foto by http://www.gayatravel.com.my/ |
Melaka, ini adalah pertama kalinya saya jalan-jalan keluar negeri. Dan Malaysia adalah Negara pertama yang saya kunjungi. Bang Shamsul, dari GayaTravel sampai heboh ketika saya katakan kalau ini adalah kali pertama saya menginjakkan kaki di negeri Jiran. Beberapa teman di Banda Aceh juga sampai bela-bela memberikan nasehat kepada saya.
“Kalau ke Melaka jangan sampai lupa lihat kakek nenek menari dan bernyanyi ya Bang”
“kalau ke Melaka jangan lupa nikmati river cruise ya bang”
“Kalau ke Melaka jangan lupa.. “
“Kalau ke Melaka jangan lupa.. “
Begitulah seterusnya. Saya hanya menjawab. “Insya Allah.. saya tidak paham kemana dan hendak berbuat apa. Soalnya ini dalam rangka mengikuti event yang diselenggarakan oleh Tourism Ministry of Malaysia”. Begitulah.
Yang saya tahu, Melaka adalah tempat di mana sebuah serpihan hilang akan Aceh berada. Dan itu adanya di museum! Bukan, bukannya tidak mensyukuri keadaan kalau saya akhirnya bisa ke Melaka dengan GRATIS. Akan tetapi, sesuatu “itu” memang menjadi dasar awal saya memberanikan diri untuk ke Melaka.
Tuhan maha Baik. Dalam kekecewaan, saya diberinya hiburan terbaik. Teman-teman blogger dari beberapa Negara! Ah iya, dari Indonesia ada saya, Teh Lina, Bang Fadli, dan Cayhaya ( nulis namanya saja susah beud.. ternyata nama aslinya Cahaya.. ini orang maunya apa sih menyulitkan orang nulis saja?). berbeda dengan saya yang berangkat ke Melaka melalui Kuala Lumpur, mereka bertiga berangkat dari Batam terus ke Johor lalu ke Melaka. Dan ini pula yang membuat saya akhirnya nyasar di Kuala Lumpur!
Melaka, adalah tempat di mana Aceh pada jaman dahulu berusaha menancapkan taringnya demi mengamankan jalur perdagangan dunia, selat Melaka. Sejarah mencatat setidaknya tiga kali Aceh menyerang langsung Portugis di Melaka. Sebanyak itu pula Aceh harus menelan pil pahit. Puncaknya, Laksamana Wanita di Dunia, Keumalahayati tewas di tangan Portugis ketika mempertahankan kuasa akan selat Melaka.
Ada begitu banyak hal yang tak bisa dipisahkan antara Aceh dan Melaka. Bahkan ada yang mengatakan kalau Hang Tuah, juga keturunan Aceh. Saya tak begitu berani memaksakan diri untuk menceritakannya lebih jauh.
Kampung Alai, Melaka
“Bang, kita hari ini ke Homestay kampung Alai sekalian makan siang di sana” Bang Shamsulmembuyarkan lamunan saya akan Melaka. Ah iya, tujuan saya ke Malaysia salah satunya adalah mengenal lebih dekat Melaka melalui homestay dan kawasan world heritage-nya.
Tak lama, bus besar berwarna kuning ini berhenti. Bang supir yang masih berdarah jawa ini, mempersilahkan kami turun satu persatu. Semua pada senang ketika melihat areal kebun yang masih hijau alami. Ada sapi, ada genangan air, ada selokan yang masih berisikan ikan goby. Di sebuah Negara yang cukup maju dan tertata ini, di sebuah Negara yang hampir rata-rata penduduknya memiliki mobil ini, masih ada tampilan desa mirip kampung nenek saya dahulu? Wow!
Meja yang bertatakan tepung ketan, gula aren, air, kompor mini, kelapa parut dan daun pandan terletak begitu saja di tengah jalan. Menghalangi rombongan kami. Ternyata, inilah welcome ceremony dari Kampung Alai. Sebuah kampung terletak di negeri Melaka. Desainnya masih tradisional. Beberapa rumah panggung berdiri rapi dan terawat. Lalu, suara akordion mengalun-alun menyenandungkan dendang melayu.
