“la ilaha illallah.. la ilaha illallah…la ilaha illallah..” tangannya mencengkram pergelangan saya dengan hebat.
Matanya terpejam. Mulutnya berkomat-kamit sembari terus menyebut Asma Allah. Tak berhenti, tak jua kunjung selesai. Saban kali pesawat airbus merah ini bermanuver di langit Negeri Jiran, setiap itu pula Ibu tua ini mengagetkan saya dari tidur yang lelap.
Mata saya masih merah, perih dan ngantuk bukan kepayang. Semalaman saya belum tidur. Niat hati, ingin tidur di pesawat yang terbang ke Malaysia di pagi hari itu. Tapi, keadaan berbicara lain. Teman sederetan dengan saya adalah seorang ibu, bersama putrinya. Plus dua orang bocah laki-laki yang sedari awal tidak pernah diam.
Beberapa kali, saat pesawat sudah lepas landas, mereka berlarian untuk menyapa ibunya. Dan, saya yang sedang memimpikan betapa nikmatnya nasi briyani Kuala Lumpur, pun harus terbangun dari tidur. Jangan tanya, betapa kesalnya saya. Jangan tanya, betapa pusingnya kepala ini, dan jangan tanya, berapa banyak air iler yang harusnya keluar tapi harus di-slruup kembali.
Bersyukurlah saya kepadaNYA, yang membuat jarak penerbangan antara Aceh dan Kuala Lumpur itu hanya 1 jam 30 menit. Pesawat mendarat sempurna. Dan sempurna pula rasa saya ingin segera meninggalkan pesawat.
Masalah ternyata belum selesai...
Ini adalah pertama kalinya saya ke luar negeri. Ini adalah pertama kalinya, saya melihat bandara yang dari pintu kabin pesawat ke bagian administrasi/imigrasi jaraknya 20 menit jalan kaki! Ini adalah pertama kalinya saya ke Malaysia. Memenuhi undangan dari Gaya Travel and Magazine, untuk menjelajah Melaka keesokan harinya.
ini dia yang bikin saya kesenangan. banyak bangunan kuno! |
Selesai dari imigrasi, pintu keluar adalah tujuan utama saya. Nada dering aplikasi whatsapp terus berdering. Sesekali terjadi panggilan telephone via WA dari bang Shamsul, penghubung saya dengan Gaya Travel. Kak Olive tidak ketinggalan memantau sembari terus memberi arahan harus kemana dan naik apa dari Kuala Lumpur International Airport 2 ke Daratan Merdeka Kuala Lumpur. Tujuan awal saya di negeri Jiran ini adalah menemukan Hotel J avenue yang terletak di kawasan Daratan Merdeka Kuala Lumpur.
“Dari bandara KLIA2 naik skybus, ke KL sentral. Dari KL Sentral kamu naik LRT ke stasiun Masjid Jamek, Yud” pesan yang kesekian dari kak Olivia Bendon nun jauh di Jakarta sana. Sepertinya dia ketakutan bila saya, si anak kampung dari Banda Aceh ini hilang di negera orang. Lah, di Jakarta saja saya nyasar, padahal saya pernah 5 tahun tinggal di Jakarta. Apalagi di Malaysia?
*****
Sebenarnya, saya ikhlas, jikalau harus nyasar untuk pertama kali sampai akhirnya menemukan hotel ini, itu pun setelah satu jam berkeliling satu pasar Seni Malaysia. Beberapa orang yang saya tanyai dimanakah letak hotel tersebut, tak seorangpun tahu. Saya tidak bohong, saya benar-benar keliling seperti tawaf di areal pasar seni selama satu jam! Padahal, menurut bang Shamsul, hotel J avenue terletak hanya 4 menit dari stasiun Masjid Jamik.
Siang semakin terik, beberapa pemuda keturunan India berbicara dengan bahasa yang saya tak mengerti. Sesekali asap rokok menyembul dari mulut mereka. Tubuh mereka tinggi besar. Membuat saya begitu takut berjalan diantara mereka. Begitu hiruk pikuk. Begitu ramai. “semoga asam lambung saya tak naik” begitulah pinta saya dalam hati.
“Follow your Google Maps, Bang Yudi” pesan Bang Shams. Sekali lagi. Bila saya tak salah hitung, ini adalah ke lima kalinya ia menyarankan saya untuk mengikuti arahan google maps. Dan, ini kelima kalinya pula saya berputar-putar tak tentu arah.
Avenue J Hotel by : Hotel.com |
Ketika bangunan berwarna putih abu-abu ini berdiri tegak dihadapan, kala itu pula saya merasa menemukan oase di tengah kota yang begitu gaduh dengan segala macam aktifitasnya. Seolah ada aktifitas yang tiba-tiba slow motion dalam kegaduhan sebuah kota.
