Quantcast
Channel: FROM ACEH WITH LOVE
Viewing all articles
Browse latest Browse all 268

Tsunami Aceh Tak Membuatnya Berhenti Menunggangi Ombak

$
0
0

“Yak..kamera...rolling..action!”

Teriak seorang wanita berambut panjang dengan kulit yang mulai terbakar matahari. Raut mukanya serius. Lengan kanannya masih berbalut perban bekas operasi tulang patah. Tak sedikitpun menyurutkan kesungguhannya dalam liputan. Sesekali, ia meringis menahan nyeri dari lengannya yang sakit. Sesekali, terlihat ia mengecek hasil shoot-nya. Lalu;

“Don..ulang lagi, Don..kaku kali kau ini!” Adon semakin salah tingkah. Pria yang bertubuh jangkung, raut wajahnya terlihat seperti bule terlalu lama berjemur. Kemerahan. Tersengat matahari pagi menjelang siang. Di langit Lampuuk, Aceh Besar. Tempat di mana 14 tahun lalu porak-poranda tak berbekas diterjang oleh Ombak Tsunami.

Satya Winnie seolah tak peduli. Video harus jadi. Adon disuruhnya berulang kali. Teriakan “Cut” Camera Rolling Action” berulang-ulang. Berkali-kali. Tanpa ampun, tanpa jeda. Adon tersenyum, semringah dia. Bak punuk yang mendapatkan bulan. Lalu cerita menjadi lain tatkala kita berbicara kejadian yang menimpanya di belasan tahun lalu.


“Saya terlalu cinta dengan pantai Lampuuk ini Bang! Walaupun hampir seluruh anggota keluarga meninggal di ambil oleh laut ini!”.  Saat saya menanyakan mengapa ia tetap memilih laut sebagai sumber kehidupannya.

Wajahnya terlihat begitu tegar. Menceritakan kejadian saat Tsunami lalu. Siapa yang tak terkoyak hatinya tatkala ditanya tentang tragedi paling memilukan di abad ke 21 ini. Saya sendiri, sebenarnya begitu malas menceritakan betapa pilunya kejadian itu bagi saya dan keluarga. Tragedi tetaplah tragedi. Ia telah menjadi bagian sejarah dari dunia ini. Ratusan ribu orang meninggal, lalu, netizen yang maha benar mengatakan jika itu karena kesalahan manusia yang mati tersebut? Ratusan ribu? Serius? Berdosa semuanya? Situ sehat?

Namun tidak bagi Ikhsan Jamaludin. Tubuhnya tinggi menjulang. Berkulit putih, persis seperti bule bule dari belahan Eropa. Lelaki ini, lebih dikenal dengan panggilan Aduen atau Adon. Yang berarti abang dalam bahasa Aceh.

ketika musim surfing tiba, maka kawasan ini akan dipenuhi surfer dari luar negeri
Cerita mulai mengalir. Kami, mulai memasuki lorong waktu. Mundur ke belasan tahun lalu. Rumah Adon, hanya berjarak sekitar 2 menit dari bibir pantai. Begitu dekat. Dan hari itu, desanya rata dengan tanah. Tak terkecuali rumahnya. Seluruh sanak keluarganya, hilang tak berbekas. Hanya ia dan abang kandungnya saja yang selamat dari musibah itu.

Keterpurukan seolah tak bertepi. Namun ia, harus bangkit. Kecintaannya akan laut dan surfing menjadi pemicu untuk kembali bergerak. Ia tak ingin melihat lautnya sunyi tak bertuan. Ia tak ingin melihat air mata mengalir tanpa henti. Tak sudi kehilangan hobi masa kecilnya yang selalu bermain surfing sehabis pulang sekolah dasar, ia memutuskan untuk memulai kembali.

Masjid Lampuuk setelah tsunami dan masa kini ( sumber : https://www.dailymail.co.uk)
Titik awal, tahun 2007, ia mendapatkan bantuan pelatihan menjadi salah pelatih surfing di Aceh. sekembalinya ke aceh, ia seolah tersuntik semangat baru. Memulai kembali bermain di pantai yang dicintainya sepenuh hati. Perjalanan tak mulus, namun ia tak gentar.

