, Original Ramen, Mie ramen Aceh, Mie ramen gunung Berapi, Mie Su Ramen. Terus, ada Gyoza, Okonomiyaki (maaf klo terjadi kesalahan tulisan, ini murni karena lidah saya keseleo), ada Crepes Jeruk, Crepes Pisang, dan Pauzo + Kentang Goreng.

Memang, belum banyak menu yang ditawarkan. Akan tetapi, kalau saya pesan semuanya, bisa dipastikan gaji bulan ini bisa habis. Tapi mengingat, menimbang, dan memutuskan, kalau saya ini masih di Aceh, bukan di kota besar layaknya Medan dan Jakardah, Ramen Akira, sudah bisa mengobati keinginan anda yang hendak makan makanan Jepang.

Aneka Toping
Saya, pesan Mie Ramen Bawang Putih, seporsi harganya 27 ribu rupiah. Kata istri, saya wajib makan ini, bisa nurunin Kolestrol. Baiklah, demi kau dan si buah hati, aku rela harus bau begini. Isinya, Mie Ramen, (ya iyalah mie isinya, masa nasi?) Bakso, telur rebus, daun sawi, dan beberapa irisan daun bawang. Berhubung si kakak pramusajinya senyum terus, dia nawarin, Toping! Oke, tambah toping, berarti nambah 5 ribu lagi. Isi topingnya juga beragam. Ada toping cumi + rumput laut, ada toping udang + rumput laut, dan toping jagung rebus + mentega + rumput laut (khusus toping jagung cuma nambah 3000 rupiah).
Yang menarik itu, Mie ramen akira, bukan hanya jualan ala jepang, tapi juga jualan ala Aceh. Ya, siapa tahu ada yang tidak biasa makan makanan selain jepang. Nah, disini, ditawari mie Ramen Aceh.


Mie ramen Aceh, isinya mie-kuah ramen dan kuah kari-daun bawang-bakso-telur dan daun sawi.

Mie ramen gunung api, isinya mie-kuah ramen-tauge-telur-irisan wortel-cincangan ayam, dan kawan-kawannya. Disusun irisan wortel agak meninggi, dan lancip di ujung, jadi deh gunung apinya.

Berhubung, semakin lama saya menulis, semakin saya mengingat, betapa nikmatnya setiap seruputan mie yang masuk ke mulut saya, maka, tulisan ini saya akhirkan disini. Buat yang masih penasaran, selamat mencoba, selamat menikmati.

Oh ya! Satu lagi!, bagi yang menganut prinsip "hemat beib!"  Jangan kemari ya, harganya minimal 20 ribu perporsi. Makan mie Aceh saja, satu porsi masih ada yang 9000 ribu.


Seiring berbenahnya Banda Aceh, seiring itu pula, tumbuh dan berkembang berbagai rumah makan baru. Menjadi sebuah ikon-ikon kuliner yang bisa anda nikmati bila sedang bermain di Banda Aceh.
Handuk Lap dingin, untuk lap keringat!

finally, he gets what he wants

Banda Aceh, 2 April 15

Sementara, Sebaiknya jangan ke Titik Nol Banda Aceh

$
0
0
Saya mereka-reka, betapa di kuala ini begitu ramai ketika ibukota kerajaan masih terletak di ujung Kuala Krueng Aceh ini. Awan-awan yang menggulung di atas laut. Camar-camar yang menganggu para penjala ikan. Tawa bocah kecil yang berlarian atas pasir pantai yang hitam. Teriakan bahagia para pemancing ikan. Sepertinya, mendung tidak membuat kisah perjalanan saya kali ini, berakhir begitu saja.
Monumen Nol Kota Banda Aceh

 Entah apa malangnya nasib ini hari minggu lalu. Cuaca mendung, awan bergulung-gulung seperti kue lapis. Abu-abu dan hitam warnanya. Ditambah lagi, ketika sampai ke lokasi yang saya tuju, lokasinya jauh dari kesan tempat wisata. Ya, sangat jauh. Lebih ke tempat mancing tradisional. Padahal, baru beberapa tahun di resmikan oleh ibu Walikota Banda Aceh.

Titik Nol Kota Banda Aceh, beberapa tahun ini sempat booming di media social. Khususnya anak-anak Banda Aceh. saya yang sedikit udik ini akhirnya menyempatkan diri mengunjunginya. Takut dikatakan kurang update berita dan perkembangan kota. Walah… ngupdate perkembangan anak saja subhanallah sibuknya, ini diminta ngupdate kota lagi? Ck..
Di ujung sana, ada masjid raya Baiturrahman

Letaknya ada di ujung kuala Sungai Aceh. untuk perihal tepatnya, ada di sebelah kampung jawa, ujung tempat pembuangan akhir sampah. Beberapa orang menyebutnya ini sudah masuk kampung Pande, beberapa menyebutnya ini masuk kampung jawa. Saya? Bingung! Yang benar yang mana? (tolong bantuin dong)

Yang jelas, nanti setelah habis aspal jalan, lihatlah ke sebelah kiri. Ada sebuah bongkahan semen besar. sebesar batu gajah. Di design menarik. Lantainya lingkaran sempurna. Dengan beberapa kursi dari beton. Beberapa cemara laut di tanam di sekililing pusara batu tersebut.


Sayangnya, bangunan ini juga terkena dampak penyakit laten. Tidak terurus! Sampah yang berserakan, ada dimana-mana. Belum lagi, aliran air yang berada disampingnya malah terkesan sumbat oleh ranting dan sampah plastic. Ilalang tumbuh subur di sekilingnya. Terkadang, tercium bau tak sedap ketika angin berhembus.

Sungguh miris pemandanganya. Papan informasi mengenai tugu itu pun terkesan sakit. Tulisannya memudar, kacanya berjamur. Ah, mengerikan.


Situs ini, seharusnya menjadi sebuah situs yang paling menarik. Ini adalah situs dimana sebuah kota yang penuh sejarah dan budaya berdiri. Ini adalah titik cikal bakal terbentuknya kota Banda Aceh. tapi.. ah sudahlah. Tidak usah di perpanjang lagi.

Saya, istri, dan si gadis kecil hanya bisa menatap dengan nanar dari atas motor butut saya. Di ujung sana, debur ombak dan riuh suara tawa bocah bocah menarik perhatian saya. Sejurus kemudian, saya dapat melihat pulau sabang di kejauhan. Pulau nasi dan pulau breuh dengan jelas.

ada camar, ada bocah, ada pukat, ada laut, Perfeck :D
Saya mereka-reka, betapa di kuala ini begitu ramai ketika ibukota kerajaan masih terletak di ujung Kuala Krueng Aceh ini. Awan-awan yang menggulung di atas laut. Camar-camar yang menganggu para penjala ikan. Tawa bocah kecil yang berlarian atas pasir pantai yang hitam. Teriakan bahagia para pemancing ikan. Sepertinya, mendung tidak membuat kisah perjalanan saya kali ini, berakhir begitu saja.

Jauh dari kepenatan kota. Tidak ramai muda mudi yang bermesraan, debur ombak yang lembut, laut ini, sepertinya menarik. Ditambah lagi, pemerintah kota Banda Aceh sedang membangun jalan tembus ke ulee lheue. Dari kampung jawa, jalan ini memotong laut, sampai ke ujung pelabuhan ulee lheue.

Jalan lintas Kampung Jawa-Pelabuhan Ulee Lheu
Mungkin, beberapa tahun lagi, kawasan ini akan berubah menjadi seperti Ulee lheue. Ramai. Dan, akhirnya suasana teduh dan syahdu ini, ah.. biarlah waktu yang menjawabnya..

Banda Aceh, 7/4/15
 YR
 

Ocehan Jumat; Ide Bisnis Dari Blog Walking

$
0
0
Sedari pagi, sesaat setelah membuka gerbang toko Batik milik keluarga(ntar lagi gw mau bikin sendiri, biar dua tahun lagi dapet marketing of the year kayak si Hijrah piyoh), rasa malas mengerayapi badan. Bukan, bukan karena semalam malam jumat. Tapi memang sejak dua hari yang lalu, keadaan cuaca yang tak menentu, membuat badan sedikit pegal.

Membaca beberapa blog yang baru saya kenal, dengan harapan bisa sedikit bersemangat. Terlebih lagi, besok sudah masuk weekend. Mimpi menjadi seperti Akid masih saya simpan. Jiwa muda nan energik seperti Makmur pun masih saya jaga. bermimpi bisa memotret dengan angle yang sempurna seperti bang Arie. Karena, saya tidak ingin ilmu yang saya dapatkan dari kuliah dulu hilang. Diam-diam, sambil sedikit mengintip,  saya mencoba mengikuti langkah bang Piyoh. Semoga mimpi jalan-jalan bisa terwujud. Amien!!!

Saya paham. Tujuan travelling bagi setiap orang berbeda-beda, ada yang ingin senang-senang. Ada yang ingin menghilangkan kegalauan ditinggal kekasih, ada yang lari dari kenyataan, ada yang panggilan jiwa, ada yang panggilan tugas. Ah, you name it…!

Travelling, menurut saya adalah melihat dunia luar, Lalu, mencoba membawa dunia itu ke negeri saya. Bagi saya, Aceh adalah segalanya. Melihatnya berdiri dan jaya seperti masa-masa kerajaan Iskandar Muda adalah sebuah mimpi yang sedari dulu saya genggam. Tidak lagi ribut dalam memperebutkan jatah uang yang sedikit, melainkan berdiri tegak lalu kembali menyumbang dana kepada yang membutuhkan. Bukankah pendahulu Aceh berhasil melakukannya? Sungai sepanjang hampir 20 kilometer saja bisa digali pakai tangan, apalagi hanya sekedar menyumbang emas untuk pembangunan monas. Itu semua kecil bagi generasi pendahulu Aceh. (kok jadi ngomongin politik? )

Dari blog walking, saya menemukan beberapa ide, ah bukan, banyak ide untuk membangun pariwisata Aceh kedepannya. Walaupun, sebenarnya tujuan awalnya adalah mencari ide untuk membuka usaha baru di Banda Aceh dan sekitarnya.

Berikut ini, ada beberapa ide yang saya temukan. Dan semuanya, saya bagikan kepada semua teman-teman yang sedang membaca tulisan ngawur ini. (berbagi demi kebaikan itu adalah amal bukan? Inikan jumat?)
tanjung Kelindu (taken by Arie Yamani)

1.      Membangun cottage ditanjung kelindu, Aceh besar. ( ide dari hasil ngintip di sini )

Tanjung Bira ( www.indonesianholic.com)
hal ini, sering saya bicarakan dengan istri pada sesi pembicaraan tengah malam. Kapan kami berdua, tinggal di sebuah rumah panggung kayu, yang terletak diatas gunung dengan muka pintu menghadap ke lautan lepas. Aceh, memiliki banyak tempat untuk mimpi ini. Sebenarnya, kami merencanakannya di atas tanah keluarga yang berada disalah satu pulau di kawasan Aceh Besar.

Tapi, setelah melihat foto dari www.indonesianholic.comyang bercerita Tanjung Bira. Saya tersentak. Hei! Foto cottage itu! Mirip seperti yang saya bayangkan. Dan tahukah kalian? Kalau di Aceh Besar, tepatnya di Tanjung Kelindu, ada posisi tebing yang mirip seperti di tanjung bira. Lalu, mengapa Tanjung Bira bisa, di tanjung kelindu tidak bisa?

ayam pop instan (taken by si teteh www.ijaah.com)

2.      Ayam Tangkap kemasan ( dari teteh di bandung sana
Ide ini sebenarnya berawal karena nyasar. Entah kenapa bisa nyasar ke sebuah blog yang sebenarnya dia meng-link-an tokopedia. Tapi terlepas dari itu semua, saya juga harus berterima kasih kepada si empunya blog. (salam kenal teh :) )

Ayam tangkap kemasan, siap saji. Tidak perlu nunggu lagi. Di jual di supermarket, ah kenapa tidak?

3.      Rental Kayak/cano and jet ski di pulau banyak atau di beberapa pantai yang berair tenang. ( ide dari majalah Chic edisi tahun 2012 yang baru kemarin sore saya baca) 

bilang sama saya, siapa yang nggak pengen main kayak disini bareng kekaksih? (taken by www.hananan.com)
Ini, sebenarnya juga mimpi saya. Hampiiir.. saja terwujud lima tahun lalu. Jikalau bukan karena satu hal. Saya pernah rental jet ski ketika menyambangi pantai anyer beberapa tahun silam, ternyata, sensasi yang luar biasa itu sebanding dengan harga sewanya. Jika melihat laut yang tenang, sesekali, terlintas ide, kapan ya bisa ngedayung kayak/cano yang kecil sembari menikmati semilir angin laut sore hari? Lalu, kenapa tidak rental saja?


4.      Warung kopi bagi traveller di Banda Aceh dan Aceh besar ( ide dari celoteh backpaker)
Ah yang satu ini, saya anggap sudah sangat familiar. Warung kopi, terbentang di Aceh dengan sangat banyak. Saya pun pernah menceritakannya di blog ini. Hanya saja, warung kopi dengan tema khusus travelling, bisa jadi ini menarik. Mengingat, sekarang, begitu banyak para traveller yang mulai berdatangan ke Aceh.

punya warung kopi ala traveller? why not? (source here)


5.      Dan akan bersambung di lain waktu ^_^


Beberapa ide di atas, sebenarnya hanyalah sebuah perenungan tak sempurna dari saya. Toh, kalaupun di anggap tidak layak, saya kembalikan kepada anda yang membaca dan yang ingin berinvestasi di daerah saya. Jika anda bertanya, kenapa tidak saya saja yang melakukannya semua? Jawaban saya simple, semuanya indah bila saling berbagi (aripistolngeles)






Di muat di Koran Kedaulatan Rakyat 11-04-2015

$
0
0
 Banda Aceh seolah tidak pernah hancur lebur. Sepertinya tak ada lagi rasa perih yang dulu menghampiri. Semuanya, kini hanya senyum yang tergambar, membuncah dari dalam diri. Mewarnai langit layaknya sinar matahari senja di pantai Lampuuk sore itu.






