“Eh gila lu Yud, tidur di tempat ginian? Udah lu tidur di sini lagi aja.”
Muka Farid, teman saya dari jaman ngeblog multiply dulu berubah menjadi serius. Baginya, walaupun saya pernah tinggal di Jakarta selama 5 tahun ketika kuliah dulu, bukanlah sebuah jaminan kalau saya akan aman di kota besar ini. Ya, saya percaya, segala sesuatu selalu ada “first time”. Kekhawatirannya cukup beralasan. Gambar yang muncul di layar komputer Farid memperlihatkan deretan ruko dengan warna cat yang kusam. Hitam seperti deretan bangunan tak berurus. Dan…
Ya.terkesan sedikit Creepy tapi...(foto by hikayatbanda.com) |
Creepy, begitulah kesan awal yang terlihat. Atas dasar itulah Farid, merasa sedikit keberatan. Mungkin dia Lupa, kalau temannya ini, pernah ribut dengan hantu tsunami. Apalagi kalau nanti sampai ribut dengan hantu Belanda dari Kota Tua, mungkin ini akan menjadi sebuah pengalaman menarik lainnya, bukan?
Niat saya bulatkan. Ojek online saya pesan. Saya bersikeras untuk tetap naik ojek dari Perumnas Klender ke Kota Tua. Walaupun Farid berulang-ulang meminta untuk mengantarkan saya ke tempat tujuan. Saya menolaknya berkali-kali pula. Kapan lagi? Mumpung ada di Jakarta, kan?
*****
much better kan hehehe (foto by hikayatbanda.com) |
“Mas, ini selimut, lampu usb, dan kunci lokernya.” Pria muda yang menjadi resepsionist sekaligus bell boy melayani saya dengan cukup ramah. Beberapa bule terlihat santai di depan Tv berlayar flat dengan tata ruangan lobby bak sebuah rumah sendiri. Warna hijau muda menghiasi dinding berselang putih tampak begitu rapi dan nyaman. Senyaman dua orang pria asing yang terlihat begitu serius menonton film.
Saya masih terpaku di depan pemuda tadi. Memandangi seluruh isi ruangan lobby hostel. Dan, yang lebih membuat saya bingung lagi adalah tiga benda yang berada di tangan saya sekarang ini. “ ini untuk apa? Saya hanya membatin sendiri.
foto by : teduh-hostel.com |
di sini silahkan sesuka hati (foto by hikayatbanda.com) |
Sambil berpura-pura mengerti, saya mengikuti pria tadi “mas, ini dapur kita. Silahkan minum kopi dan teh kapanpun Mas mau. Ini Jadwal makan paginya, dan di sini, silahkan mas layani diri sendiri. Anggaplah ini rumah sendiri.” Saya hanya mengangguk-angguk. Lalu saya dipaksa untuk mengikutinya naik ke lantai atas.
Satu persatu anak tangga saya tapaki. Naik terus sampai ke lantai tiga, ruko yang disulap menjadi sebuah penginapan. Jujur, kesan creepy yang tadi saya lihat bersama farid di layar PC sama sekali tidak benar! Bangunan samping-samping hostel memang terlihat kusam. Berbeda jauh dengan bangunan Teduh Hostel yang lebih rapi, bersih dan tertata. Pandangan pertama yang terlintas, ini memang benar-benar teduh. Seperti namanya, Teduh Hostel Kota Tua.
Sesampai di kamar, saya semakin termangu dengan tirai yang menjuntai dari langit-langit sampai ke lantai kamar. Sepertinya, untuk memisahkan ruangan satu dengan lainnya. Tapi, bukan masalah tirainya, yang ingin saya ributkan. Akan tetapi, lebih kepada warnanya. Kenapa harus warna putih sih?
Tempat tidur saya, tidak jauh dari pintu. Ukurannya tidak lebih dari 1 x 2,2 meter. Seperti capsul bed yang saya lihat di acara jalan-jalan ala backpacker di jepang. Setiap penghuni kamar akan disatukan dalam satu ruangan besar lalu tidur di tempat tidur yang di susun lebih menyerupai rak buku. Masing-masing mengambil bagiannya sendiri. Ada yang double caps, ada yang single. Saya kebagian yang single. Dekat pintu, sejajar dengan lorong kamar, dan hanya dibatasi dengan sebuah tirai tidur yang berwarna cream.
