“Kalau ingin menyelamatkan Leuser, selamatkan dulu masyarakat Gayo Lues ini”
Tubuhnya yang tambun, membuat suaranya terdengar sedikit berat. Tanpa alas kaki, pria yang kami tunggui selama satu jam lebih ini memberikan sebuah kesimpulan yang mencengangkan. Logat bicaranya, seperti pria Gayo Lues kebanyakan. Sedikit mirip dengan logat batak, becampur melayu, bercampur Aceh. Entahlah, saya tidak terlalu paham perihal tersebut. Pria itu, masih duduk ditengah-tengah di antara saya, manager-manager saya, dan seorang pendamping dari pihak Pemda kabupaten Gayo Lues.
“kita ini, hanyalah orang-orang yang tidak dikenal. Masyarakat umum hanya tahu Leuser, tapi tidak mengetahui keberadaan kami. Makanya, dengan semangat yang ada, kami ingin menyampaikan kepada dunia, kalau Leuser adalah gayo, Gayo adalah Leuser.”
jalan menuju Gayo Lues dari kota Takengon yang berkabut |
Beban yang kami tanggung semakin berat. Tujuan awalnya, saya dan team hanya ingin bersosialisasi mengenai pelaksanaan TARI SAMAN 10001 MANUSIA. Sebuah perhelatan maha besar ini, akan dilaksanakan pada bulan November 2016 mendatang. Tepatnya, tanggal 24 november. Sebuah event yang akan membuat siapapun yang hadir bertekuk lutut. Menyaksikan salah satu warisan dunia yang telah diakui oleh Unesco beberapa waktu silam, bergerak dengan jumlah yang mengerikan.
rumah pohon di kawasan ginting pineng |
Jujur saja, ini adalah pertama kalinya saya melangkahkan kaki menuju negeri 1000 bukit. Kabupaten GAYO LUES yang beribukota Kota Blangkejeren, merupakan sebuah mimpi yang (lagi-lagi) menjadi nyata. Jalanan yang menukik tajam ke atas, sembari sesekali melewati hutan pinus yang segar. Lalu disambut dengan kabut serta gulungan awan putih, adalah sebuah sensasi perjalanan yang akan sulit saya lupakan.
kawasan genting pining, Gayo Lues |
Setiap kali, saya berjalan mengelilingi kota Blangkejeren yang jalanannya tak bisa lurus. Setiap itu pula saya tersenyum. Tuhan begitu menyayangi negeri mungil ini. Dengan luas yang tak seberapa, Allah memberikan kekayaan yang luar biasa. Sempat terlintas, bilakah ini menjadi tempat terakhir di bumi. Sungguh! Itu sudah cukup.
Menghitung Kekayaan Leuser
burung pipit? |
Diperkirakan ada sekitar 89 jenis satwa yang tergolong langka dan dilindungi ada di hutan Taman Nasional Gunung Leuser di samping jenis satwa lainnya. Satwa langka dan dilindungi yang terdapat di taman nasional ini antara lain:
- Mawas/Orang Utan (Pongo pygmaeus abelii)
- Badak Sumatera (Dicerorhinus sumatrensis)
- Harimau loreng Sumatera (Panthera tigris sumatrae)
- Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus)
- Beruang Madu (Helarctos malayanus)
- Burung Rangkong Papan (Buceros bicornis)
- Anjing Ajag (Cuon Alpinus)
- Siamang (Hylobates syndactylus syndactylus)
- Kambing hutan (Capricornis sumatraensis)
- Rusa Sambar (Cervus unicolor) ( Sumber di sini)
desa Pantan Cuaca, Gayo Lues. |
Di sela-sela hawa yang sedikit sejuk dan segar, saya masih melemparkan pandangan ke arah barat. Berdiri di puncak Genting Pining. Sebuah mahakarya dari Tuhan yang luar biasa. Tergeletak begitu saja. Menanti setiap jiwa-jiwa anak manusia, mereka petualang sejati menjamahnya.
sumber foto Youtube Zulfan Monika |
Kawan, tepat 24 November 2016* nanti, datanglah beramai-ramai ke negeri seribu bukit ini. Jadilah petualang sejati sembari menikmati sajian dua warisan dunia. Leuser, dan Tari Saman. Bantulah negeri ini, melindungi tempat terakhir di bumi yang masih menyimpan keanekaragaman hayati yang begitu melimpah. Bantulah ia, menjadi sebuah destinasi wisata yang mampu memberikan penyadaran kepada setiap anak adam di bumi ini. Bahwa menjaga alam, sama seperti kita menjaga keluarga kita sendiri dari kepunahan.
Salam dari Leuser...