Salam

Alhamdulillah, tulisan sederhana saya yang berjudul Bertandang Ke Banda Aceh  di muat oleh Koran Kedaulatan Rakyat dalam rubric Pariwisata. Senang rasaya, ini adalah tulisan yang PERTAMA kalinya di muat oleh media cetak nasional. Tak pernah terpikirkan dan terbayangkan sama sekali. Bermimpi pun saya tak berani. Alhamdulillah.. semoga menjadi langkah awal untuk terus bisa menjadi lebih baik.

Penggalan Artikel :
               
Banda Acehhanya sebuah kota kecil. Luasnya sekitar 61.36 KM2, tidak lebih luas dari kota-kota besar lainnya yang berada dalam satu pulau. Kendati kecil, Banda Aceh memiliki tempat wisata yang terpusat di tengah kota. Jadi, mudah bagi saya untuk melakukan jelajah wisata di kota ini. Tinggal mengunjugi pusat kota, bisa langsung mendapati banyak tempat wisata. Sebut saja Masjid Raya Baiturrahman, Taman Krueng Aceh, Taman Sari, Museum Tsunami, Museum Aceh, Pendopo Gubernur, Makam Sultan Iskandar Muda, Tugu Pesawat RI 001, dan masih banyak lainnya.

Jika di India ada Taj Mahal, Prasat Hin Phimai di Thailand, dan Inggris punya Kastil Stratford, maka di Aceh ada Gunongan, sebuah bangunan yang di dominasi warna putih. Bentuknya berundak-undak seperti pyramid.Bersegi sepuluh, dan diatasnya terlihat seperti sebuah kelopak bunga mekar. Seperti mekarnya cinta sang Sultan kepada permaisurinya.

Dan seterusnya… (Edisi lengkap ada disini)

Selengkapnya bisa di baca di Koran Kedaulatan Rakyat edisi sabtu 11/4/15 atau bisa di lihat pada epaper Kedaulatan rakyat (http://krjogja.com/)


Banda Aceh, kini menawarkan banyak hal untuk pecinta travelling. Kota kecil ini memiliki objek wisata yang terbilang cukup lengkap. Mulai dari wisata religi, wisata budaya, wisata tsunami (yang bisa di pastikan jarang terdapat di daerah lain di Indonesia) sampai kepada wisata kuliner. Waktu yang dibutuhkan untuk berkeliling semua objek wisata pun tergolong singkat. Hanya dalam waktu dua hari, semua objek wisata bisa di kunjungi. Jadi, tidak usah bingung bila ingin berakhir pekan bersama keluarga dengan waktu dan budget terbatas, Banda Aceh bisa menjadi pilihannya. 



***Thx untuk semua yang telah mendukung dan membantu saya dalam menulis. 

[On Media] Suatu Senja di Pantai Lampuuk

$
0
0



Bertandang ke Banda Aceh


Banda Acehhanya sebuah kota kecil. Luasnya sekitar 61.36 KM2, tidak lebih luas dari kota-kota besar lainnya yang berada dalam satu pulau. Kendati kecil, Banda Aceh memiliki tempat wisata yang terpusat di tengah kota. Jadi, mudah bagi saya untuk melakukan jelajah wisata di kota ini. Tinggal mengunjugi pusat kota, bisa langsung mendapati banyak tempat wisata. Sebut saja Masjid Raya Baiturrahman, Taman Krueng Aceh, Taman Sari, Museum Tsunami, Museum Aceh, Pendopo Gubernur, Makam Sultan Iskandar Muda, Tugu Pesawat RI 001, dan masih banyak lainnya.
Taman Cinta Puteri Pahang
Gunongan
Jika di India ada Taj Mahal, Prasat Hin Phimai di Thailand, dan Inggris punya Kastil Stratford, maka di Aceh ada Gunongan, sebuah bangunan yang di dominasi warna putih. Bentuknya berundak-undak seperti pyramid.Bersegi sepuluh, dan diatasnya terlihat seperti sebuah kelopak bunga mekar. Seperti mekarnya cinta sang Sultan kepada permaisurinya.

Ketika hendak memasuki Gunongan, saya harus sedikit menunduk karena langit-langitnya sedikit rendah.Filosofi pintu ini sebagai wujud rasa hormat sang tamu apabila hendak bertamu. Tak hanya pintu, dinding antar ruangan pun sempit sehingga hanya bisa dilalui oleh satu orang saja. Setelah menaiki anak tangga, sampailah saya di atas, hingga akhirnyabisa melihat seluruh isi taman Gunongan.

Gunongan dibangun atas nama cinta yang begitu indah. Tanda cinta SultanIskandar Mudakepada Putri Kamaliah atau yang lebih dikenal dengan Putroe Phang (Putri Pahang)dari kerajaan Pahang.Seusai pernikahan, sang putri di boyong oleh Sultan ke Aceh. Namun, kerinduan sang putri akan negerinya membuat Sultan sedih. Akhirnya, Sultan memerintahkan kepada punggawa istana untuk membuatkan sebuah taman yang cantik, lengkap dengan gunungan yang kemudian disebut Gunongan dansungai yang mengalir sejauh 20 kilometer dari sumber mata airnya.

tempat putri membilas rambutnya

Bangunan Gunongan terlihat begitu kokoh. Temboknya tebal, mirip bangunan benteng pertahanan ala Portugis. Kondisinya pun terawat, rapi dan bersih.Tsunami dan gempa Aceh lalu, tidak berhasil menggoyahkannya. Menurut kabar yang beredar, bangunan bermotif-motif bunga mekar di setiap sisinya, dibangun tanpa menggunakan campuran semen, melainkan dengan campuran putih telur dan tanah liat.

Dari puncak Gunongan, terlihat jelas liku-liku Krueng Daroy dan Pintoe Khop.Pintoe Khop sendiri merupakan sebuah pintu gerbang yang pernah menghubungkan Istana Darrud Donya dengan Taman Gairah(komplek tamanyang didalamnya ada Gunongan, Taman sari, dan Pintoe Khop). Jadi,monumenPintoe Khop ini sebenarnya berada satu taman dengan Taman Gunongan dan Taman sari.

Namun, seiring perkembangan jaman, pembangunan jalan memisahkan bangunan-bangunan bersejarah tersebut.Sejenak, saya membayangkan keindahan taman ini pada tahun 1620-an. Masa ketika para dayang-dayang istana menemani putri cantik yang berlogat melayu membasuh rambutnya. Masa dimana air Krueng Daroy mengalir seperti sungai yang mengalir di Venesia sana. Jernih, segar, dan ikan-ikan menari didalamnya.

Museum Tsunami
Jembatan Harapan
Tak jauh dari taman Gunongan, ke arah barat, terdapat Museum Tsunami. Bangunan modern tersebut terlihat begitu kontras karena terletak di tengah-tengah situs kuno dan sejarah kota Banda Aceh.Diantaranya,Kerkhoff Peutjut, makam militer terbesar yang terletak di tengah kota, serta lapangan Blang Padang yang dilengkapi dengan monument Pesawat RI 001.

Museum Tsunami merupakan karya walikota Bandung, Ridwan Kamil. Bangunannya megah, dindingnya seperti dilapisi sulaman rotan. Bentuknya yang unik membuatnya menjadi sebuah primadona baru ditengah bangunan-bangunan kuno yang menawan.

Untuk masuk Museum Tsunami pengunjung tidak dikenakan biaya. Setelah menitipkan tas dan barang bawaan, saya mulai masuk melalui sebuah lorong sempit, gelap, dan hanya ada gemuruh air.Lorong Tsunami Space Of Fear namanya.Di lorong gelap ini terdengar suara gemericik air. Sesekali, percikan air itu mengenai wajah saya.

Ketinggian lorong mencapai sekitar 19-23 meter, melambangkan ketinggian air tsunami kala itu.Sebuah lorong dengan sensasi yang tak biasa. Sengaja dibuat demikian agar setiap pengunjung yang datang bisa tahu seperti apa rasanya di gulung tsunami. Air yang hitam pekat, sesekali setitik cahaya datang, sesekali gelap menghampiri.

Penelurusan saya lanjutkan ke sebuah ruang yang di sebut Sumur Doa. Dalam ruangan sumur doa ini saya kembali mendengar lantunan ayat-ayat suci Al Quran. Di sebut Sumur Doa karena ruangan ini mirip sumur dengan bagian atapnya berupa sebuah cerobong kapal uap. Di bagian ujungnya ada lafazh Allah. Disetiap sisi dinding yang berbentuk lingkaran ini, tertera begitu banyak papan nama. Nama para korban tsunami.

Sumur Doa

Dari sumur doa, saya kembali berjalan menuju Lorong Cerobong (Space of Confuse). Melewati lorong yang didesain berkelok dan lantai yang tak rata sebagai filosofi dari perasaan para korban tsunami. Lorong ini terus mengular berputar sampai ke atas, semakin ke atas semakin terang. Melambangkan bahwa sehabis gelap, terbitlah terang. Dimana, sebuah harapan selalu ada setelah musibah datang.

Di ujung lorong, saya mendapati Space Of Hope (Jembatan Harapan),sebuah jembatan terbentang melintang menghubungkan ke lantai selanjutnya. Di bagian atas tergantung banyak bendera dari negara-negara yang telah membantu Aceh kembali bangkit dari musibah gempa dan tsunami aceh.

Museum ini terdiri dari empat lantai. Di lantai selanjutnya terdapat ruang pamer, ruang simulasi tsunami dan ruang audio visual. Sayangnya hari itu lantai paling atas tidak di dibuka untuk pengunjung. Saya hanya bisa sampai lantai tiga, melihat-lihat miniatur kota Banda Aceh sesaat setelah stunami, foto-foto tsunami, replika kejadian tsunami dan lainnya.

Sayamenitikkan air mata kala melihat foto-foto yang ditampilkan melalui monitor yang ada diruang Memorial Hall.

Sunset Pantai Lampuuk
Hari semakin sore, warna langit perlahan berubah menjadi jingga. Deburan ombak mengalun pelan. Sesekali camar laut menukik tajam untuk memancing ikan. Senja di pantai Lampuuk Aceh besar, adalah satu dari sekian banyak hal menarik yang bisa dijumpai kala berkunjung ke Banda Aceh.

Dari pusat kota Banda Aceh, saya menempuh waktu sekitar 30 menit berkendara, sekitar 15 kilometer ke arah barat. Sebenarnya, lokasi pantai Lampuuk tidak lagi termasuk dalam wilayah kota Banda Aceh, melainkan Aceh Besar. Namun, karena letaknya yang tidak terlalu jauh, sayang rasanya bila sudah ke Banda Aceh tidak menyambanginya.

miniatur masjid Lampuuk ketika terkena tsunami
Ketika tsunami dan gempa Aceh 2004 lalu, Desa Lampuuk mendadak terkenal seantero dunia melalui sebuah foto masjid berkubah putih yang masih berdiri gagah, padahal daerah sekitarnya hancur lebur. Sedangkan saat itu, tidak ada satupun lagi kehidupan manusia.

Butiran pasir putih, terhampar memanjang dari utara ke selatan. Di ujung utara pantai, sebuah tebing menjulang tinggi dan terjal. Perpaduan yang begitu eksotis. Biru laut, hijaunya nyiur dan cemara, dibatasi oleh tebing yang tinggi. Sementara, matahari terus turun ke ujung cakrawala.

Langit yang bersih, membuat matahari senja terlihat sempurna. Cahaya jingga keemasan menyemburat di langit luas. Angin semakin sejuk.Matahari pun tenggelam perlahan. Sinarnya yang memerah mewarnai butiran pasir putih di kaki saya. Riuh rendah suara tawa para pengunjung perlahan turut tenggelam. Beberapa kegiatan pantai, seperti berenang, surfing, ataupun banana boat, mulai dihentikan. Sebab tak lama lagi adzan magrib berkumandang.

Banda Aceh seolah tidak pernah hancur lebur. Sepertinya tak ada lagi rasa perih yang dulu menghampiri. Semuanya, kini hanya senyum yang tergambar, membuncah dari dalam diri. Mewarnai langit layaknya sinar matahari senja di pantai Lampuuk sore itu. YR




 ==> Dimuat dalam Koran Kedaulatan Rakyat Jogja edisi Sabtu, 11 April 2015 dalam rubrik Pariwisata. ( tentunya dengan beberapa pengubahan yang di anggap perlu oleh redaktur koran tersebut)

Ku Bakar Saja Masjid Raya Itu!

$
0
0
"Wahai sekalian mukmin yang bernama orang Aceh! Lihatlah! Saksikan sendiri dengan matamu! Masjid kita dibakarnya! Mereka menentang Allah Subhanahuwataala! Tempatmu beribadah dibinasakannya! Nama Allah dicemarkannya! Camkanlah itu! Janganlah kita melupakan budi si kafir yang serupa itu! Masih adakah orang Aceh yang suka mengampuni dosa si kafir yang serupa itu? Masih adakah orang Aceh yang suka menjadi budak kafir Belanda?” (Szekely Lulofs, 1951:59).*




Aceh bergejolak seketika! Mata para punggawa memerah dan mendelik sejadi-jadinya. Darah-darah mereka mendidih. Berdesir sekuat-kuatnya, Ubun-ubun mereka panas karena darah bertolak ke kepala dengan cepat. Sesaat itu juga, Aceh bangkit! Berteriak, memekik takbir! Membela hak agama dan negaranya!

Ini cerita 142 tahun yang lalu. kini? 

Lebih baik ku bakar saja masjid raya itu lagi. Biarkan mereka terdiam melihat masjidnya hilang untuk ketiga kalinya. Tsunami ternyata tidak dapat membuat mereka mengerti. Bahwa, gedung parlemen dan Pendopo aceh, itu punya rakyat. Ada hak dan perut rakyat di dalamnya. Mereka bukan hanya menginjaki pemilihnya akan tetapi membunuhnya perlahan. 

Kan ku bakar saja masjid yang terletak di alun alun kota Banda Aceh itu. Biarkan mereka terjaga. Lalu mengangkat senjata memerangi musuh yang sebenarnya.Biar mereka paham! Bahwa, mereka itu masih punya agama dan orang aceh!

