Quantcast
Channel: FROM ACEH WITH LOVE
Viewing all articles
Browse latest Browse all 268

Sementara, Sebaiknya jangan ke Titik Nol Banda Aceh

$
0
0
Saya mereka-reka, betapa di kuala ini begitu ramai ketika ibukota kerajaan masih terletak di ujung Kuala Krueng Aceh ini. Awan-awan yang menggulung di atas laut. Camar-camar yang menganggu para penjala ikan. Tawa bocah kecil yang berlarian atas pasir pantai yang hitam. Teriakan bahagia para pemancing ikan. Sepertinya, mendung tidak membuat kisah perjalanan saya kali ini, berakhir begitu saja.
Monumen Nol Kota Banda Aceh

 Entah apa malangnya nasib ini hari minggu lalu. Cuaca mendung, awan bergulung-gulung seperti kue lapis. Abu-abu dan hitam warnanya. Ditambah lagi, ketika sampai ke lokasi yang saya tuju, lokasinya jauh dari kesan tempat wisata. Ya, sangat jauh. Lebih ke tempat mancing tradisional. Padahal, baru beberapa tahun di resmikan oleh ibu Walikota Banda Aceh.

Titik Nol Kota Banda Aceh, beberapa tahun ini sempat booming di media social. Khususnya anak-anak Banda Aceh. saya yang sedikit udik ini akhirnya menyempatkan diri mengunjunginya. Takut dikatakan kurang update berita dan perkembangan kota. Walah… ngupdate perkembangan anak saja subhanallah sibuknya, ini diminta ngupdate kota lagi? Ck..
Di ujung sana, ada masjid raya Baiturrahman

Letaknya ada di ujung kuala Sungai Aceh. untuk perihal tepatnya, ada di sebelah kampung jawa, ujung tempat pembuangan akhir sampah. Beberapa orang menyebutnya ini sudah masuk kampung Pande, beberapa menyebutnya ini masuk kampung jawa. Saya? Bingung! Yang benar yang mana? (tolong bantuin dong)

Yang jelas, nanti setelah habis aspal jalan, lihatlah ke sebelah kiri. Ada sebuah bongkahan semen besar. sebesar batu gajah. Di design menarik. Lantainya lingkaran sempurna. Dengan beberapa kursi dari beton. Beberapa cemara laut di tanam di sekililing pusara batu tersebut.


Sayangnya, bangunan ini juga terkena dampak penyakit laten. Tidak terurus! Sampah yang berserakan, ada dimana-mana. Belum lagi, aliran air yang berada disampingnya malah terkesan sumbat oleh ranting dan sampah plastic. Ilalang tumbuh subur di sekilingnya. Terkadang, tercium bau tak sedap ketika angin berhembus.

Sungguh miris pemandanganya. Papan informasi mengenai tugu itu pun terkesan sakit. Tulisannya memudar, kacanya berjamur. Ah, mengerikan.


Situs ini, seharusnya menjadi sebuah situs yang paling menarik. Ini adalah situs dimana sebuah kota yang penuh sejarah dan budaya berdiri. Ini adalah titik cikal bakal terbentuknya kota Banda Aceh. tapi.. ah sudahlah. Tidak usah di perpanjang lagi.

Saya, istri, dan si gadis kecil hanya bisa menatap dengan nanar dari atas motor butut saya. Di ujung sana, debur ombak dan riuh suara tawa bocah bocah menarik perhatian saya. Sejurus kemudian, saya dapat melihat pulau sabang di kejauhan. Pulau nasi dan pulau breuh dengan jelas.

ada camar, ada bocah, ada pukat, ada laut, Perfeck :D
Saya mereka-reka, betapa di kuala ini begitu ramai ketika ibukota kerajaan masih terletak di ujung Kuala Krueng Aceh ini. Awan-awan yang menggulung di atas laut. Camar-camar yang menganggu para penjala ikan. Tawa bocah kecil yang berlarian atas pasir pantai yang hitam. Teriakan bahagia para pemancing ikan. Sepertinya, mendung tidak membuat kisah perjalanan saya kali ini, berakhir begitu saja.

Jauh dari kepenatan kota. Tidak ramai muda mudi yang bermesraan, debur ombak yang lembut, laut ini, sepertinya menarik. Ditambah lagi, pemerintah kota Banda Aceh sedang membangun jalan tembus ke ulee lheue. Dari kampung jawa, jalan ini memotong laut, sampai ke ujung pelabuhan ulee lheue.

Jalan lintas Kampung Jawa-Pelabuhan Ulee Lheu
Mungkin, beberapa tahun lagi, kawasan ini akan berubah menjadi seperti Ulee lheue. Ramai. Dan, akhirnya suasana teduh dan syahdu ini, ah.. biarlah waktu yang menjawabnya..

Banda Aceh, 7/4/15
 YR
 


Viewing all articles
Browse latest Browse all 268