Pungli di pelabuhan makin menjadi-jadi. Ada yang telat masuk antrian motor, lalu, dengan gampangnya mendatangi seorang petugas yang berseragam, mereka meminta agar motornya bisa masuk ke kapal duluan.
Lima tahun sudah, sejak terakhir kali saya menginjakkan kaki ke pulau seribu benteng ini. Minggu lalu (kenapa memilih minggu? Karena tadinya saya mengira kalau arus mudik liburan sudah berlalu), untuk pertama kalinya, setelah pernikahan dan beranak. Liburan kali ini, saya memilih ke sabang, selain dekat, saya juga ingin mencari suasana baru. Sembari mencoba bernostalgia dengan semua kenangan. Mulai dari kenangan saya dengan almarhum ibu, sampai moment-moment “jadian” dengan istri.
Waktu itu, saya dan istri adalah patners kerja disalah satu NGO yang bergerak dalam dunia pergempaan. Suatu hari, tragedy yang merubah nasib kami berdua pun terjadi. Suatu malam, tetiba pintu kamar saya di ketuk cukup kuat. Di luar sana seorang wanita menjerit dan minta tolong. Alamak, ini kuntilanak khas sabang kali ya? Minta tolong sambil gedor-gedor pintu? Ternyata teman saya.
bye bye Ulee Lheue |
Singkat cerita, dia menceritakan kalau dikamarnya ada kecoak. Dan? (lo tahu yang terjadi selanjutnya kan?) dia meminta tukar kamar. Di tengah malam buta, jam tiga pagi! Mana ada kamar kosong sebegini malam? Akhirnya saya menyarankan kalau sebaiknya, kita tukaran kamar saja. si teman tidur di kamar saya, saya tidur dikamar si teman. Lalu? Udah begitu saja. esoknya dia luluh hatinya, dan kitapun akhirnya menikah. Sst.. bagi anda yang jomblo, ini ada tips biar bisa jadian ama teman se-team perjalanan. Taruhlah kecoa didalam kamarnya!#eh…
Kembali ke judul..
Kesalahan pertama!
Pantai Kasih |
Sebaiknya jangan ke sabang ketika ingin berakhir pekan. Karena, keadaan pelabuhan penyeberangan antar pulau di Banda Aceh (ulee lheue) dan Balohan (pulau sabang), menjadi sangat padat. Saking padatnya keadaan sedikit kacau. Beberapa accident yang tidak menyenangkan terjadi. Mulai dari antrian motor (karena saya memilih ke sabang dengan motor pribadi) sampai antrian mobil yang penuh dan tidak semuanya terjamin akan di muat di kapal. Sampai jumlah penumpang yang tumplek-blek bak ikan asin memadati setiap lorong-lorong dek kapal. Sampai-sampai kepintu kamar mandipun, ada yang duduk.
Pungli di pelabuhan menjadi-jadi. Ada yang telat masuk antrian motor, lalu, dengan gampangnya mendatangi seorang petugas yang berseragam, mereka meminta agar motornya bisa masuk ke kapal duluan. Dan… dengan mudahnya, si petugas mengiyakan setelah tentunya dia menerima beberapa lembar foto sultan Mahmud badrudin II. Saya yang sedari jam 8.00 pagi mengantri sampai pukul 11.30 siang hanya bisa mengelus dada. Dan mencoba menetekin anak gadis saya yang mulai riuh karena kepanasan. Apakah mereka peduli? Tidak! (emang kenapa dia harus peduli? )
Malang memang tak dapat di hindari. Kapal ferry yang di gunakan untuk penyebrangan kemarin sedikit lebih kecil dari biasanya. Dengan muatan yang mirip dengan muatan lebaran. Kapal kecil ini mulai bergoyang-goyang sesuka hatinya. Mirip ngebornya inul, tapi lebih halus kayak zaskia gotik. Naik turun, kiri kanan, ah, pokonya saya mulai mabuk! Ditambah lagi suasana panas, bau, riuh rendah suara orang-orang dari seluruh penjuru, dan kapal yang melaju begitu lambat. Ah, nomero uno!
Kesalahan Kedua!
Kapal yang penuh sesak, mengakibatkan jadwal perjalanan terhambat. Sehingga, ketika saya dan keluarga tiba di kota sabang, dan hendak ingin check in hotel, kamar belum tersedia. #sakitnyatuhdisini! Sudah jam 3 siang, tapi kamar hotel belum ready. Padahal sengaja saya memesannya via telpon dan pesannya dua hari sebelumnya. Ternyata?
“maaf bang, tadi tamunya baru aja check out karena jadwal kapalnya mundur. 1 jam lagi ya bang, kamarnya baru ready”
Akhirnya, saya harus mengalah dan memutuskan untuk makan siang demi mengulur waktu. Pun perut sudah mulai berangin. Anak-anak juga sudah mulai lapar. Kemalangan ternyata belum berhenti. Sebagian rumah makan, menunya sudah habis. Hebat!! Istri hanya tersenyum manis. Sabar.
Kesalahan Ketiga!
Setelah mencoba tenang dengan keadaan yang ada. Saya yang sudah mulai butegakhirnya bisa masuk ke dalam kamar hotel. Leyeh-leyeh, nikmati sejuknya Ac (sumpah norak!). Mandi-mandi air hangat dari shower. Pukul lima sore mulai lewat. Peluh sudah hilang, istri sudah kembali cantik. Anak-anak sudah mulai pakai baterai alkaline. Berisik dan tak mau diam.
Saya memutuskan untuk keliling-keliling kota sabang. Sembari bersiap-siap mencari makan malam. Jujur, saya sedikit trauma kalau perut ini lapar. Ini kota orang, jauh dari kota Banda Aceh #eh.. Jalan perdagangan mulai ramai. Beberapa penjual buah mulai ribut menawarkan buah-buahannya. Kota semakin ramai sekarang.
somewhere at sabang |
Sampailah saya pada satu sudut kota. Taman kuliner namanya. Tidak jauh dari sabang fair, tidak jauh dari sabang hill, bersebelahan dengan pantai kasih. Disinilah kesalahan ketiga terjadi!
Langit yang mulai syahdu, semilir angin laut mengalun lembut. Beberapa nelayan masih mencoba menjala ikan. Beberapa biduk, masih berlalu lalang di teluk sabang. Rimbun bukit yang menggawangi teluk terlihat hijau gagah. Ah, saya semakin cinta Sabang…
Selepas dari taman kuliner, kami kembali berkeliling kota sabang, satu persatu pemandangan demi pemandangan kembali mengganggu mata minus saya. Senja di kota sabang memang spektakuler. Seperti sebuah lukisan sederhana tapi menarik. Laut, gunung, hijaunya rimbun pepohonan, senyum ramah para penjaja jagung bakar, semuanya, adalah sebuah kesalahan besar.
Kesalahan besar mengunjungi sabang kala waktu liburan, adalah? Kami sekeluarga tak ingin lagi pulang ke Banda Aceh! Kalau tahu begini, sungguh, saya tak jadi ke sabang. Ah…
gimana caranya gw bilang kalau gw cinta sabang? |