Beberapa pemuda-pemudi sabang berbaur dengan para bule cantik. Beberapa lainnya, hanya duduk sembari mengecup manja tangan kekasihnya. Tak tahu diri! Entah kapan akan dinikahinya, mungkin juga, dia akan pergi ke pulau lain. Mencari gadis baru yang masih ranum. Lalu kembali mengecup tangannya. Kaplat!
Ziyad ber pose dengan lampu taman di pinggir Taman Kuliner Pantai Kasih |
Sabang sore itu, tidak seperti sore di Banda Aceh. Sabang, menyambutku dengan penuh kerinduannya. Hei, bukankah semenjak kapal gurita tenggelam kita seperti terpisahkan? Kala itu lautmu merengut lebih dari seratusan jiwa. Diantaranya mungkin ada saudaraku. Ah sudahlah, kini, semuanya hanya tinggal kenangan yang terpatri di sebuah monument tua yang jauh dari kesan terurus.
Setelah bertahun berlalu, kekasih yang dulu ku bawa, kini telah jadi pendamping hidupku. Entah sampai kapan, yang ku tahu, dia kini memberikanku anak. Dan, anak-anak itupun ku bawa ke pangkuanmu.
Minggu sore itu, setelah beribu anak manusia puas memperkosa keindahanmu, kini mereka pulang keperaduannya masing-masing. Entah kapan mereka kembali lagi. Tinggallah sunyi dan sisa-sisa kelembutanmu. Itupun, kau masih memberiku kelembutan terbaikmu.Mentari sore yang ramah menyapa, deburan ombak yang mengalun sendu di pesisir pantai kasih. Membuatku kembali mengenang kenangan masa lalu kita. kala itu, kita masih sama-sama sendiri. Melukis dalam kanvas kehidupan.
Beberapa pemuda-pemudi sabang berbaur dengan para bule cantik. Beberapa lainnya, hanya duduk sembari mengecup manja tangan kekasihnya. Tak tahu diri! Entah kapan akan dinikahinya, mungkin juga, dia akan pergi ke pulau lain. Mencari gadis baru yang masih ranum. Lalu kembali mengecup tangannya. Kaplat!
Sunset Di pantai Kasih, Sabang |
Aku duduk tepat disudut lenganmu. Bersama istri dan buah cinta kami. Ziyad dan Bilqis. Memandangi sisa-sisa kehebatanmu di masa lalu. Membentang di lautan lepas, tempat puluhan bahkan ratusan kapal besar pernah singgah untuk mencuri perhatianmu. Tapi tak satupun kini dari mereka kembali padamu. Duhai, sabangku…
1994, aku masih ingat tahun itu. Aku juga masih ingat, betapa kala itu, bila ingin menyambangimu di seberang lautan, kami, yang orang daratan ini harus menempuh 4,5 jam perjalanan laut. Ditambah 2,5 jam perjalanan darat ke ujung Krueng Raya. Tahun itu, kali pertama aku mendatangimu. Dan, hatiku tertinggal di sebuah pulau dengan keramat 44 sebagai sebutannya.
Sabang, kini, senjamu di nantikan oleh berjuta pasang mata para pemburu perawan alam. Di bawah sinar mentari senja dalam sayu angin laut, sate gurita yang kental dan gurih beradu syahdu dengan derbu ombak laut yang mengalun merdu. Aku terharu. Aku membawa semua bukti cintaku kepangkuanmu. Hari itu, aku memberikan hasil kerjaku selama lebih 4 tahun. Aku persembahkan kepada mereka yang telah merebut hatiku. Gadis berkerudung biru, kini duduk manis dihadapanku. Dalam pendaran langit senja, bersanding mesra dengan buah hatinya.
Tak ramai sabang sore itu, aku senang! Aku bahagia ketika engkau tertinggal sendiri dan akulah teman yang menemanimu. Dua gelas jus jeruk, sepiring nasi goreng, sejumput tusukan sate gurita. Bukankah ini cinta?
Wahai, tak tahukah kamu? Kalau aku selalu mendoakanmu. Mendoakan agar engkau tak menjadi seperti batam yang kaya dan canggih. Aku mendoakan agar engkau tak jadi seperti bali yang penuh sesak dan penuh dengan bikini yang berlalu lalang.
Aku, dan aku, yang selalu mendoakanmu, dalam diamku, dalam tulisan tanganku, agar engkau tetap menjadi sabangku. Tempatku bertemu dengan kekasihku. Tempat aku memadu kerinduan dengan mamaku. Tempat aku mengenang semua cinta kasih dari keluarga kecilku. Tempat aku berdebur dalam ombak yang penuh kasih. Dalam buritan karang yang membentang, dengan langit senja yang merona bak gadis desa.
Entahlah, harus seperti apalagi aku menuliskanmu. Seluruh jagat raya ini sudah mengenalmu. Aku? Ah biarlah aku nikmati senjamu bersama kekasih baruku. Dan ku simpan cintaku padamu dalam palung-palung hatiku.
Sabang, 17 Mei 2015
Sunset di pantai kasih, sabang |
sepi, semuanya sudah pulang kampung |
Sate gurita, pengennya 2 piring sendiri |