Mereka kini seperti Belanda, tapi berdarah Aceh! Mereka menjadi drakula dalam sarang domba. Mereka, ah, mereka mungkin lupa. Kalau orang aceh itu bukan Maling!
Mungkin, dengan terbakarnya masjid itu, mereka terbangun dari tidurnya. Bahwa musuh sebenarnya adalah waktu dan masa Depan Negaranya! Aceh!


YR, 16/04/15

Turnamen Foto Perjalanan Ronde 60

$
0
0

Jalan baru Kampung jawa to Ulee Lheue ( Banda Aceh)

Alhamdulillah, Teurimong geunaseh beurayeuk that ( terima kasih sebesar-besarnya) untuk bang DananWahyuyang telah memilih foto sederhana saya (secara saya sama sekali tidak mengerti fotographi)  sebagai pemenang dalam Turnamen Foto Perjalanan ke 59.  
Rasanya, hari ini saya masih nggak percaya, tapi senangnya itu kayak bisul sebulan akhirnya pecah dengan sendiri.
Baiklah, untuk tetap menjaga kesucian turnamen yang paling bergengsi dalam insan blogger (traveller) Indonesia, kali ini saya memilih tema :

Road!
Kelokan cinta menuju kota seribu Bukit, Aceh tengah

Jalanan berkalang tanah dan batu, menuju ke Pucoek Krueng (Aceh Besar)



Jalan, bukanlah sebuah hal yang asing bagi seorang traveller. Jalan, bisa bercerita banyak hal. bisa menjadi sebuah kisah cinta, sendu, tangis, bahagia. Jalan, selalu menjadi sebuah refleksi sebuah negeri yang kita kunjungi. Jalan, mulai dari berkelok, sampai lurus tak berujung. Mulai dari titik nol, sampai akhirnya beribu kilometer. Bukankah setiap jengkal jalan ada cerita kalian di dalamnya? 
Saya membebaskan pemaknaan jalan dalam lomba ini, bisa saja jalanan yang di atas sebuah jembatan layang.  atau di sebuah jembatan desa, kan tetap ada jalannya? Jadi yang penting temanya, Jalan. ( Sebenarnya, tema yang sama juga pernah di muat oleh bang Adam dan Susan disini) tapi, ah sudahlah. Semakin lelah engkau berjalan, semakin banyak pula cerita yang engkau ciptakan oleh langkahmu sendiri.

Main Road at Takengon City
Apa sih Turnamen Foto Perjalanan Itu?
Turnamen Foto Perjalanan (TFP) adalah sebuah permainan berantai para blogger, khususnya (travel) blogger Indonesia, sebagai sarana berbagi foto perjalanan secara kolektif. Setiap ronde, tuan rumah akan menentukan sebuah tema, dan para peserta akan mengirimkan foto perjalanan sesuai dengan temanya. Foto-foto yang masuk akan dipajang di artikel ronde yang sedang berlangsung. Nantinya, tuan rumah akan memilih seorang pemenang. Hadiahnya? Menjadi tuan rumah turnamen ronde berikutnya. Dan roda turnamen pun berputar!


Aturan Main Turnamen Foto Perjalanan (TFP) Ronde ke-57:

Turnamen Foto Perjalanan (TFP) Ronde ke-60 ini berlangsung pada: 20 April 2015 – 27 April  2015 (batas waktu pukul 23.59 WIB).

Foto harus merupakan karya sendiri. Peserta TFP bebas meng-upload foto dimana saja, asalkan milik/akun sendiri (web, blog, Flickr, Picasa, Photobucket, dan sebagainya)
Submit foto pada kolom komentar artikel ini dengan format berikut:
o   Nama: -
o   Nama blog: -
o   Link blog: -
o   Akun Twitter: -
o  Judul foto: -
o  Keterangan foto (secukupnya): -
o  Link foto (maksimal ukuran 600 pixel): -
  1. Ada kemungkinan foto yang kamu kirim akan di re-host oleh tuan rumah. Terutama kalau terlalu besar atau bermasalah.
  2. Foto tidak diperkenankan dalam bentuk kolase.
  3. Foto yang tidak patut tidak akan di-upload di sini (misal: menyinggung SARA, nyeleneh, atau menghina pihak lain)
  4. Submisi lebih cepat lebih baik, sehingga fotomu bisa tampil seatas mungkin.
  5. Pengumuman pemenang sekitar 2-3 hari setelah batas akhir turnamen ronde ini.
  6. Foto-foto peserta akan segera  dipajang bersamaan di ujung artikel ini, berdasarkan urutan antrian pada kolom komentar di bawah ini.
FAQ About Turnamen Foto Perjalanan

Mengapa mengikuti Turnamen Foto Perjalanan?

  1. Ajang berbagi (sharing) foto. Bersama, para travel blogger Indonesia membuat album-album perjalanan yang indah yang tersebar dalam ronde-ronde turnamen ini.
  2. Untuk dinikmati para pencinta perjalanan lainnya.
  3. Kesempatan jadi pemenang. Pemenang tiap ronde menjadi tuan rumah ronde berikutnya.
  4. Plus,blog dan temamu (dengan link yang bersangkutan) akan tercantum dalam daftar turnamen yang dimuat di setiap ronde yang mendatangNot a bad publication, Right?
Siapa saja yang bisa ikutan?
  1. (Travel) blogger. Tak terbatas pada travel blogger profesional, random blogger yang suka perjalanan juga boleh ikut.
  2. Setiap blog hanya boleh mengirimkan 1 foto. Misal, DuaRansel yang terdiri dari Ryan dan Dina (2 orang) hanya boleh mengirim maksimal 1 foto.
  3. Pemenang berkewajiban menyelenggarakan ronde berikutnya di (travel) blog pribadinya, dalam kurun 1 minggu. Dengan demikian, roda turnamen tetap berputar.
  4. Panduan bagi tuan rumah baru akan diinformasikan pada pengumuman pemenang. Jika pemenang tidak sanggup menjadi tuan rumah baru, pemenang lain akan ditunjuk.
Nggak punya blog, tapi ingin ikutan?
  1. Oke deh, tidak apa-apa. kirim sini fotomu. Tapi, partisipasimu hanya sebatas penyumbang foto saja. Kamu nggak bisa menang, karena kamu nggak bisa jadi tuan rumah ronde berikutnya.
  2. Eh tapi, kenapa nggak bikin travel blog baru aja sekalian? WordPress, Tumblr, atau Blogspot. Gampang kok, pakainya.
Hak dan kewajiban tuan rumah:
  1. Menyelenggarakan ronde Turnamen Foto Perjalanan (TFP) di blog-nya
  2. Memilih tema
  3. Melalui social media, mengajak para blogger lain untuk berpartisipasi
  4. Meng-upload foto-foto yang masuk
  5. Memilih pemenang (boleh dengan alasan apapun)
  6. Menginformasikan pemenang baru apa yang perlu mereka lakukan (panduan akan disediakan)
Mengapa saya tidak diundang?
>> Memang tidak diperlukan undangan untuk mengikuti turnamen ini, langsung join saja!

Daftar Ronde Turnamen Foto Perjalanan:
  1. Laut – DuaRansel
  2. Kuliner – A Border that breaks!
  3. Potret – Wira Nurmansyah
  4. Senja – Giri Prasetyo
  5. Pasar – Dwi Putri Ratnasari
  6. Kota – Mainmakan
  7. Hello, Human! (Manusia) – WindyAriestanty
  8. Colour Up Your Life -Jalan2liburan
  9. Anak-Anak – Farli Sukanto
  10. Dia dan Binatang – Made TozanMimba
  11. Culture & Heritage – Noni Khairani
  12. Fotografer – Danan Wahyu Sumirat
  13. Malam – Noerazhka
  14. Transportasi – Titik
  15. Pasangan – Dansapar
  16. Pelarian/Escapism – Febry Fawzi
  17. Ocean Creatures – Danar Tri Atmojo
  18. Hutan – Regy Kurniawan
  19. Moment – Bem
  20. Festival/Tarian – YoesriantoTahir
  21. Jalanan – PergiDulu
  22. Matahari – Niken Andriani
  23. Burung – The Traveling Precils
  24. Sepeda – Mindoel
  25. Freedom – Pratiwi Hamdhana AM
  26. Skyfall – Muhammad Julindra
  27. Jembatan – Backpackology
  28. Tuhan – Efenerr
  29. Gunung – Elizabeth Murni
  30. Batas – Ayu Welirang
  31. Jejak – Daru Aji
  32. Sungai – Omnduut
  33. Rumah Ibadah – Sikiky
  34. Kampung – Monda
  35. Museum – Avant Garde
  36. Taman- Ari Murdiyanto
  37. Pencakar Langit – Dede Ruslan
  38. Terminal/Stasiun – Sy Azhari
  39. Hujan – Diah
  40. Danau – Messa
  41. Wastra – Indah
  42. Grey – Lies Hadi
  43. Gua – Uwien Budi
  44. Awan – Syifna
  45. Siluet – Yofangga
  46. Refleksi – Tiga di Bumi
  47. Jendela – Endah Kurnia Wirawati
  48. Chamber – Indah
  49. Barang Tua – Silviana
  50. Kemarau – Cheila
  51. Peaceful – Dee An
  52. Framing – Depz
  53. Let’s Jump! – Endah Kurnia Wirawati
  54. Kabut – Rinaldi Maulana
  55. Waterfalls – Rifqy Faiza Rahman
  56. Keindahan Alam Indonesia – Geo Funny
  57. Langit Biru – Lina W. Sasmita
  58. Sunrise - Muhammad Akbar
  59. Biduk – Danan Wahyu
  60. Road - Yudi Randa
  61. Kamu.. iya! Kamu!

Pendiri dan Koordinator Turnamen Foto Perjalanan:
Email: dina@duaransel.com
Twitter: @duaransel
Facebook: fb.com/duaransel
Pertanyaan seputar penyelenggaraan dan lain sebagainya? Hubungi Dina.

Bagaimana? Mudah dan menyenangkan bukan? Jadi, segera kirim foto bertema “Road“ kalian di kolom komentar di bawah ini, ya! Ayo, kita tunjukkan betapa indahnya ciptaan dunia ini dengan berbagi foto TFP Ronde 60 mulai sekarang!
=================================================================================

1. Mystical Road

Nama: Haya Nufus
Nama blog: It's My Mind


Akun Twitter: @hayatunnufus

Judul foto: Mystical Road
Keterangan foto : Allée des baobabs di Morondava, Madagascar yang kami kunjungi tepat tahun lalu adalah kawasan cagar alam yang di tumbuhi 30-an pohon Baobabs berusia 800-an tahun. Pohon-pohon itu tertanam berbaris mengapit jalanan tanah yang dipertahankan serupa itu oleh penduduk lokal.
Link foto (maksimal ukuran 600 pixel): http://blog.hayanufus.com/2015/04/mystical-road.html
2. Jalan Serasa Milik Berdua
Nama : Gunawan
Twitter : @guna1adi



Judul : Jalan serasa milik berdua
Keterangan : Mungkin bagi mereka jalanan ini hanya milik mereka berdua. Tak peduli seberapa ramai atau besar jalannya ataupun karena mereka hanyalah becak bermotor
Lokasi : Xi'an, China 


3. Path





Nama: Titik
Twitter: @yusthatitik
Link post: https://celoteh4ti.wordpress.com/2013/12/10/pulang/
Link foto: https://celoteh4ti.files.wordpress.com/2013/12/20131210-002233.jpg
Judul: Path
Keterangan:
Di puncak gunung Tsurugi, Prefecture Tokushima, Jepang, setapak dari papan kayu ini tersusun rapi, menghubungkan spot-spot untuk kita menikmati keindahan alam dari puncak gunung. Sesuai esensinya, jalan adalah penghubung dua tempat yang berjarak, demikian juga setapak ini. 


4. Tombolo



Nam: Lani
Nama blog: Coklat kayu
Link blog: www.lanlani.blogspot.com
Akun Twitter: @LaniEhak
Judul foto: Tombolo
Keterangan foto: Tombolo membentuk pasir bar hampir 20 m panjangnya, yang menghubungkan pulau Sharp dengan pulau di dekatnya,Kiu tau island. Saat surut ia muncul di atas air menciptakan jembatan temporer antara dua pulau.
Link foto: https://farm8.staticflickr.com/7603/17031782219_5579330ce6_b.jpg



5. Jalan Tak Berujung

Nama : Dimas Angga
Nama Blog : pedomellonz.blogspot.com
Twitter : @DmasAngga
Link : http://s742.photobucket.com/user/niken14135/media/DSCN3171_3_3_zps8xkhlyow.jpg.html
Judul : Jalan Tak Berujung
Keterangan : Jalan manapun yang kau tempuh akan aku ikuti selama kau berada disisiku...
Lokasi : Jalur Gunung Putri - Mt Gede 



6. The Road of Life


Nama : Dee An
Nama Blog : www.adventurose.com
Link Blog : http://www.adventurose.com/2015/04/the-road-of-life.html
Twitter : @dieend18
Judul Foto : The Road of Life
Keterangan Foto : The road of life twists and turns, and no two directions are ever the same. Yet or lessons come from the journey not the destination - Don Williams, Jr
Link Foto : http://4.bp.blogspot.com/-9bo0jeRTfOE/VTiNMGgiNYI/AAAAAAAAILE/3HfWNrBXeXw/s1600/P1060327.JPG



7.  Meliuk di Taman Tepi Laut 



Nama : Noerazhka
Blog : www.noerazhka.com
Akun Twitter : @noerazhka
Judul Foto : Meliuk di Taman Tepi Laut ..
Caption :
Senja di Lhok Nga, kala itu. Ombak yang pecah di permukaan karang-karang Taman Tepi Laut, sungguh memesona saya, sekalipun langit sedang tidak begitu baik auranya. Terlepas dari itu, jalanan menuju kesana berkualitas luar biasa. Meliuk, tanpa cela. Keheranan tidak dapat saya sembunyikan, sampai-sampai Pak Guru, driver yang mengantar saya dan rekan-rekan berceletuk ringan,

” Tidak kalah dengan di Jawa kan ? “

Saya iyakan.
Link foto : https://www.flickr.com/photos/noerazhka/17057381060/



8.  Melongok Jalan Terindah di Sabang


Nama : Hijrah Saputra
Blog : www.hijrahheiji.blogspot.com
Twitter : @Hijrahheiji
fb : Hijrah Saputra Yunus
Judul : Melongok Jalan Terindah di Sabang
Cantik dan bikin merinding, begitulah jalan menuju Puncak GT, Pulau Weh Kota Sabang digambarkan dengan kata-kata. Pemandangannya indah karena letaknya di tebing. Namun siap-siap deg-degan saat melewati belokannya yang curam. Weh! 
Link : http://hijrahheiji.blogspot.com/2015/04/melongok-jalan-terindah-di-sabang.html 


9. Jalan Kehidupan




Nama : Syifna
Nama Blog : www.gatedelhi.wordpres.com 
Twitter : @inisyifna
Judul : Jalan Kehidupan 
Link Foto : https://gatedelhi.wordpress.com/2015/04/25/jalan-kehidupan/
Keterangan : Jalan kehidupan, ketika aku berjalan kedepan, kemudian menengok kebelakang dan kini aku pun tau bahwa jalan yang sebelumnya aku lewati adalah titik awal untuk menempuh jalan ke masa depan. Kecil ataupun lebarnya jalan tersebut, majulah terus untuk melangkah kedepan, tapi tetep liat spion ya hehehe


10.Ended Here

Nama : Monda / @monda6
Blog :http://mondasiregar.com/2015/04/26/tfp-60-road/
URL foto : http://i1.wp.com/mondasiregar.com/wp-content/uploads/2015/04/IMG_6058.jpg?fit=500%2C500
My journey on the road of life will be ended here, someday, TPU Pondok Rangon, Jakarta Timur.