“Kita mengambil konsep yang sama dengan beberapa hotel khusus traveler di new York, Yudi” ungkap ms Shin kepada saya. Wanita berperawakan tinggi dan beretnis thionghua ini tersenyum ramah kepada saya. Beliau, adalah manager pemasaran dari hotel yang terlihat begitu menawan dari sisi dalamnya. Kecil, tapi eksotik. Kecil, tapi menyenangkan.
Apa yang dikatakannya memang tidak bohong. Tampilan luar hotel ini terlihat seperti beberapa gedung di daerah Manhattan, New York. Sungai Klang yang mengalir di sisi barat hotel turut menambah kesyahduan di tengah hiruk pikuknya kawasan Daratan Merdeka
ini kamar saya hari pertama tiba di Malaysia |
kamar yang lain di malam yang lainnya |
“Mr Yudi, can you follow me to your room. Please” Alhamdulillah, akhirnya tawaran yang dinanti-nanti tiba juga. Setelah menghabiskan kopi cappuccino sebagai welcome drink dari hotel yang terlihat begitu artistic, perasaan saya mulai sedikit nyaman. Langkah kaki sedikit mulai mantap. Menyusuri lorong menuju ke kamar tercinta.
Beruntungnya saya, kamar yang diberikan terletak di lantai 6 dengan posisi di corner. Ms Shin lalu menjelaskan bahwa setiap kamar memiliki Hand painting yang berbeda-beda sesuai dengan tema yang dibangun untuk para tamu yang datang.
Uniknya, kamar mandi di kamar yang beruangan hanya 3 x 4 meter ini, kamar mandinya terletak menjorok ke dalam kamar. Dinding-dinding kaca menjadi penyekatnya. Sayangnya, bila kamu tidur lalu menghadap ke arah kamar mandi, maka pemandangan yang tersaji adalah toilet duduk yang putih bersih, berseri, harum mewangi tersenyum kepadamu.
“kita memang tidak menyediakan lemari. Karena peruntukan hotelnya untuk para travelers dan pecinta jalan. Tentu saja tidak terlalu mempermasalahkan hal tersebut. Tapi kami mengantinya dengan memberikan kasur yang empuk sehingga kamu nyaman kala tidur dan mampu menghilangkan lelah setelah nyasar selama satu jam di pasar Seni” Ms Shin tertawa cekikikan. Matanya seketika itu hanya terlihat segaris saja. Saya hanya misuh-misuh menahan malu. Padahal, saya memang benar-benar ingin menanyakan kenapa diruangan kamar saya tidak ada lemari pakaian.
Lagi-lagi apa yang dikatakannya tidak bohong. Saya tidur nyenyak siang itu. Baru terbangun kala adzan magrib berkumandang dari masjid Jamek Malaysia. Saya mencoba membuka jendela. Dan pemandangan tersaji pun luar biasa.
bayangkan bila malam tiba. keren! |
Saya tersenyum, mensyukuri keadaan yang terjadi seharian ini. Hotel ini, kejadian nyasar di pasar seni, tragedy ibu-ibu di pesawat. Sampai akhirnya bisa berdiri di pinggir jendela menikmati Kuala Lumpur di waktu malam.
Ah, satu hal lagi, di hotel yang tidak menyediakan sarapan pagi ini, saya merasa seperti sedang berada dikampung halaman sendiri. Para karyawan hotel begitu ramah. Melayani saya berbicara dengan sesekali Slip of Tongue dengan begitu setia. Tertawa bersama. Tersenyum bersama. Lalu ujung-ujungnya, “do you want coffee Mr yudi? “ aaah.. I love it!
Berikut adalah beberapa feature dan fasilitas dari J Avenue Hotel :
- Feature :
· Express Check-in
· Concierge Service
· Wi-Fi capability In all public area
· 24-hours security
· Luggage storage
· Doctor on call, etc
· Air Conditioning
· 32” LCD TV
· Coffee And tea Facilities
· Hair Dryer
· In-Room Safety Deposit box, etc
Surat ini yang bikin saya exciting sendiri hahaha |
perlengkapan mandi. komplit! |
silahkan kerjakan tugas anda! |
Harga terjangkau, fasilitas boleh di adu, wajar saja bila akhirnya Hotel ini menyebut dirinya “Smart Luxury Hotel in Kuala Lumpur”.
Hotel J Avenue
Jalan : Lebuh Pasar Besar, 50050, Kuala Lumpur (mudahnya cari saja museum Tekstil Malaysia. Hotel tepat dibelakangnya)
Tel : +603-2022-3338