Selimut, kunci, dan lampu USB (foto by hikayatbanda.com)
|
*****
“hey so hot here?”
Suara seorang wanita bule tiba-tiba terdengar di tengah malam buta. Saya mencoba menyalakan lampu USB, lalu diam tak bergerak. Jangan-jangan…
Tiit..tit..tit..nguuuuu…
Suara air conditioner tiba-tiba mengeras dan kencang. Suhu udara kamar semakin turun. Apa-apaan ini? Ternyata, seorang wanita bule yang tadi baru saja tiba dari entah berantah, menempati capsul berseberangan dengan capsul saya, keluar dari kotak tidurnya. Dengan ehem pakaian tidur dan ehem celana kancutnya sedang berdiri mengamati AC yang tadi dia turunkan suhunya menjadi semakin dingin.
Kalian tahu bagaimana panasnya Banda Aceh kampung halaman saya? Malam di sana itu suhu normal hanya turun sampai 24 derajat celcius dan saya tidur sudah menggunakan selimut. Lah ini? 16 derajat, dari dua AC ukuran 1 PK sekaligus memenuhi ruangan yang sudah penuh dengan capsul. Dan ini sudah jam 2 pagi waktu Jakarta! Oh Tuhan.. di pagi yang buta ini, saya memang Engkau berikan anugerah yang baru ini saya dapati depan mata. Tapi mengapa harus Engkau uji saya dengan suhu sedingin ini?
Jadilah malam itu, adalah malam terdingin yang pernah saya nikmati. Jaket, celana jeans, kaus kaki, selimut, dan baju dalam dua lapis. Semua itu belum berhasil membuat saya berhenti menggigil sampai shubuh! Saya mengigil sampai pagi!
Di satu sisi, ini adalah sebuah pengalaman yang begitu berharga. Bagi saya, anak kampung, tidur di sebuah hostel yang semua settinggannya lebih ke Backpaker adalah hal baru. Tidur di kasur berbentuk kapsul, kamar mandi yang dipakai bersama-sama dengan bule. Eh, maksud saya kamar mandi yang bisa dipakai siapa saja. Bersih, nyaman, ada rak sepatunya, ada ruangan khusus wastafel, ada ruangan khusus merokok, bisa minum kopi 24 jam gratis (hidup kopi pre!) adalah sebuah kombinasi yang sempurna. Lebih keren lagi, para backpacker asing tak henti-hentinya mereka masuk dan check in di hostel yang “sederhana” ini.
Ketika Pagi (foto by hikayatband.com) |
dan.. ketika malam hihi(foto by hikayatband.com) |
Tapi, sedikit yang menurut saya kurang “sreg” adalah sarapan paginya. Roti tawar, selai kacang, dan teh atau kopi. Walaaah… ini sih sarapan pagi bule bukan orang melayu macam saya. Tapi, secara keseluruhan, saya harus setuju dengan Trip Advisor yang memberikan nilai 4,5 dan 8,5 dari Agoda.com. Tempat ini memang nyaman, tidak terkesan creepy kecuali tirai putih yang menjuntai itu hehe. Pelayanannya juga ramah.
ini dia sarapan paginya |
Sayang, pagi itu saya harus segera meninggalkan Hostel untuk kembali mengejar agenda yang tersisa di Jakarta. Salah satunya? Nonton film di bioskop, hahaha
&&&
Jalan Pintu Besar Selatan No. 82M Jakarta
021-6900 939
NO Silop area (foto by hikayatbanda.com)
|
(foto by hikayatbanda.com) |
Lorong kamar mandi (foto by hikayatband.com) |
Fun Fact :
- Hanya 5 Menit bila ingin ke Stasiun Kota Jakarta.
- Bukan hanya free Wifi, anda juga bisa minum kopi dan the sepanjang hari sampai kembung.
- Harga kamar mulai dari 9 $ untuk single bed.
- Walaupun masih berumur hampir 2 tahun, tapi tamunya ruame beud! Dan rata-rata bule bo!
- Price include Breakfast!
- Ah, hampir lupa, kalian juga boleh main Play Station sepuas hati