11. Jembatan di Hutan Kota 

DATA PESERTA LOMBA
Nama: Azhar Ilyas
Akun Twitter: @azharbanda
Nama blog: http://nowayreturn.blogspot.com
Link blog: http://nowayreturn.blogspot.com/2015/04/jembatan-di-hutan-kota-tfp-ronde-60.html
Judul foto: Jembatan di Hutan Kota
Link foto : http://2.bp.blogspot.com/-I4XIVnpuV5g/VTvNR4y0e6I/AAAAAAAADAc/mqdqHIfv9oI/s1600/P_20150318_182031_HDR.jpg

Deskripsi Foto:
Jembatan kayu ini merupakan bagian dari Hutan Kota BNI yang terletak di salah satu sudut Kota Banda Aceh. Menelusuri jembatan ini, kita akan merasakan nuansa relaksasi yang memberi inspirasi untuk sejenak mengambil nafas setelah bergumul dengan padatnya kesibukan sehari-hari. Tampak dalam foto suasana di Hutan Kota pada saat matahari terbenam. 


12. Jomblo

Nama : Agung Gidion R.
Status : Jomblo
Twitter : @ranseltua
Blog : ranseltua.com
Link Foto : http://1.bp.blogspot.com/-lpdZLwVfO7c/VT2DG0fwr-I/AAAAAAAABB4/BJqa9F0IOSU/s1600/_MG_4896%2B-%2BCopy.jpg
Judul Foto : Jalanku Indah Karena Ilalang

Keterangan Foto : Kubuka salah satu jendela diatas sebuah roda, sambil melaju pelan, ku biarkan jemari membelai lembut kepala ribuan ilalang. Diantara jelanan aspal yang sepi, inilah ketenangan yang begitu murni. 

13. Di tengah Dusun


Nama : Raditya Jati
Akun Twitter : nggak punya...
Nama Blog : http://denmasbrindhil.wordpress.com
Link Blog : https://denmasbrindhil.wordpress.com/2015/04/27/di-tengah-dusun-turnamen-foto-perjalanan-ronde-60/
Judul Foto : Di Tengah Dusun
Link Foto : https://www.flickr.com/photos/74062379@N05/8240748014/in/set-72157629498606999
Keterangan : Di tengah dusun di daerah Cangkringan, Sléman, saat itu hijaunya suasana sekitar menjadi perhatian. Jalan aspal di tengah dusun menjadi pembeda, juga menjadi sarana untuk menjelajah kehijauan yang ada, lebih jauh lagi. 




14. 

Nama : Syarfina S. Malem
Twitter : @syarfy
Blog : www.syarfy.blogspot.com
Link Foto : http://2.bp.blogspot.com/--RPBwQ68tw8/VT2w8DHmsmI/AAAAAAAAA0s/4B-8HE8WXBo/s1600/Jalan%2BKe%2BSungai%2BKanis.JPG
Judul Foto : Jalan Berliku di Atas Awan

Keterangan: Sebuah tempat wisata yang tersembunyi di balik dinginnya Aceh Tengah. Menujunya harus melalui jalan menanjak terjal dan berliku, seakan sedang terbang menuju awan. Gunung dan hutan terhampar menemani hembusan-hembusan nafas yang mulai berat. Sesaat kemudian, jalan akan menurun tajam dan akan kau temukan sungai mengalir di kawasan dengan suhu panas menyengat. Rahasia alam nan alami.



15. Jalan dan penguasanya

Nama: Ari Murdiyanto
Twitter: @buzzerbeezz
Blog: http://buzzerbeezz.com/
Link Foto: https://buzzerbeezz.files.wordpress.com/2015/04/20140226-img_8760.jpg?w=620

Judul Foto: Jalan dan Penguasanya

Keterangan: Jika kalian berpikir penguasa jalanan adalah emak-emak yang naik motor, atau emak-emak naik motor yang lagi pawai, bisa jadi kalian belum pernah melihat penguasa jalan yang satu ini. Mereka menguasai jalan seenaknya, tak peduli dengan pengguna jalan lain. Diklakson disuruh minggir? Belum tentu mereka mau. Masih mending mereka terlihat pawai ramai-ramai pada satu sisi jalan. Tak jarang malah mereka duduk-duduk memblokade jalan raya. Mungkin kalau kita nongkrongnya di mall atau warung kopi, jalan raya bagi mereka adalah tempat nongkrong. Sapi-sapi inilah penguasa jalan sesungguhnya. Ya, hanya di Aceh, jalan raya memiliki penguasanya sendiri. Tak percaya? Coba saja sesekali lewati jalan raya Banda Aceh – Meulaboh. Pemandangan seperti ini jamak terlihat. 


16. Meliuk di Atas Bukit

nama : isna nugraha putra
twitter : @isna_saragih
blog : djangki.wordpress.com
link foto :https://pbs.twimg.com/media/CDmstIrXIAI2mWJ.jpg
judul : Meliuk di Atas Bukit
ket : sejauh mata memandang, di ujung barat terpancang Kerinci, gunung tertinggi di tanah Sumatera, di ujung timur melimpah ruah air danau Kerinci, dan di sepanjang jalan yang meliuk ini, aku merasa begitu kecil diriku melihat diri-Mu... 

17. jalan penuh gaya


Danan Wahyu
Orang boleh melewati perjalanan penuh makna  di antara bukit  dan gunung. Kita melewati jalan penuh gaya, meski harus mati gaya karena kepanasan. Ya sudahlah kita leyeh-leyeh dulu sambil bergaya.

Wisata Social Ecotourism di Kampung Nusa, Aceh Besar

$
0
0
Peumulia Jamee Adat Geutanyoe ( memuliakan tamu, adalah tradisi kami)
(by Ahmad Husein)

Bila ke Banda Aceh, sempatkanlah menjelajahi Kampung Nusa (gampong Nusa) yang terletak di jalan Banda Aceh – Meulaboh km 8,5. Tidak jauh, hanya 10 menit berkendara ke arah barat. Atau lebih mudahnya, ke arah pantai Lhoknga. Sehabis Penjara Lhoknga, belok kiri.

Sepintas, desa ini tidak berbeda dengan desa kebanyakan di kabupaten Aceh besar. jalanan yang lengang. Itik-itik yang melenggang manja menunjukkan bokongnya yang montok. Atau sesekali terlihat ayam yang sedang lari terbirit-birit sambil berteriak dengan bahasa ke-ayamannya karena di kejar oleh beberapa bocah laki-laki.
Dibalik itu semua, ternyata Gampong Nusa, sebenarnya menawarkan sesuatu yang unik kepada siapapun yang ingin mengenalnya lebih jauh.

lets go...

Saya beruntung, walaupun cuaca sedikit mendung, minggu lalu saya menyempatkan diri bertemu seorang teman lama. Sekaligus sebagai salah seorang Perempuan Inspiratif Nova 2013 lalu. Darinya, saya mendapatkan begitu banyak cerita dan ilmu mengenai hebatnya Gampong Nusa ini.

anak-anak kampung nusa sedang mengisi daftar nasabah Bank sampah
Percaya atau tidak, desa kecil ini menawarkan sebuah sensasi wisata baru yang mungkin jarang di temui di daerah lain. Di desa inilah pertama kali di perkenalkan Bank Sampah. Awal mulanya, mereka mendirikan bank Sampah atas inisiatif perorangan. Tujuannya, agar anak-anak bisa mengaji dan membiayai pengajian tersebut dengan mengelola sampah yang ada. Sayangnya, karena kurangnya akses media yang masuk, jadilah bank sampah itu hanya terkenal dalam komunitas desa tersebut saja.


Wisata Alam

Pemandangan hamparan sawah yang menghijau kala musim tanam, bentangan bukit-bukit dan gunung di sisi kiri desa, menciptakan sebuah wahana wisata yang berbeda. Keramah-tamahan penduduk desa membuat saya begitu nyaman menyambangi desa ini. Hampir semua orang yang saya temui, mereka tersenyum kepada saya. Sesekali, mereka menyapa hangat. Rupanya, di desa ini, masyarakatnya sudah terbiasa menerima tamu. Bukan saja dari sekitar desa, melainkan dari manca Negara. Mungkin, hal ini pula yang membuat desa ini menyediakan Home Stay atau dasa wisma yang tergolong murah. Bayangkan, hanya dengan 1,5 juta/minggu, kita sudah bisa menginap di sebuah kamar, lengkap dengan makan tiga kali sehari. Tidur dengan suasana desa yang begitu tenang, jauh dari hiruk pikuk kota. Desingan suara mesin berganti sesuara burung yang bernyanyi.

Alam pedesaan gampong Nusa, masih bisa dikatakan asri. Bersih. Hijau, dan sejuk. Sungai kecil yang mengalir antara persawahan dan perumahan penduduk, menciptakan sebuah oase tersendiri. Bahkan ketika musim penghujan tiba, air yang melimpah ruah ini akan menjadi santapan para bocah-bocah pemberani untuk menguji nyali mereka. Tenang saja, sungai ini jauh dari bau menyengat. Jauh dari sampah yang menimbulkan banjir. Buang jauh-jauh penggambaran sungai yang jorok, pesing, bau amis, dari pikiran anda. Karena itu semua tidak terbukti disini.

Gapura Gampong Nusa Aceh Besar by Rubama Nusa
Letaknya yang dekat dengan Lhoknga, membuat kita bisa tidak perlu jauh-jauh bila ingin menikmati sunset di pantai yang berpasir putih. Pun, pesona Krueng Raba juga hanya terletak di seberang desa. Lengkap sudah.

Wisata Seni dan Budaya

Kampung ini, juga menawarkan wisata budaya. Beberapa kearifan local tetap di jaga dengan baik. Kala adzan magrib berkumandang, jangan harap anda akan mendengar orang-orang tertawa gaduh di sudut-sudut warung kopi. Bubar. Mereka semua bubar, ada yang menuju surau atau mushalla desa, ada juga yang pulang ke rumah. Lalu, mulailah setiap rumah terdengar lantunan-lantunan ayat-ayat suci yang di bacakan oleh manusia yang mendiami rumah tersebut. Ini suasana Aceh ketika masih di era 90an. Dan, di desa ini, semuanya masih terjaga dengan baik.





Beberapa permainan tradisional juga masih terjaga dengan baik. Sebut saja, main sandal batok. Sambar elang, atau mungkin, main sembunyi-sembunyian. Semuanya masih terjaga dengan baik. Menurut informasi, ternyata, setiap minggu, saya bisa menyaksikan anak-anak di hari kamis dan sabtu sore. Selain untuk menjaga kelangsungan kesenian asli Aceh, ternyata anak-anak itu juga berlatih untuk event-event internasional. Tahun lalu, mereka berhasil menjajaki Perancis selama dua minggu. Tahun ini, anak-anak tersebut akan ke jepang untuk menunjukkan kebolehan mereka dalam bernari tarian tradisional Aceh.

Nusa Festival

Ini dia yang unik dari semua yang unik. Event ini mulai tahun 2007 lalu, sebagai refleksi dua tahun setelah tsunami. Beberapa pemuda/I gampong Nusa bersama teman NGO yang peduli anak,, memberi kegiatan pada anak-anak untuk melupakan trauma akibat bencana. Salah satu rangkaian Nusa Festival ini adalah Nusa Award yang semua konsepnya digagas oleh anak-anak. Kegiatan yang diselenggarakan di bulan Desember setiap tahunnya adalah upaya bagaimana mengajak anak-anak berpartisipasi dalam kegiatan desa.

kotak tisue kreasi Gampong Nusa
Ternyata, ide mereka kreatif. Ada beberapa kategori yang mereka lombakan, yaitu orang yang paling disegani anak, orang yang paling lucu, rumah paling bersih, dan anak kreatif. Untuk pemilihan pemenang, anak-anak sendiri yang jadi juri.


Tidak hanya berhenti sampai disitu saja, Gampong Nusa juga menjadi salah satu Gampong yang pertama kali melakukan kegiatan recycle sampah menjadi sebuah handicraft. Mulai dari sandal plastic, sampai tas. Mulai dari bunga sampai kotak tissue. Mereka kreatif, mereka inovatif. Dan mereka Ramah. Oh ya! Kegiatan ini bisa kita temui pada hari rabu di setiap minggunya.

Wisata Kuliner

Sebut saja makanan atau masakan asli Aceh, Mie Aceh, Ayam tangkap, Gulai Pliek U, Gulai Ikan Sawah, Asam Udang, dan Ikan Kayu. Semuanya tersedia disini. Tapi, tunggu dulu, semua ini bisa menjadi satu paket di home stay desa tersebut. Jadi, siapapun tamunya, semuanya bisa request. Tentunya untuk beberapa masakan tertentu, kita masih harus nego harga.