Hei! Benar apa yang dikatakan oleh teman di Banda Aceh. Kalau di Melaka ada nenek dan kakek yang bernyanyi sembari menari. Sejenak saya menikmatinya. Begitu merdu dan syahdu. Beberapa tembang malah begitu lawas. Seolah memori masa kecil saya dipaksa untuk mengingatnya kembali.
“Lets go guys, this is kue Melaka” bang Sham dan seorang local guide menggiring para undangan untuk menuju ke meja persegi empat yang terletak di tengah jalan tadi. Ternyata, itu untuk membuat kue Melaka. Satu persatu, adonan dibulatkan, lalu…
“waaa ini boh rom rom!” ceplos saya begitu melihat ternyata kue Melaka sama persis dengan kue khas Aceh. Boh Rom Rom alias onde onde. Selesai acara penyambutan, gampong alai benar-benar berhasil membangkitkan kenangan masa kecil saya. Di dalam salah satu rumah, saya diberikan es lilin tradisional. Dan tentu saja ada rasa kacang ijo. My Favorite! Permainan congklak, sirup merah, ikan Asam Pedas, semuanya.. hampir semua yang disajikan bak pulang kampung! Kecuali para bule-nya. Hehe
Puas berkeliling kampung alai, tangan saya masih gatal. Ingin sekali rasanya menangkap ikan gobi yang ada diselokan kampung ini. Serius! Coba bayangkan ikan cantik itu bernari bak penyanyi Dondang Sayang di dalam aquarium dengan temaran lampu warna biru. Aiih…
River Cruise Melaka
foto by http://www.gayatravel.com.my/ |
Sore sedikit mendung. Awan kelabu membalut langit Melaka cukup tebal. Bahkan, sehabis dari kampung alai, hujan sempat turun membasahi jendela kamar Settlement Hotel yang akan saya inapi selama di Melaka, Malaysia. Sekali lagi, Tuhan Maha Baik. Dia tak ingin pria kampungan ini merana dalam trip pertamanya.
“Yudi.. bangun! Kita sudah telat nih!”sebuah pesan dari The LIna W Sasmita yang dikirimkan melalui whatsapp. What? Serius? Waduh… habis saya. Masa kesan pertama udah bikin malu hanya karena akhirnya saya tertidur pulas. Mati saya! Bakalan gagal dapat undangan selanjutnya ke Malaysia dong!
Lima menit kemudian saya sudah berada di dalam bus kuning. Masih komposisi yang sama. Supirnya masih yang keturunan jawa. Beberapa mata terlihat sigap memandangi saya yang berjalan menuju kursi dibagian belakang. Dasar kampung! Kena kasur empuk malah tidur! Ngorok pula lagi, ck.
Tujuan sore ini adalah Sungai Melaka. Fadli yang duduk disamping saya menjelaskan hal apa saja yang akan saya lihat di sana nanti. Sebenarnya ini mirip mendengar synopsis ketika film hendak di putar di layar bioskop. Oh, Fadli…
Dahulu, jalur sungai ini digunakan untuk kebutuhan tranportasi. Terutama di masa colonial inggris. Begitulah celoteh seorang local guide yang duduk di sudut boat. Sungai Melaka ini cukup bersih. Walaupun warnanya tak lagi kehijau-hijauan. Lebih baiklah bila dibandingkan dengan sungai daroy yang membelah kota Banda Aceh.
sumpah! ini bangunan tua bikin penasaran |
sore di sungai melaka |
Semburat senja muncul dari relung-relung awan kelabu. Angin mulai berhenti bertiup. Cuaca mulai mendingin. Sayup sayup, para burung pun diam. Membuat suasana kembali begitu syahdu. Semerdu lantunan Dondang Sayang. Yang berisikan tentang cerita betapa warna warninya pesona Melaka.