Satu persatu, pemuda lampuuk diajaknya kembali untuk meramaikan laut. Ketika orang lain sibuk dengan duka, ia mulai mengakali diri untuk bersuka ria. Ketika orang lain sibuk dengan kegiatan NGO, ia sibuk belajar mengasah papan surfing bersama abang kandungnya. Hingga akhirnya, tahun 2011, Lampuuk Surf School berdiri. Di bawah asuhannya sendiri.

warung sekaligus sekretariat sekolah surfing
Laut yang dahulu merengut keluarganya, tak membuat Adon membencinya. Sekolah ini, kini berdiri dengan kemampuan yang cukup mumpuni. Papan surfing yang dimilikinya tak sedikit. Workshop papan pun kini dipunyainya. Sesekali, ia merentalkan papan surfingnya untuk para wisatawan asing. Ataupun lokal. Tentunya dengan harga yang berbeda.

“Dooon...Langitnya udah cerah lagi itu! Cepat kau ambil papanmu, kita ambil gambar lagi. Main kau sana” Teriak Satya dengan logat bataknya yang khas dari balik kerimbunan pokok cemara laut yang tinggi menjulang. Tergopoh-gopoh Adon dibuatnya. Ia berlari dengan gembira. Begitu bahagia. Seolah laut tak membuatnya trauma.


Dibopongnya papan surfing kebanggaannya. Lari ia menyongsong ombak. Dan tak lama, bagaikan tersihir oleh gelombang yang datang. Ia mulai memacu papan yang mirip sirip hiu itu seenak hatinya. 

Meliuk-liuk dia di atas punggung ombak musim angin timur itu. Tak hanya sekali, berkali-kali. Acap kali ia berlabuh ke tepian, setiap itu pula ia berlarian lagi ke tengah. Dikayuhnya papan itu. Mulai. Begitu terus. Sampai akhirnya hari menjelang sore. Dan, Satya pun memilih untuk beristirahat.


Ia mengakui, surfing di Aceh terkesan begitu janggal. Banyak orang yang meragukan untuk berwisata ke Aceh. terlebih lagi yang berhubungan dengan atraksi wisata di pantai. bagi Adon, itu bukanlah halangan namun tantangan untuk membuat Lampuuk-nya kembali ramai seperti dulu. 

Dan, sekolah Surfing serta bermain surfing adalah salah satu atraksi wisata yang dapat kamu jejali selama di Aceh.

Tsunami telah berlalu, tangis kini berganti tawa. Lampuuk mulai ramai tak bertepi. Memayungi geliat ekonomi daerah sekitar. Tak hanya berhenti sampai di Sekolah Surfing, Adon juga terlibat langsung dalam konservasi Penyu.


“Kecintaan saya yang luar biasa akan pantai dan surfing, maka sudah sewajarnya saya melindungi segala sesuatu yang berkaitan dengan pantai ini, Bang. Dan Penyu adalah salah satunya. Bagaimana saya mengatakan cinta pantai Lampuuk, akan tetapi saya berdiam diri ketika melihat laut saya dirusak?” Lagi-lagi sebuah ungkapan yang luar biasa yang saya dapatkan, dari pria yang lahir dan besar di tepi pantai Lampuuk ini.

Kawan, tak ada yang menginginkan musibah datang menerjang. Tak ada yang menginginkan kehilangan orang yang paling kita cintai dalam hidup ini karena bencana. Namun, sigap, tabah, dan tegar adalah cara terbaik untuk bisa kembali berdiri. Memperjuangkan apa yang kita cintai.


Berikut harga Paket Belajar Surfing di Pantai Lampuuk, Aceh Besar:
  • 1 x pertemuan 250.000 (2 jam belajar) + surfboard
  • Paket seminggu 1,500.000 (7× pertemuan) + surfboard
  • Belajar dalam 2 jam bisa pagi atau sore. Untuk paket seminggu, belajar bisa selang-seling hari dalam hitungan 7 kali pertemuan.

Tips liburan ke Pantai Lampuuk Aceh:
  • Gunakan baju yang sopan saat berwisata. Celana pendek dapat dipakai saat surfing, tapi sebaiknya tidak menggunakan bikini saja.
  • Sapalah dengan ramah para surfer lokal dan tamu selancar yang lain. Susasana yang bersahabat akan memperlancar liburan Anda. Para lokal disini sangat amat ramah.
  • Harga kamar biasa disini rata-rata 150-300 ribu.
  • Bisa menyewa motor dengan harga sewa 100 ribu perhari.
  • Sunsetnya spektakuler, jadi bersiaplah saat menjelang sunset yang waktunya cukup lama yaitu 18.30 WIB


Lampuuk Surf School ;
Tel: +6281360418440,
Instagram: adon_surfcafe,
Facebook: lampuuksurfschool



Viewing all articles
Browse latest Browse all 268