Kopi Aceh juga tersedia. Tenang, lagi-lagi anda tidak perlu repot-repot ke warung. Adat dan budaya Aceh yang selalu memuliakan tamunya, ini akan menjadi sebuah poin lebih sekaligus ajang berhemat. Kita akan disajikan kopi saban sore hari. Di seduh dengan air mendidih, di masak diatas tungku. Semuanya serba manual dan tradisional. Lalu, timphan, dan pulot pun akan duduk manis tersaji bersama segelas kopi Aceh di sore hari.


Ini, mungkin hanya sekelumit cerita yang bisa saya dapatkan dari kampung tersebut. Sebenarnya, ada begitu banyak hal yang menarik yang ingin di tuangkan dalam blog sederhana ini. Namun, alangkah baiknya, kenapa tidak anda saja yang ber-backpacker-an ke Gampong Nusa, Aceh Besar?  Sampai ketemu disini ya?!


beberapa rumah adat aceh, masih terawat dengan baik di sini
botol-botol plastik di kumpulkan sbg bahan baku dari kerajinan tangan mereka


jalanan di kampung nusa, aceh besar


Ziyad bergaya di pematang persawahan yang masih hijau, banda aceh sudah langka!






Pengumuman Pemenang TFP Ronde 60 – Road

$
0
0


Perjalanan akhirnya menemukan akhir. Mohon maaf, bila pengumumannya terkesan sedikit terlambat. Ada satu dan lain hal yang membuat saya harus berdamai dengan keadaan. #binisakit

Jujur, sungguh ini semua tak mudah. Saya yang pribadinya tidak mengerti photografi, lalu di hadapkan dengan para peserta yang fotonya luar biasa keren. Tidak ada yang jelek. Semuanya Rock!

Saya bingung, sambil mencari inspirasi dalam ruangan yang berbau karbol, saya mengumumkan foto yang bertajuk Jomblo/ Jalanku indah Karena Ilalang milik Agung Gidion R menjadi jawara di TFP Ronde 60 – Road. Selamat kepada pemenang , silakan lanjutkan perjuangan silaturahmi foto ini.



Nama : Agung Gidion R.
Status : Jomblo
Twitter : @ranseltua
Blog : ranseltua.com
Link Foto : http://1.bp.blogspot.com/-lpdZLwVfO7c/VT2DG0fwr-I/AAAAAAAABB4/BJqa9F0IOSU/s1600/_MG_4896%2B-%2BCopy.jpg
Judul Foto : Jalanku Indah Karena Ilalang
Keterangan Foto : Kubuka salah satu jendela diatas sebuah roda, sambil melaju pelan, ku biarkan jemari membelai lembut kepala ribuan ilalang. Diantara jelanan aspal yang sepi, inilah ketenangan yang begitu murni. 

Alasan saya memilih foto ini, memulai perjalanan dengan status jomblo, lalu berani mengakui ke dalam blog. Fotonya juga bercerita betapa perjalanan itu begitu indah walaupun status jomblo begitu melekat. Ya, saya juga pernah dalam masa-masa jomblo. Tapi, perjalanan yang panjang dan tak berujung, jomblo, hanya menyisakan status yang tak ada artinya lagi. ##(Sebenarnya, saya menyukai perpaduan ilalang hijau yang mulai menguning, langit biru dan awan-awan yang bulat-bulat di badan langit, di tambah jalanan aspal yang tak berujung. lurus, dan hitam)

Bagi semua sahabat blogger yang telah ikut partisipasi dalam turnamen di rumah sederhana saya ini, saya ucapkan ribuan terima kasih. Sungguh, foto-foto kalian itu begitu keren!

Pantai Kepala Lepas, Sore itu!

$
0
0

Penat menumpuk seperti tak tahu diri. Dua minggu tertumpuk berhasil menepuk pundakku yang kini miring sebelah. Terlalu berat beban sepertinya. Cuaca yang berubah sesuka hati, kayaknya kini menjadi teman setia bagi kota kecil di ujung Sumatra ini. Sesekali basah mempesona, sesekali panas menyentuh hati. Tak jarang harus mandi basah di tengah siang bolong. Begitulah, cuaca syahdu ini telah menjadi aneh semenjak tsunami meratakan begitu banyak hutan bakau di pesisir pantai Aceh.

Sore itu, ku ayunkan kepalaku ke arah paling barat Sumatra. Tepatnya di Desa “Kepala Lepas” (Ulee Lheue). Disana, kini begitu ramai kala sore menjelma lembut. Bila malam, puluhan kenderaan mewah berjejer di pinggir jalan. Ada yang terparkir rapi, dan mungkin, sesekali terparkir bergoyang dumang. Sang pemilik dari mobil-mobil itu, ada yang sedang merapal mantra muslihat pada batu giok, ada yang sedang menunggu boat nelayan pulang membawa ikan dan ganja, ada pula yang sekedar duduk lalu menyeruputi kopi Aceh.

Dalam perjalanan, beberapa bangunan tua dan sisa tsunami masih mengajakku untuk bernostalgia tentang masa itu. Ada bekas warung kelontong, ada bekas warung obat, ada bekas warung kopi, ada bekas rumah jenderal, ada bekas rumah si peminta-minta. Aspal mulus semulus paha yang hitam tak berbulu kini terhampar lurus. Beberapa motor besar menguji kebolehannya. Ada yang sengaja mencium aspalnya, ada yang malu-malu ingin merasakan kecupan mesra si aspal mulus.

Matahari sore yang bulat, kini sedikit sompel. Tertutup rimbun awan yang mulai membentuk colunimbus yang gagah. Berdiri tegak laksana gunung tanpa tanah. Semburat biru dan bau air asin menyatu dalam hembusan angin yang mulai marah. Semarah aku pada penat yang membuat pundakku miring.


Beberapa perawan dan bujang berasyik-masyuk dalam dekapan hangat mereka di atas roda dua. Sesekali, si supir mencoba peruntungan dengan rem mendadak. Ah, kena! Dari balik kaca mobil butut milik ayahku, aku memperhatikan tingkah polah anak muda masa kini. Ternyata, sama saja denganku dulu. Masa ketika rasa ketampananku masih utuh sempurna. Sebelum, semuanya di rengut tanpa pernah kembali lagi.

Liburan sudah mau habis, aku baru sore itu keluar rumah. Duduk di tepian pantai yang sudah hancur dan melebur dengan daratan. Tak ada lagi lapangan bola yang luas. Tidak ada lagi Gedung bea cukai itu. Tak tampak lagi gudang pertamina tempat mabuk kawan-kawanku dulu. Rumah-rumah para penyamun pun kini telah menjadi lautan. Ya,  lautan yang sore itu, begitu ramai. Ramai karena tangis bayi, tawa janda tua, teriakan nakal gadis remaja, dan hembusan nafas sombong pemuda kampong.

Bebek-bebek besi berkeliaran diatas kolam tak sengaja jadi kolam. Sebenarnya, ini adalah rembesan air laut dari sela-sela batu gajah yang tersusun rapi memanjang ke arah pelabuhan. Menahan ombak agar jangan terlalu garang. Tapi, genangan air yang masuk begitu banyak. Sehingga cukup dalam dan bisa di ceburi sesuka hati.

Langit, sedikit tersenyum. Sepertinya dia malas bersedekah sore itu. Beberapa warna di ujung timur, membentuk pelangi. Sedangkan warna langit di ujung barat mulai memerah. Walaupun terkesan jengah. Karena rimbun awan mulai menguasai langit jingga yang tak lama akan menjelma senja.

Burung camar tak ada sore itu, pemancing juga sial. Tak ada ikan yang di bawa pulangnya. Mungkin, sesajennya kurang. Beberapa ada yang menggerutu. Beberapa ada yang masih bertahan. Kenapa tidak pulang saja?

Aku ingin menikmati semua ini sendirian. Menghilangkan penatku dalam deburan ombak yang membatu. Dalam dentuman air yang menonjok batu gajah tanpa perlawanan. Aku ingin menikmati kebiruan gunung jaboi, sabang di seberang samudra sana. Aku ingin, menikmati pantai Kepala Lepas ini, dengan semua memori kecilku. Aku rindu.





Banda Aceh, 6/5/15
YR







Ketika Burungku Hilang di Ujong Pancu ( Merayakan Hari Burung Migran Sedunia)

$
0
0
Burung Cerek Pasir Mongolia ( by Syafrizaldi)

“Burung Saja, tak lupa pulang.
Ingat sangkar..., anak... istri”

Lagu era dimana saya belum lahir ini terus mengiang. Tarikan suara tinggi tante Nia daniaty terus merasuk ke telinga capang saya. Betapa sedihnya tante Nia. Suaminya kalah setia dengan burung.



Lupakan sejenak tante Nia, minggu lalu, cuaca cerah menggawangi langit Banda Aceh. Pagi masih, memaksa saya dan keluarga untuk (lagi-lagi) melangkahkan kaki ke ujung barat Banda Aceh. Hari itu, bukan untuk menikmati sunrise yang keluar dari balik gunung seulawah di ujung timur sana. Bukan pula untuk menikmati indahnya Panorama terumbu karang Pulau Tuan. Melainkan untuk melihat si burung-burung cantik yang hinggap di tanah lembuh berpasir hitam basa. Ya, saya mengajak keluarga untuk menikmati event alam yang hanya terjadi setahun sekali.  

Pada pekan kedua di bulan Mei disetiap tahunnya, di rayakan sebagai hari migrasi burung dunia. Untuk Aceh sendiri, bulan April sampai Agustus merupakan bulan-bulan persinggahan burung-burung dari seluruh belahan dunia yang mencari anak dan istrinya di Aceh sini. Burung-burung yang jomblo pun juga tak ingin kalah bersaing. Siapa tahu, di tanah Aceh mereka bisa menemukan burung bermata biru keturunan Portugis dulu. #eh..

Acara yang tergolong baru ini, mengetuk rasa penasaran saya. Ternyata, Banda Aceh dan Aceh besar termasuk salah satu wilayah yang sangat beruntung. Bagaimana tidak? Berbagai burung dari belahan seluruh dunia yang bermigrasi, menjadikan Aceh sebagai salah satu tempat persinggahannya. Ini rasanya seperti Luna Maya datang ke Aceh lalu duduk manis disamping sayah! #eh..
Mereka berkumpul sembari belajar by : kak Era

Menariknya, di ujung pancu ini, saya bukan hanya bisa mengajarkan anak-anak mengenai jenis burung dan migrasi burung. Saya juga dapat mengajarkan anak bermain dengan pohon-pohon bakau yang baru saja tumbuh. Jikalau beruntung, beberapa kepiting payau akan muncul.

mentari pagi yang mulai sok kuasa
Matahari mulai meninggi. Sesekali, suara elang memikik angkasa. Sesekali, kicauan beberapa burung menghasilkan perpaduan yang merdu. Mungkin, mereka telah menemukan pasangannya di bukit-bukit desa Lambadeuk ini.

Topografi desa yang berbukit-bukit hijau, di tambah nyanyian lembut angin laut dengan pemandangan Pulau Tuan, dan Pulau Aceh menghasilkan sebuah pemandangan yang tak menjemukan. Sesekali, di bulan perpaduan angin barat dan angin timur, kita bisa bermain kite surfing. Di bulan Mei, seperti sekarang ini, mainlah ke tepian pantai, di sela-sela rinbum bakau, maka akan terlihat beberapa bangau.


Saya menikmati semuanya bersama keluarga dan beberapa peserta yang mengikuti peringatan Hari Burung Migran Sedunia. Disini, di Banda Aceh. tidak perlu lagi ke luar negeri. Karena mereka ternyata juga cinta dengan Banda Aceh.

Bangau oh bangau,
Kenapa engkau kurus sangat.
Macam mana aku tak kurus,
Rumput tinggi sangat

Anak saya yang tertua melantunkan lirik lagu sederhana yang biasa muncul di Upin-Ipin. Sesaat itu juga saya tersadar, betapa sebenarnya, burung-burung ini membutuhkan manusia untuk menjaga alam. Agar mereka tetap bisa merayakan hari terbang bebas sedunia mereka. Menganggu alam, berarti menganggu mereka dalam mencari jodoh. Mungkinkah beberapa temanku yang jomblo juga sudah terganggu alamnya? Ah, kasian…


Spot Pengamatan Burung Di Banda Aceh dan Aceh Besar *

  Spot 1 : Tibang – Alue Naga
Jenis Burung : King fisher, kuntul putih, Cangak Klabu, Red King Fisher
Jenis burung migrasi : Keudidi dan elang laut putih
Jarak tempuh : 15 menit

Spot 2 : Krueng Raya – Ie Suum – Blang Bintang
Jenis burung : Siwah
Jarak tempuh : 45 menit

Spot 3 : Lhoknga – Pulo Kapok
Jenis burung : Bee Cater di Lange
Atraksi burung : aktifitas makan di udara dengan memberikan makan untuk
Burung Migrasi : Blue eared dan yellow eared di kawasan pantai Lampuuk
Jarak tempuh : 13 KM selama 1,5 jam

Spot 4 : Alue Naga ke Lampulo
 Aktivitas : menyusuri pantai  dengan menghabiskan waktu setengah hari
Jenis burung : Ceret

Spot 5 : Ujung Pancu ke Desa Lam Badeuk
Spot 6 : Pulo Keluang di Aceh Jaya
Jarak tempuh : 63 km selama 1,5 jam
Jenis burung : Peagon, jenis merpati endemik

*Nb ( Sumber http://acehtourism.info/id/bulan-migrasi-burung-di-pantai/)




para pengamat Burung @_@

Dodol Ganja Aceh, Si dodol hijau yang mengundang tawa.

$
0
0
Pembakaran Barang Bukti Ganja oleh kepolisian (by seputaraceh.com)


(pembahasan memasuki AREA khusus 17+ tidak disarankan mencoba apalagi menjadi pengguna. Karena dokter tidak akan bertanggung jawab atas kegilaan yang mungkin akan anda alami)
Sudah hampir tiga hari ini, pertandingan Kejurnas Brigde ke 53 berlangsung di Banda Aceh. tepatnya, di gedung AAC Dayan Dawood Darussalam. Entah bagaimana ceritanya, dengan sedikit lika-liku dunia maya, akhirnya saya berkenalan dengan kontingen dari kabupaten KUKAR ( Kutai Kartanegara), provinsi Kaltim. (ternyata Kaltim salah satu provinsi terkaya di Indonesia dengan indeks pertumbuhan ekonomi yang memprihatinkan ...)  

Tersingkatlah cerita, mereka berperan penting dalam mencetuskan Banda Homestaymilik mertua sayah tercinta! Ya, mereka akhirnya memilih kamar kosong di PIM (pondok indah mertua)ku dari pada tidur di salah satu hotel bintang tiga yang terletak di tengah kota Banda Aceh. Berbekal dengan niat melayani tamu seikhlasnya, kamar yang ada pun seikhlasnya. Mereka menyewa dua kamar selama 4 malam. Yah, lumayan untuk membayar listrik bulan ini. Jadi gaji sayah bisa buat beli Ganja! #eh…

Hmm, berbicara soal ganja, kayaknya Aceh memang nggak bisa lepas sama benda “haram” yang satu ini. Hal yang sama juga di tanyakan oleh tamu saya malam tadi. Mereka menanyakan banyak hal mengenai seluk beluk ganja Aceh, apa benar di Aceh ada kopi ganja? Dodol ganja? Dan gulai kambing/sapi yang pakai ganja? Ceramah panjang di tengah malam yang tak dinginpun di mulai.

Dalam sela-sela cerita, mereka juga menanyakan perihal syariat islam di Aceh, perihal razia baju ketat, razia kancut #khususcumilebay, razia duduk ngangkang, dan beberapa razia yang menurut mereka sedikit tidak biasa. (akan saya ceritakan di kali yang lain). Malam tadi, saya akhirnya tersadar, sekuat apapun saya membentuk image Aceh dan Banda Aceh menjadi positif dan layak di kunjungi, semuanya kalah dengan persepsi media mainstream yang mem-blow-up Aceh menjadi seperti sanggul nyonya besar. Besar, riuh, dan tak berarti.

Alkisah, Aceh adalah sebuah ladang ganja terbesar di Indonesia. Karenanya, Aceh memiliki cara-cara unik dalam menikmati ganja. Bukan hanya di linting menjadi rokok lalu di hisap ataupun di hirup dari hidung. Orang Aceh, memodifikasi ganja dengan berbagai macam cara agar tetap dapat di nikmati. Di antaranya, membuat dodol, mengaduknya menjadi bahan baku masakan, dan tentu saja tak ketinggalan, campuran kopi!

lintingan ganja by google

Lalu benarkah demikian?

Benarkah di Aceh ada dodol ganja? #ehm.. Sebagai salah satu anak muda aceh, (siapa sih anak Aceh yang nggak kenal ama daun lima cabang ini? )saya berani mengatakan bahwa di Aceh ada beberapa oknum yang membuat dodol dengan campuran ganja. Saya sendiri, pernah mencoba membuatnya. Ternyata, yang menarik dari dodol ganja itu justru ada di proses pembuatannya.

Setahun setelah bencana dahsyat, ganja menjadi langka di Aceh. Konflik yang dulu berkecamuk kini berhenti seketika menambah kelangkaan ganja di seputaran Banda Aceh kala itu. Salah seorang sahabat saya yang juga seorang penggemar Bob Marley, memutuskan untuk membeli ganja kering siap pakai sebanyak 1 kg. Harganya? 800rb saja! kebayang sudah banyaknya tuh daun ganja lengkap dengan ranting dan bijinya.

Seminggu berlalu dalam ketelerannya, si sohib akhirnya sedikit waras. Lalu mengajak saya untuk mencari resep dodol Aceh. tak perlu lama, resep sudah di tangan. Beberapa bahan utama pembuat dodol pun sudah di belinya. Tak lupa, daun ganja halus yang sudah diblender!

Sejurus kemudian, kita mulai berinteraksi dengan kompor, beulangong(belanga), dan centong. Adukan demi adukan pada tahap awal berjalan mulus. Ketika adonan mulai terlihat akan mengental, barulah daun ganja dimasukkan. Disinilah kesalahan dimulai! Warna adonan yang semula putih kecoklat-coklatan mulai menjadi hijau gelap.

Adukan tetap berlanjut, mengingat, bila berhenti maka dodol tersebut akan hangus dan menggumpal. 

Terus aduk yud! Teriak temanku yang matanya sudah mulai memerah. Mungkin karena asap dari beulangong. Ah, saya tak ambil pusing. Terus aduk, aduk, dan aduk, dodol mulai mengental. Sesekali terlihat asap mengepul yang keluar dari dalam adonan dodol yang mulai menyerupai letusan larva kecil.

Tak lama, kepala seperti berputar. Centong dan beulangong mulai sama-sama berputar. Semakin banyak asap yang terhirup, semakin berat mata ini. Saya terlihat seperti seorang pria gila yang belajar nyetir mobil. Beulangong ke kiri, badan dan kepala saya ke kiri. Begitu pun sebaliknya.

Dodol ganja Asli (sumber disini)
Gantian! Kau sudah mabuk yud! 10 menit kemudian, sahabat saya ini, juga terkena sindrom yang sama. Kepala berputar putar. Angguk-angguk, geleng-geleng, nunduk-nunduk. Sip! Kita berdua mabuk sempurna. Sedangkan dodol masih di penggorengan.

Dodolpun jadi. Saya mencoba rasanya. Mirip dodol pada umumnya. Manis dan legit. Hanya saja, dodol ini menimbulkan efek tertawa tak jelas. Sekali mata terpenjam. Sesekali perut sakit melintir dan ingin ke kamar mandi. Di akhir cerita, saya baru sadar. Ternyata teman saya ini salah resep. Dia menuangkan ganja cair dalam kuota yang besar. Sehingga penganan nusantara ini menjadi sebuah makanan yang “menyenangkan”.

Saya mencoba googling mengenai dodol ganja. Ternyata ganja di gunakan di dodol Aceh itu hanyalah sebuah kreasi dari para penikmat ganja. Mereka malas melinting rokok, jadi mengakali. Mencari cara yang lebih aman untuk menuju nirwana. Jadi tidak seperti yang di beritakan oleh media nasional.

Pun demikian, dengan kopi ganja Aceh. kopi ini juga hampir sama ceritanya dengan dodol ganja Aceh. hanya saja, kopi ganja ini memang ada beredar dan sangat tertutup. Hanya kalangan-kalangan tertentu saja yang dapat mengaksesnya. Saya sendiri? Sudah semuda ini saja belum pernah melihat langsung kopi ganja Aceh tersebut.


abang barista, lagi ngeracik kopi aceh (foto disini)
Tenang, tidak semua yang anda dengar itu benar. Tidak semua yang kita dengar itu juga salah. Mitos ganja digunakan sebagai bumbu didalam gulai kambing Aceh, menjadi salah satu hal yang nyata yang pernah saya saksikan sendiri. Penasaran?? Kenapa tidak datang ke kampung saya lalu kita hunting bareng?


***PERINGATAN! GANJA MERUPAKAN HAL YANG TERLARANG DI INDONESIA! KECUALI DI BELANDA!*** 

Berlibur ke Sabang, Adalah sebuah "Kesalahan" Besar

$
0
0
Pungli di pelabuhan  makin menjadi-jadi. Ada yang telat masuk antrian motor, lalu, dengan gampangnya mendatangi seorang petugas yang berseragam, mereka meminta agar motornya bisa masuk ke kapal duluan.





Lima tahun sudah, sejak terakhir kali saya menginjakkan kaki ke pulau seribu benteng ini. Minggu lalu (kenapa memilih minggu? Karena tadinya saya mengira kalau arus mudik liburan sudah berlalu), untuk pertama kalinya, setelah pernikahan dan beranak. Liburan kali ini, saya memilih ke sabang, selain dekat, saya juga ingin mencari suasana baru. Sembari mencoba bernostalgia dengan semua kenangan. Mulai dari kenangan saya dengan almarhum ibu, sampai moment-moment “jadian” dengan istri.

Waktu itu, saya dan istri adalah patners kerja disalah satu NGO yang bergerak dalam dunia pergempaan. Suatu hari, tragedy yang merubah nasib kami berdua pun terjadi. Suatu malam, tetiba pintu kamar saya di ketuk cukup kuat. Di luar sana seorang wanita menjerit dan minta tolong. Alamak, ini kuntilanak khas sabang kali ya? Minta tolong sambil gedor-gedor pintu? Ternyata teman saya.

bye bye Ulee Lheue
Singkat cerita, dia menceritakan kalau dikamarnya ada kecoak. Dan? (lo tahu yang terjadi selanjutnya kan?) dia meminta tukar kamar. Di tengah malam buta, jam tiga pagi! Mana ada kamar kosong sebegini malam? Akhirnya saya menyarankan kalau sebaiknya, kita tukaran kamar saja. si teman tidur di kamar saya, saya tidur dikamar si teman. Lalu? Udah begitu saja. esoknya dia luluh hatinya, dan kitapun akhirnya menikah. Sst.. bagi anda yang jomblo, ini ada tips biar bisa jadian ama teman se-team perjalanan. Taruhlah kecoa didalam kamarnya!#eh…

Kembali ke judul..

Kesalahan pertama!

Pantai Kasih
Sebaiknya jangan ke sabang ketika ingin berakhir pekan. Karena, keadaan pelabuhan penyeberangan antar pulau di Banda Aceh (ulee lheue) dan Balohan (pulau sabang), menjadi sangat padat. Saking padatnya keadaan sedikit kacau. Beberapa accident yang tidak menyenangkan terjadi. Mulai dari antrian motor (karena saya memilih ke sabang dengan motor pribadi) sampai antrian mobil yang penuh dan tidak semuanya terjamin akan di muat di kapal. Sampai jumlah penumpang yang tumplek-blek bak ikan asin memadati setiap lorong-lorong dek kapal. Sampai-sampai kepintu kamar mandipun, ada yang duduk.

Pungli di pelabuhan menjadi-jadi. Ada yang telat masuk antrian motor, lalu, dengan gampangnya mendatangi seorang petugas yang berseragam, mereka meminta agar motornya bisa masuk ke kapal duluan. Dan… dengan mudahnya, si petugas mengiyakan setelah tentunya dia menerima beberapa lembar foto sultan Mahmud badrudin II. Saya yang sedari jam 8.00 pagi mengantri sampai pukul 11.30 siang hanya bisa mengelus dada. Dan mencoba menetekin anak gadis saya yang mulai riuh karena kepanasan. Apakah mereka peduli? Tidak! (emang kenapa dia harus peduli? )

Malang memang tak dapat di hindari. Kapal ferry yang di gunakan untuk penyebrangan kemarin sedikit lebih kecil dari biasanya. Dengan muatan yang mirip dengan muatan lebaran. Kapal kecil ini mulai bergoyang-goyang sesuka hatinya. Mirip ngebornya inul, tapi lebih halus kayak zaskia gotik. Naik turun, kiri kanan, ah, pokonya saya mulai mabuk! Ditambah lagi suasana panas, bau, riuh rendah suara orang-orang dari seluruh penjuru, dan kapal yang melaju begitu lambat. Ah, nomero uno!

Kesalahan Kedua!

Kapal yang penuh sesak, mengakibatkan jadwal perjalanan terhambat. Sehingga, ketika saya dan keluarga tiba di kota sabang, dan hendak ingin check in hotel, kamar belum tersedia. #sakitnyatuhdisini! Sudah jam 3 siang, tapi kamar hotel belum ready. Padahal sengaja saya memesannya via telpon dan pesannya dua hari sebelumnya. Ternyata?

 “maaf bang, tadi tamunya baru aja check out karena jadwal kapalnya mundur. 1 jam lagi ya bang, kamarnya baru ready”

Akhirnya, saya harus mengalah dan memutuskan untuk makan siang demi mengulur waktu. Pun perut sudah mulai berangin. Anak-anak juga sudah mulai lapar.  Kemalangan ternyata belum berhenti. Sebagian rumah makan, menunya sudah habis. Hebat!! Istri hanya tersenyum manis. Sabar.

Kesalahan Ketiga!

Setelah mencoba tenang dengan keadaan yang ada. Saya yang sudah mulai butegakhirnya bisa masuk ke dalam kamar hotel. Leyeh-leyeh, nikmati sejuknya Ac (sumpah norak!). Mandi-mandi air hangat dari shower. Pukul lima sore mulai lewat. Peluh sudah hilang, istri sudah kembali cantik. Anak-anak sudah mulai pakai baterai alkaline. Berisik dan tak mau diam.

Saya memutuskan untuk keliling-keliling kota sabang. Sembari bersiap-siap mencari makan malam. Jujur, saya sedikit trauma kalau perut ini lapar. Ini kota orang, jauh dari kota Banda Aceh #eh.. Jalan perdagangan mulai ramai. Beberapa penjual buah mulai ribut menawarkan buah-buahannya. Kota semakin ramai sekarang.

somewhere at sabang
Sampailah saya pada satu sudut kota. Taman kuliner namanya. Tidak jauh dari sabang fair, tidak jauh dari sabang hill, bersebelahan dengan pantai kasih. Disinilah kesalahan ketiga terjadi!

Langit yang mulai syahdu, semilir angin laut mengalun lembut. Beberapa nelayan masih mencoba menjala ikan. Beberapa biduk, masih berlalu lalang di teluk sabang. Rimbun bukit yang menggawangi teluk terlihat hijau gagah. Ah, saya semakin cinta Sabang…

Selepas dari taman kuliner, kami kembali berkeliling kota sabang, satu persatu pemandangan demi pemandangan kembali mengganggu mata minus saya. Senja di kota sabang memang spektakuler. Seperti sebuah lukisan sederhana tapi menarik. Laut, gunung, hijaunya rimbun pepohonan, senyum ramah para penjaja jagung bakar, semuanya, adalah sebuah kesalahan besar.

Kesalahan besar mengunjungi sabang kala waktu liburan, adalah? Kami sekeluarga tak ingin lagi pulang ke Banda Aceh! Kalau tahu begini, sungguh, saya tak jadi ke sabang. Ah…


gimana caranya gw bilang kalau gw cinta sabang?


Sore Syahdu Di Pantai Kasih, Kota Sabang

$
0
0
Beberapa pemuda-pemudi sabang berbaur dengan para bule cantik. Beberapa lainnya, hanya duduk sembari mengecup manja tangan kekasihnya. Tak tahu diri! Entah kapan akan dinikahinya, mungkin juga, dia akan pergi ke pulau lain. Mencari gadis baru yang masih ranum. Lalu kembali mengecup tangannya. Kaplat!

Ziyad ber pose dengan lampu taman di pinggir Taman Kuliner Pantai Kasih

Sabang sore itu, tidak seperti sore di Banda Aceh.  Sabang, menyambutku dengan penuh kerinduannya. Hei, bukankah semenjak kapal gurita tenggelam kita seperti terpisahkan? Kala itu lautmu merengut lebih dari seratusan jiwa. Diantaranya mungkin ada saudaraku. Ah sudahlah, kini, semuanya hanya tinggal kenangan yang terpatri di sebuah monument tua yang jauh dari kesan terurus.

Setelah bertahun berlalu, kekasih yang dulu ku bawa, kini telah jadi pendamping hidupku. Entah sampai kapan, yang ku tahu, dia kini memberikanku anak. Dan, anak-anak itupun ku bawa ke pangkuanmu.
Minggu sore itu, setelah beribu anak manusia puas memperkosa keindahanmu, kini mereka pulang keperaduannya masing-masing. Entah kapan mereka kembali lagi. Tinggallah sunyi dan sisa-sisa kelembutanmu. Itupun, kau masih memberiku kelembutan terbaikmu.


Mentari sore yang ramah menyapa, deburan ombak yang mengalun sendu di pesisir pantai kasih. Membuatku kembali mengenang kenangan masa lalu kita. kala itu, kita masih sama-sama sendiri. Melukis dalam kanvas kehidupan.

Beberapa pemuda-pemudi sabang berbaur dengan para bule cantik. Beberapa lainnya, hanya duduk sembari mengecup manja tangan kekasihnya. Tak tahu diri! Entah kapan akan dinikahinya, mungkin juga, dia akan pergi ke pulau lain. Mencari gadis baru yang masih ranum. Lalu kembali mengecup tangannya. Kaplat!

Sunset Di pantai Kasih, Sabang

Aku duduk tepat disudut lenganmu. Bersama istri dan buah cinta kami. Ziyad dan Bilqis. Memandangi sisa-sisa kehebatanmu di masa lalu. Membentang di lautan lepas, tempat puluhan bahkan ratusan kapal besar pernah singgah untuk mencuri perhatianmu.  Tapi tak satupun kini dari mereka kembali padamu. Duhai, sabangku…

1994, aku masih ingat tahun itu. Aku juga masih ingat, betapa kala itu, bila ingin menyambangimu di seberang lautan, kami, yang orang daratan ini harus menempuh 4,5 jam perjalanan laut. Ditambah 2,5 jam perjalanan darat ke ujung Krueng Raya. Tahun itu, kali pertama aku mendatangimu. Dan, hatiku tertinggal di sebuah pulau dengan keramat 44 sebagai sebutannya.


Sabang, kini, senjamu di nantikan oleh berjuta pasang mata para pemburu perawan alam. Di bawah sinar mentari senja dalam sayu angin laut, sate gurita yang kental dan gurih beradu syahdu dengan derbu ombak laut yang mengalun merdu. Aku terharu. Aku membawa semua bukti cintaku kepangkuanmu. Hari itu, aku memberikan hasil kerjaku selama lebih 4 tahun. Aku persembahkan kepada mereka yang telah merebut hatiku. Gadis berkerudung biru, kini duduk manis dihadapanku. Dalam pendaran langit senja, bersanding mesra dengan buah hatinya.


Tak ramai sabang sore itu, aku senang! Aku bahagia ketika engkau tertinggal sendiri dan akulah teman yang menemanimu. Dua gelas jus jeruk, sepiring nasi goreng, sejumput tusukan sate gurita. Bukankah ini cinta?

Wahai, tak tahukah kamu? Kalau aku selalu mendoakanmu. Mendoakan agar engkau tak menjadi seperti batam yang kaya dan canggih. Aku mendoakan agar engkau tak jadi seperti bali yang penuh sesak dan penuh dengan bikini yang berlalu lalang.

Aku, dan aku, yang selalu mendoakanmu, dalam diamku, dalam tulisan tanganku, agar engkau tetap menjadi sabangku. Tempatku bertemu dengan kekasihku. Tempat aku memadu kerinduan dengan mamaku. Tempat aku mengenang semua cinta kasih dari keluarga kecilku. Tempat aku berdebur dalam ombak yang penuh kasih. Dalam buritan karang yang membentang, dengan langit senja yang merona bak gadis desa.

Entahlah, harus seperti apalagi aku menuliskanmu. Seluruh jagat raya ini sudah mengenalmu. Aku? Ah biarlah aku nikmati senjamu bersama kekasih baruku. Dan ku simpan cintaku padamu dalam palung-palung hatiku.

Sabang, 17 Mei 2015

taman kuliner sabang
Sunset di pantai kasih, sabang

sepi, semuanya sudah pulang kampung



Sate gurita, pengennya 2 piring sendiri



Berdua, bukankah ini rindu?
segelas berdua?

Nostalgia World War II Di Lorong Jepang #TFP Ronde 61

$
0
0

Desingan peluru dan ledakan dari bom menggema sepanjang lorong. Para tentara Nippon sibuk berlalu lalang. Mengangkat magazin, bom, granat, atau apapun yang bisa mengusir tentara sekutu dari perairan Sabang, Aceh.

Di sebuah lorong yang rimbun dengan remah daun-daun perdu, di sebuah bukit karang, sebuah benteng kokoh di bangun dalam hitungan bulan. Di sini, entah berapa nyawa telah merengang. Dari sini, entah berapa banyak kapal perang dan para prajurit laut yang berhasil mereka hanyutkan dalam kebiruan laut Anoi Itam sabang.

Sebuah lorong, seolah menjadi lorong waktu. tercium bau amis, terdengar dentuman meriam, terlihat sekilas kengerian dari darah yang terberai berai.


=================

Foto ini diikutsertakan dalam Turnamen Foto Perjalanan ke-61 yang diselenggarakan oleh Agung Gidion di sini

Sombongnya Orang Sabang!

$
0
0

Sabang, penuh Misteri 
 Sabang, hanyalah sebuah kota kecil di tengah Pulau Weh, Aceh. berbagai macam cerita, mulai dari mistis sampai sejarah berselimpangan didalamnya. Sebut saja,  sabang dikenal sebagai pulau dengan seribu benteng (bunker) Jepang. Atau, di Sabang, tabu mengucapkan kalau Sabang itu biasa saja dan tidak mau kembali lagi ke Sabang. Jika mengucapkan hal-hal yang demikian, maka bisa di pastikan siapapun yang mengucapkan itu akan kembali lagi ke sabang! Karena sabang di kenal dengan keramat 44. Sebuah keramat yang sedikit janggal. Keramat 44 karena ada 44 makam para ulama yang tersebar di pulau Weh. Lalu, jangan tanya kepada saya apa hubungannya dengan semua mitos di atas tadi!

Terlepas dari semua mitos dan sejarah tersebut, Orang Sabang, sangat sombong! Nggak percaya? Baiklah, kalau berbicara tanpa bukti akan menjadi sebuah fitnah kan? Dan fitnah itu lebih kejam dari pada mematahkan hati kekasih toh? #eh…

Biasanya, yang namanya kota wisata itu, pasti ramai ketika jam siang hari. Baik itu rumah makannya, toko souvenirnya, bank-nya (ya iyalah, toh ane datengnya minngu), atau toko-toko lainnya. Tapi di Sabang? Dari jam 1 siang, semua itu tutup! Mereka tidur siang! Ya, mereka tidur  siang. Bobo ciang, sodara-sodara. Rumah makan jam 1 lewat semua menu sudah bisa dikatakan habis. Hanya tinggal sisa-sisa perjuangan para pengejar makanan yang perutnya lapar keroncongan. Dan itu yang terjadi ketika saya mengunjungi Sabang beberapa waktu yang lalu.  Saya sampai kebingungan harus mencari makan siang dimana. Berkeliling kota Sabang dengan keadaan lapar dan di tengah siang, itu sesuatu yang jauh dari menyenangkan.

salah satu sudut kota Sabang di siang hari
Selidik punya selidik, ternyata hal ini sudah berlangsung sejak jaman Belanda, ketika Pulau Weh menjadi sebuah pelabuhan bebas. Jauh sebelum batam berdiri. Kata si abang penjual nasi siang menjelang sore, ketika siang hari, kegiatan bongkar muat kapal berhenti, dan baru akan di lanjutkan lagi setelah adzan ashar berkumandang. Maka dari itu, di Sabang, siang hari akan menjadi waktu mereka istirahat siang dan baru akan di lanjutkan lagi selepas jam 4 sore sampai malam hari.  Jadi, kalau ke Sabang, dan kapal anda telat merapat kepelabuhaan seperti kapal yang saya tumpangi kemarin, persiapkanlah bekal makan siang anda. Atau, makan sianglah di seputaran pelabuhan. Kalau tidak? Resiko tanggung sendiri! Siang di Sabang = Jam tidur Siang!

Volvo, Mitsubishi Lancer, Toyota Crown, BMW, Ford, dan Jaguar. Yups ini merek beberapa mobil yang harga mobilnya terbilang tidak murah. Malah cenderung mahal. Kira-kira, kalau anda punya salah satu merek mobil di atas, apa yang akan anda lakukan? Sebagian besar pasti setuju, kalau mobil itu akan di rawat baik-baik, kan?

di sebuah kebun di pinggir jalan, di buang!

Tapi di Sabang? Semuanya di buang begitu saja. Ada yang terkapar tak berdaya dengan kaki-kaki yang patah di pinggir jalan. Ada yang tinggal hancur di jilat matahari dan di bakar hujan. Tergeletak begitu saja di kebun-kebun kosong. Ada yang masih bisa di gunakan, tapi di bagasi belakangnya sesekali terlihat ada yang membawa rumput sekarung karung. Rumput untuk ternaknya. Volvo di biar kan begitu saja dimakan ilalang liar tak tahu diri. Mistubishi Lancer entah EVO berapa juga tak kalah tragis. Beberapa Ford Sedan hanya menjadi angkutan keluarga yang rumahnya hanya berdinding papan. Itupun dengan cat yang telah mengelupas dimana-mana. Mirip kudis pada orang-orang yang mengaku ganteng!

ya, ini mobil asli!

Miris? Tunggu dulu! Masih ada jaguar yang satu persatu onderdilnya mulai hilang. Hanya terduduk sedikit lebih rapi di beberapa bengkel. Sesekali, akan terlihat cadilac yang masih berlalu lalang. Atau jaguar yang masih bisa tersenyum di pinggiran pantai. Begitulah, Di Sabang, mobil-mobil mewah ini tidak ada harganya. Apalagi kalau rusak begitu, lebih tak ada harganya. #yaiyalah..

Volvo bro!!

Cerita punya Cerita, itu semua adalah mobil-mobil bekas yang di impor dari Jepang, Singapura, dan Malaysia. Di sekitar era Sri Mulyani masih jadi menteri. Tapi ketika ratusan mobil dan MOGE (Aprilia bandit, Yamaha, Harley, BMW, etc) masuk ke Sabang, kuota balik nama dan surat ijin jalan di Aceh daratan malah di tutup. Jadilah Sabang bergelimpangan mobil-mobil bekas yang mewah dan di pakai hanya untuk potong rumput, anak-anak belajar mobil, untuk saya keliling-keliling Sabang dengan gaya bak artis yang naik Jaguar. Padahal, AC nya udah meledak. Hihihi…
mirip Mistubishi???
Begitulah, orang-orang Sabang sepintas akan terlihat sombong! Belum lagi dengan sifat cuek mereka. Artis di samping saja mereka nggak sibuk untuk minta tanda tangan apalagi ngajak selfie.

Tapi, orang-orang Sabang adalah orang-orang yang ramah. Ringan tangan, dan mereka termasuk orang-orang yang menjaga tamu seperti mereka menjaga keluarga mereka. Begitulah, kesan yang saya dapatkan dari salah seorang gadis pramusaji di salah satu rumah makan di pinggir Danau Aneuk Laot. #cantikboy! (terus gw di kemplang ama bini!)

Penasaran? Jalan-jalanlah  ke Sabang, lalu lihatlah sendiri betapa Sombongnya mereka! #kaboor…

*****
Ziyad numpang nebeng di salah satu MOGE tapi ini bukan made in sabang ^_^


Weh Island, where the wonderful Indonesia start from…

$
0
0
Pulau seribu Benteng! Begitulah nama lainnya. Kini, sesekali, sendu dan kengerian itu akan terasa. Duduk santai di kota atas, atau di Japanese Fortress yang terletak di desa Anoi Itam. Disini, suasana perang berpadu dengan keindahan laut di depannya. Terkadang, bila beruntung, saat angin meniup pelan gelombang laut di seputaran anoi itam. Pandanglah dengan jeli di hamparan laut biru, lalu, terlihatlah lumba-lumba yang sedang merayakan hari ulang tahun perkawinannya sembari berdansa ala spesies mereka.
view laut dari atas benteng jepang yang terletak di Anoi Itam
 Menikmati Indonesia, tak ada salahnya dengan memulainya dari titik paling barat. Ujung Indonesia. Nol Kilometer Indonesia. Pos pertahanan pertama Indonesia! Ah, you name it!. Di pulau yang kecil ini, aku  hanya punya waktu tidak lebih dari 24 jam. Tidak bisa lebih, mengingat kerjaan dan deadline sudah menumpuk di kota Banda Aceh.

Pulau Weh, sebuah pulau di ujung barat Negeri Indonesia. Di sini, Indonesia memulai ceritanya. Disini, titik awal dari sejuta pesona yang berhasil mengalahkan rasa resah, gelisah,  dan lelah yang telah menggantung di pundakku selama lima tahun ini. Sabang, kini aku kembali ke pangkuanmu.

Semilir angin siang, membuat perjalanan Banda Aceh – Pulau Weh, menjadi sedikit menyenangkan. Libur panjang, berarti, berdesak-desakan dalam sebuah kapal roro sederhana dan terbuat di tahun yang cukup lama. Sesekali, akan terdengar orang-orang yang marah ketika antrian sepeda motor terkesan tak adil. Sesekali, ada balita yang menangis sejadinya karena panas mulai menggila.
salah satu sudut kota sabang yang berbatasan dengan laut
Sayang, aku  dan keluargaku tidak kebagian tempat duduk. Kapal KMP BRR Aceh-Nias tidak berlayar hari itu. Tidak seperti ketika lima tahun lalu saat terakhir aku menyeberang ke Pulau ini. Perjalanan dengan kapal yang begitu penuh sesak, berbaur dengan para tourist dari manca Negara sampai turis local. Berjuta aroma menyeruak. Bau muntah, bau asap rokok, bau solar yang menguap dari knalpot kapal, bau laut, dan bau keringat-keringat dari penumpang yang terpanggang dalam teriknya mentari siang.

Menikmati Senja…
senja dari pinggir taman kuliner kota Sabang
Penderitaan belum berhenti, Pulau weh, masih memberikan kejutan terakhirnya. Rasa lelah dan panas masih harus di tambah dengan perjalanan yang mendaki. Berkelok, bahkan sedikit memutar. Jalan yang dulu sedikit “keras” kini menjadi lebih bersahabat. Walaupun tetap saja aku harus waspada ketika mengoper gear motor bututku ini.

Tak berselang lama, pemandangan dari puncak Cot Bak U, membuat semua sengsara sirna. Semuanya terbayar sudah. Walaupun jalanan masih harus menikung dengan turunan cukup terjal. Palling tidak, di siang yang panas ini, aku bisa melambatkan laju motor untuk menikmati pemandangan lautan Andaman di ujung sana. Ya, Welcome to Weh Island!


the wonderful sunset at Weh Island

 Waktu mulai berdetak, tersisa hanya 23 jam lagi sebelum akhirnya harus kembali pulang. Ah, belum habis sabang ini ku makan. Sudah harus pulang sebelum kenyang? Inilah dunia, di mana terkadang waktu tak mau kompromi.

Siang di sabang, adalah waktu yang tepat untuk menikmati sebuah kesombongan dari sisi lain anak manusia. Makan siang yang se-adanya. Lalu berlanjut dengan leyeh-leyeh di hotel yang sederhana. Sebuah hotel yang terletak di tengah kota Sabang. Lengkap dengan semua keheningan dan kenangan masa muda!


Sore telah menjelang, perut yang lapar akhirnya memaksa diri bangun dari pembaringan sembari mandi untuk memunculkan kembali semangat yang tergerus oleh mimpi-mimpi di siang yang tak lagi bolong, hanya sedikit basah! #eh..
Sunset di pantai kasih
Sate gurita, deburan ombak, serta sinar mentari sore yang mulai menggurat senja seperti menjadi sebuah nuansa indah. Langkah dan putaran roda motor butut berakhir dipelataran yang menjorok sedikit melewati bibir pantai Kasih. (cerita tentang sore di pantai kasih ada disini). Bukankah senja di langit biru berbaur dengan awan putih itu Cinta? Ini memang kisah lama bagi sepasang muda mudi yang masih berbalut dengan romantika picisan. Mungkin, ini lebih dari sekedar cinta monyet, Cinta Gorilla! Begitulah, cintaku akan senja telah membawaku dalam pelukan kekasih yang kini memberikanku anak, anak manusia, bukan anak monyet!

Romantika Perang Dunia II
Sebenarnya, ini sebuah obsesi masa kecil. Menikmati perang dari sebuah benteng. Melabuhkan beribu khayal berada dalam sebuah benteng persembunyian ala Vietnam. Menembakan meriam, sembari meneriakan, Mati Lo! #eh?

Pantai Anoi Itam
Meriam di Benteng Jepang desa Anoi Itam

Desingan peluru bersahut-sahutan dengan teriakan histeris dan percikan darah. Kapal-kapal perang Destroyerberlalu lalang bersama battleship dan Cruiser. Sepertinya, sibuk sekali lautan seputaran Anoi Itam dan Kota Sabang ini.

Para tentara Nippon sibuk! Setiap kali kapal sekutu melintas, mereka akan berteriak. Sembari terus mengangkat bom untuk di isikan kedalam meriam. Putaran meriam terus menerus berdenyit seperti kurang oli pelumas. Tapi, inilah perang! Walau tanpa pelumas sekalipun, meriam harus tetap berputar. Membidik, dan Menembak!

Benteng Jepang di Sumur Tiga

Pulau seribu Benteng! Begitulah nama lainnya. Kini, sesekali, sendu dan kengerian itu akan terasa. Duduk santai di kota atas, atau di Japanese Fortress yang terletak di desa Anoi Itam. Disini, suasana perang berpadu dengan keindahan laut di depannya. Terkadang, bila beruntung, saat angin meniup pelan gelombang laut di seputaran anoi itam. Pandanglah dengan jeli di hamparan laut biru, lalu, terlihatlah lumba-lumba yang sedang merayakan hari ulang tahun perkawinannya sembari berdansa ala spesies mereka.

Danau Penompang Kehidupan
Terkadang, yang namanya bosan, dia suka sedikit bejat dan kaplat. Waktu perjalanan hanya tersisa 4 jam dari jadwal pulang.  Di sisa waktu yang ada, bosan, kembali datang. Sepertinya, dia masih dendam, setelah tahu kalau ternyata Pantai Sumur tiga yang terkenal itu tak memberinya sensasi yang mesra serta aduhai. Sumur tiga, pasang tinggi pagi itu. Sepi, dan tak ada pesisir pantai yang berpasir putih yang tersisa. Semuanya tergulung air pasang. Hanya deburan dan deburan yang terdengar.

Danau Aneuk Laot, Weh Island
Mungkin, inilah yang menjadi bosan kembali menggerayangi kepala dan otakku. Bisikan demi bisikan yang menyesatkan menyesak di ubun-ubun. Dia tak mau pulang dulu. Dia, tak ingin perjalanan memoar daun kelapa ini berakhir begitu saja. Toh, sebentar lagi siang, dan siang berarti makan siang. Hidung ini, kembali manut-manut. Rasa-rasanya, sepiring nasi, sepotong ayam bakar yang di olesi madu dari hutan pulau, lalu di segarkan dengan segelas jus. nikmat! Padanan sempurna yang membuatku kembali lapar.

Seumur hidup, namanya hanya sekedar menyedap pada telinga, dan penyejuk mata. Tapi tak pernah berani melepaskan hasrat yang sudah bergairah semenjak datang. Danau! Ya, aku rasa, mengunjungi danau kecil yang hanya berukuran 38 hektar tak berpersegi ini tak ada salahnya. Lagi pula, bila bisa duduk disampingnya, lalu menikmati belaian lembut dari airnya yang hijau, itu semua akan menjadi sebuah kisah klasik untukku.

Danau aneukLaot, begitulah namanya. Ada mitos yang menelungkupinya. Ada kehidupan yang bergantung padanya. Danau ini, meskipun jarang di pedulikan oleh para pelancong, dia tetap cantik. Biar, biarkan saja para pelancong sombong itu menari diatas terumbu karang pulau rubiah. Asalkan danau ini tetap terjaga.

Pulau kecil ini, membutuhkan danau yang berair hijau dan sejuk ini sebagai penompang hidupnya. Toh, air minum dan air bersih seisi pulau berasal darinya. Dari danau yang selalu di lewati begitu saja. Sungguh, mereka terlalu sombong mengakui keindahanmu. Cukuplah aku, yang akan menjadi pujanggamu, melukiskanmu di dalam relung-relung hati. Sembari terus meraba, betapa indah punggungmu yang masih hijau..

Aku pulang, siang ini…
Ku bawa semua rasa cinta ini, sebagai bukti aku masih akan merindukanmu. Mungkin, tahun depan, kita akan bertemu lagi…


Bna, 31 Mei 2015

******
salah satu view di Danau Aneuk Laot

Masih di Sumur Tiga

sisi lain dari pantai sumur tiga

Untuk informasi yang lebih lengkapnya bisa dilihat di sini
Mencari guide ke sabang? Jangan pilih saya yah ^__^




Begini Caranya Menikmati Pantai Lampuuk Aceh Besar!

$
0
0
begini sepinya Pantai Lampuuk Aceh Besar kalau bukan akhir pekan
  Aha! Langit hari itu bersahabat. Mendungnya sedikit, cerahnya cukup, anginnya semilir, deburan ombaknya syahdu. Libur kalender kali ini, saya kembali bersua dengan pantai Lampuuk yang terletak di kecamatan Lhoknga, Aceh besar. Tidak untuk menikmati senja, tidak juga untuk bersedu-sedan. Tidak juga dalam rangka menghilangkan penat, akan tetapi lebih dari itu semua. Ini perihal harga diri! Ini tentang perihal menyambung kehidupan! Siang di Pantai Lampuuk, artinya Menikmati makan siang dengan penuh gaya dan ikan segar!

Saung di bibir pantai Lampuuk yang sepi!
Suasana yang tak begitu ramai, membuat nuansa pantai menjadi asyik. Bagaimana tidak? Pantai yang saban libur akhir pekan tiba, selalu ramai dan penuh sesak. Mulai dari yang sesak nafas sampai sesak pup #eh. Maksudnya, saking begitu ramainya terkadang kita menjadi sulit menikmati pemandangan pantai yang berpasir putih ini.  Hore!! Aku bisa berduaan ama yayang deh!

Siang ini, keadaan sedikit lega. Hanya beberapa keluarga yang mengunjunginya. Keadaan yang panas terik membuat sebagian besar pengunjung lebih memilih berleyeh-leyeh di saung yang terletak di bibir pantai. Atau beberapa lainnya memilih istirahat di sebuah cottage yang terletak di lereng gunung bagian utara pantai.

Sembari menikmati kesegaran air kelapa di padu dengan aroma lezat ikan bakar yang masih segar dari laut. Butiran pasir putih, terhampar memanjang dari utara ke selatan. Di ujung utara pantai, sebuah tebing menjulang tinggi dan terjal. Menjadi  perpaduan yang begitu eksotis. Biru laut, hijaunya nyiur dan cemara, ditambah dengan aroma ikan bakar yang mulai matang, menjadi sebuah diaroma tersendiri. Ilerku menetes deras…

dek, mau mandi ya? nggak takut itam dek? :D
Beginilah, Lampuuk di siang hari. Tak banyak pemuda kampung yang tertawa seperti setan. Tidak ramai pasangan muda – mudi yang mencoba mencari peruntungan di sela-sela lengan. Hanya ada beberapa bocah yang berlarian sembari sesekali menjatuhkan dirinya di atas pasir yang lembut. Sesekali, kilauan mentari berpantul ria diatas permukaan laut yang biru menyala. Seperti layaknya diamond yang berkilau ketika terkena sinar lampu. Ah, suasana ini membuat perut ini semakin keroncongan. Aku lapar!

Ikan Bakar bumbu Gurih

Untuk sebuah makan siang yang penuh gaya dan tidak berkelas, kocek yang harus di keluarkan terhitung lumayan gede. Biasanya, untuk pengunjung di hari libur satu ekor ikan gerapu  dengan berat ½ kilo bisa di hargai 100 ribu rupiah bahkan bisa lebih. Kalau di hitung-hitung dengan harga kekinian, berdua bisa habis 200 ribu rupiah, udah lengkap ikan bakar yang gurih dengan bumbu kuning (boleh juga bakar tanpa bumbu, atau mau bawa bumbu sendiri dari dapur? Boleh juga! Bawa ikan sendiri? Boleh! Semuanya boleh kok, asal jangan bawa istri kedua aja. Berabe bro!), di tambah nasi, dan air kelapa muda atau Es Timun Kerok.

Mau? 

Beruntungnya, aku yang hampir saban minggu kemari, mendapatkan diskon di warung ikan bakar langganan. Berdua sama istri plus krucil-krucil dan ditambah babeh, emak, emaknya emak, dan adeknya emak. Kebanyangkan berapa banyak tuh porsi? Ikan bakarnya 3 ekor gede-gede. Nasinya 8 piring, maklum, saya muat dua piring. Air kelapa, air mineral, cah kangkung, serta lalapan. Hmm 450 ribu rupiah! Ini juga udah sampai harus bungkus bawa pulang loh!

Siang hampir selesai, ombak masih melambai sedang. Tidak besar tidak juga pelan. Angin mulai bertiup sedikit kencang. Awan mendung mulai bergulung menjadi sebuah warna baru di langit biru. Sepertinya mau hujan. Pulang? Oh jangan! Ini saatnya main body surfing. Biasanya, pantai ini terlalu ramai, sehingga bermain body surfing menjadi tidak leluasa. Yang tertabrak anak balita lah, orang pacaran lah, gadis-gadis abegeh lah (tapi ini the partnya loh! #eh..) Belum lagi kalau tiba-tiba tertubruk sama nenek-nenek yang demen sama brondong? Bayangin aja sendiri, aku mah ogah atuh.

nggak ada yang lebih asyik selain nulis langsung di lokasi
Nyewa body surfing hanya 20 ribu rupiah main sampai itu pantai tutup. Sampai nggak ada ombak lagi. Pokoknya main sampai puas. Di tambah lagi, kalau masih ingin menikmati sensasi wahana pantai, main banana boat atau donat boat juga ada. Nggak pake antri!

Jadi, kalau ingin menikmati pantai lampuuk dengan semua kesunyiannya, datanglah hari jumat! Eh, maksudnya datanglah di hari libur kalender dan bukan hari week end. Dan, jangan datang hari jumat ya, karena jumat, adalah hari yang di anggap pantang ke laut. Kecuali setelah habis shalat jumat.
Ah, udah dulu. Maaf juga kalau tulisannya acak kadut. Saya lagi lapar. Ini ikan udah di sajiin. 

Selamat Makan Siang Sobat Traveller!


Warung Ikan Bakar Adun Awak Awai
Pantai Lampuuk Aceh Besar. Enaak Dan Muraah!


Viewing all 268 articles
Browse latest View live